Mohon tunggu...
Ai Nuryati
Ai Nuryati Mohon Tunggu...

simple

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Sapnah: Camilan Tradisional dari Limbah Pertanian

16 Juni 2013   13:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:56 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1371363656717264803

Di tengah situasi membanjirnya camilan modern, segelintir orang masih setia menjadi penggemar camilan tradisional – dengan beragam alasan. Sapnah – merupakan satu dari banyak camilan tradisional. Bisa dijumpai saat musim melinjo tiba.

Sapnah merupakan akronim dari kasap dan ngeunah (bahasa Sunda). Kasap mengandung arti kasar (kasar di tenggorokan, dapat menimbulkan gatal tenggorokan). Dan ngeunah artinya enak. Sapnah terbuat dari kulit melinjo. Seperti halnya emping, kulit melinjonya pun memiliki rasa yang unik. Meskipun sapnah terasa kasar serta dapat menimbulkan sakit tenggorokan, namun bagi penggemarnya – paduan rasa kulit melinjo dengan bumbu asam pedas manis – merupakan suatu kekhasan yang membuat mereka tetap menyukainya. Cirebon terkenal sebagai sentra emping melinjo di Jawa Barat. Dan belum banyak yang tahu bahwa Sumedang pun memproduksi emping melinjo. Di kecamatan Conggeang dan Buahdua (Kabupaten Sumedang) banyak petani yang berkebun melinjo. Di dua kecamatan ini, melinjo paling banyak dihasilkan dibanding kecamatan lainnya di Sumedang. Dan di dua kecamatan ini juga emping diproduksi – meski tidak sebesar produksi emping di Cirebon. Sebagian besar melinjo di daerah ini lebih banyak dijual langsung setelah melinjo dikupas – tanpa diolah lebih lanjut menjadi emping. Para pengepul melinjo memasarkannya ke Cirebon dan Rajagaluh. Dan kulit melinjo merupakan hasil sampingan (limbah) saat musim melinjo. Saat awal musim melinjo, kulit melinjo yang menjadi limbah laku dijual ke pengepul sayuran. Selama kulit melinjo masih laku dengan harga Rp. 300,00/ liter atau lebih, petani tidak perlu memberi upah kepada buruh pengupas kulit melinjo. Para petani baru memberi upah jika harga telah kurang dari Rp. 300,00/ liter atau sudah tidak laku. Jika musim melinjo telah ramai, kulit melinjo sering tidak laku – benar-benar menjadi limbah pertanian. Banyak kulit melinjo menggunung di pembuangan sampah. Dan entah siapa orang yang pertama kali mempunyai ide pembuatan sapnah, sehingga limbah pertanian dapat dimanfaatkan. Kulit melinjo mentah mengandung zat yang dapat menipiskan kulit. Dan setelah diolah menjadi makanan pun masih mengandung zat yang dapat menimbulkan gatal tenggorokan. Untuk mengurangi zat tersebut, kulit melinjo yang akan diolah harus dibersihkan dengan benar, usahakan agar dicuci dalam air yang mengalir. Setelah itu baru dapat diolah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun