Oleh : Wima Harsono
Seperti diberitakan, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, telah menghadiri hari pertama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2025 yang digelar di Rio de Janeiro, Brasil, pada Minggu, 6 Juli 2025.Â
Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan anggota G20, Indonesia memiliki bobot strategis yang tidak bisa diabaikan dalam kancah politik global.Â
Posisi Indonesia terhadap BRICS, sejauh ini, dapat digambarkan sebagai hati-hati namun pragmatis, mengedepankan prinsip bebas aktif dalam politik luar negerinya.
Prinsip Bebas Aktif dalam Konteks BRICS.Â
Indonesia selalu berpegang teguh pada prinsip politik luar negeri bebas aktif, yang berarti tidak memihak blok kekuatan manapun dan secara aktif berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas dunia.Â
Dalam konteks BRICS, prinsip ini diwujudkan melalui pendekatan yang caksama. Indonesia tidak serta merta menolak gagasan untuk bergabung, tetapi juga tidak terburu-buru untuk menjadi anggota penuh.
Pertimbangan utama Indonesia adalah manfaat konkret yang bisa didapatkan dari keanggotaan BRICS. Ini mencakup potensi peningkatan perdagangan dan investasi dengan negara-negara anggota BRICS, akses ke pembiayaan infrastruktur dari New Development Bank (NDB), serta penguatan posisi Indonesia dalam forum multilateral.Â
Namun, Indonesia juga harus mempertimbangkan implikasi geopolitik dan potensi ketegangan yang mungkin timbul dengan mitra-mitra tradisionalnya, terutama dari negara-negara Barat.
Potensi Keterlibatan Indonesia.Â