Mohon tunggu...
Irma Irawati
Irma Irawati Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Seorang Ibu yang menyediakan waktu sepenuhnya untuk anak-anak, sambil sesekali menulis. Sangat tertarik pada dunia anak-anak dan hal-hal berbau tradisional

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

(FFA) Mada Selalu Tergoda

20 Oktober 2013   22:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:15 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

No. 321  Irma Irawati

Mada berjalan tergesa-gesa. Baru saja Pak Satpam memberi tahunya, bahwaMada ditunggu Mama di gerbang sekolah.

Waduuh, aku ketinggalan apa lagi hari ini?

Mada merasa tak enak hati dengan Mama.Selalu saja ada yang tertinggal saat ia berangkat ke sekolah. Kemarin ketinggalan pianika untuk ekskul drum band, kemarinnya lagi ketinggalan kaos olah raga. Padahal barang-barang itu sudah Mada siapkan.

Itu semua gara-gara perhatian Mada yang gampang beralih. Kemarin karena tertarik dengan suara musikdari tukang roti yang lain dari biasanya. Dan tadi pagi, karena melihatanak TK yang akan karnaval, lewatdi depan rumah. Jadilah Mada melupakan bekalnya yang sudah Mama siapkan di meja.

“Mama...” panggil Mada ragu, begitu tiba di gerbang Sekolah. Dilihatnya Mama menenteng tas kecil berisi kotak makanan. Mama duduk di sadel sepeda sambil membonceng Meida, adik Mada yang berusia tiga tahun.

Tanpa bertanya pun, Mada langsung menyadari kesalahannya. Ya, Ia ketinggalan bekal yang sudah disiapkan Mama.

“Terima kasih Ma, maafkan Mada ya,” tangan Mada meraih kotak makanan yang diulurkan Mama.

“Iya, lain kali lebih tertib lagi ya!” Omel Mama sambil mengacak rambut Mada, gemas.Lalu pamit.

Mada masih berdiri mematung, menatap punggung Mama yang berlalu bersama sepedanya.

Kasihan Mama, padahal pagi-pagi begini, Mama pasti kerepotan membereskan rumah, memandikan Meida. Bisik hati Mada. Mada menangkap kekesalan Mama barusan, tapi pastinya Mama tak akan tega membiarkan perut Mada keroncongan karena tak ada bekal. Karena Mada tak terbiasa jajan di sekolah. Mada berjanji dalam hati, akan lebih tertib dan tak akan tergoda lagi saat mengerjakan sesuatu.

Tapi ternyata, kebiasaan Mada beralih perhatian ini kembali terulang. Di suatu sore, Mama menyuruh Mada membeli daun pisang untuk membuat pepes tahu. Mada segera melesat dengan sepedanya, hendak ke warung di ujung jalan. Jaraknya cukup jauh karena terhalang aula kampung dan lapang sepak bola.

Melewati Lapangan Sepak Bola, Mada melihat banyak orang berkerumun. Mereka mengelilingi seorang bapak yang tengah berpidato memakai pengeras suara. Wajah-wajah yang mengelilinginya menunjukkan rasa ingin tahu . Mada jadi penasaran, apa sih yang mereka lihat?

Mada melangkah mendekati kerumunan. Lalu ikut berdesakan dan menyelinap ke tengah kerumunan yang memagari arena pertunjukan. Benar saja, Mada turut terkagum-kagummelihat seorang pemuda yang badannya dililit seekor ular besar. Ia melakukan apa saya yang diminta Bapak yang berpidato di pinggir arena. Mula-mula diminta melepaskan ular dan meletakkan begitu saja di atas tanah. Lalu diperintah membuka karung yang ada di dekat pemuda itu.

“Anda sekalian tentu ingin tahu, apa isi karung ini?” Suara si Bapak terdengar lantang.

“Di dalam karung ini ada makhlukyang akan menuruti segala perintaha saya, betul kan Jang?” lanjut si Bapak lagi. Pemuda itu mengangguk.

Mada tak kalah penasaran dengan isi karung itu. Tapi rasa ingin tahu Mada tak segera terjawab. Karena si Bapak itu malah mengeluarkan sesuatu dari tasnya.

“Tapi sebentar, sebelum karung itu dibuka, saya ingin menunjukkan dulu sesuatu,” ucapnya sambil mengacungkan sebuah botol kecil berisi cairan seperti kayu putih. Lalu mengoleskan isinya pada si Ujang. Si Ujang disuruh memegang bola api yang sejak tadi menyala di samping si Bapak. Tapi tangan si Ujang tak terbakar sama sekali.

“Nah, kalian ingin kebal seperti si Ujang ini?” Tanya si Bapakdari pengeras suara.

“Mauuu!” Koor suara anak-anak seusia Mada yang bergerombol di dekat tempat duduk si bapak.

Lalu Si Bapak menawarkan ramuan itu untuk dibeli. Ia menjualnya seharga sepuluh ribu. Mada ikut tergiur, saat melihat beberapa orang dewasa dan anak-anak mengeluarkan uang untuk membeli. Mada ingin membeli juga. Serta merta tangannya merogoh kantung celananya. Ia kaget, saat tanganya menyentuh selembar uang.Barulah ia ingat, bahwa seharusnya ia membeli daun pisang.

Susah payah Mada kembali menyelinap hendak keluar dari kerumunan itu. Pikirannya tertuju pada Mama yang menyuruhnya membeli daun. Tapi ia juga sangat ingin membeli ramuan itu agar bisa pamer kekebalan di depan teman-teman sekolahnya. Mada bertekad untuk kembali ke arena ini setelah membeli daun dan menyerahkannya pada Mama.

Usai membeli daun, Mada terburu-buru mengayuh sepedanya agar segera sampai di rumah. Tapi lagi-lagi ia tertarik melihat sebuah keributan kecil para ibu dan beberapa anak seusianya. Ternyata mereka sedang menangani seorang anak yang tangannya melepuh setelah mencoba ramuan ajaib dan mencoba menyentuh api. Mada ingat, anak itulah yang tadi berdiri di dekatnya dan begitu semangat membeli ramuan. Diam-diam Mada bersyukur tak sempat membeli obat. Tapi Mada tetap deg-degan, bagaimana ia harus menghadapi Mama yang tengah menunggunya membeli daun pisang.

Tiba di rumah, Mada langsung meminta maaf pada Mama dan berjanji tak akan mengulangi lagi perbuatannya. Melupakan tugas demi kesenangan sendiri.

“Mama betul-betul kecewa,” ucap Mama sambil memotong pepes tahu yang Mama cetak di loyang.

Kali ini Mama tidak memarahinya, padahal Mada telah siap-siap mengahadapi kemarahan Mama.

“Seminggu ini, Mama tak akan meminta bantuan Mada. Karena ternyata, Mada belum bisa diberi tugas.”

Deg!

Keputusan Mama betul-betul membuat Mada menyesal. Tapi mau bagaimana lagi, semuanya sudah terlanjur. Mada bertekad untuk menebus kesalahannya ini dengan belajar tertib dan tak mudah tergoda.

NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community (sertakan link akun Fiksiana Commnuity sebagai berikut ini : http://www.kompasiana.com/androgini Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community: http://www.facebook.com/

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun