Mohon tunggu...
willem wandik
willem wandik Mohon Tunggu... Anggota DPR RI -

Selanjutnya

Tutup

Politik

New Paradigm: Kembalikan Otsus Papua ke Jakarta dan Komitmen untuk Menutup Freeport

13 Maret 2016   16:08 Diperbarui: 13 Maret 2016   16:35 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="“Telah Lama Dana Otsus Dijadikan Alasan Jakarta Memonopoli Pengelolaan Sumber Daya Alam di Tanah Papua, Termasuk Tidak Memberikan Hak Kepemilikan Freeport Ke Rakyat Papua Melalui Pemda Papua. Disatu Sisi Penikmat Dana Otsus Bukanlah Orang Asli Papua, Melainkan Jaringan Pengusaha Nasional yang Memanfaatkan Alokasi Dana Otsus untuk Berbisnis Pengadaaan Barang dan Jasa di Pemerintah Daerah”, sumber: willemwandik.com gallery"][/caption]

Wakil Bangsa Papua – Keberadaan Otsus Papua kembali dipersoalkan oleh elit Jakarta, sebagai kebijakan anggaran yang tidak efektif memberantas kemiskinan di Tanah Papua. Pendapat itu justru dibenarkan oleh sebagian besar rakyat di Tanah Papua, dimana otsus papua telah gagal mensejahterakan rakyat Papua. Ucapan dari seorang menteri di kabinet kerja Jokowi, harus diapresiasi telah membuka wacana rakyat Papua untuk mengembalikan otsus ke pihak Jakarta dan membuktikan realitas kebijakan otsus tahun 2001 sebagai produk kebijakan yang gagal dan salah sasaran.

Penilaian kegagalan otsus oleh elit pusat maupun oleh rakyat Papua, sejalan dengan realitas yang ditemukan dalam praktek otsus di Tanah Papua, yang menunjukkan mayoritas anggaran otsus justru dinikmati oleh bukan orang asli Papua. Dana yang diklaim besar masuk ke Papua melalui alokasi dana otsus justru menjadi proyek bancakan jaringan pegusaha nasional yang mengakar hingga ke Tanah Papua. Mereka memiliki modal yang besar yang memenuhi kualifikasi dalam memenangkan tender pengadaan sejumlah kebutuhan belanja barang dan jasa yang sumber pendanaannya berasal dari dana otsus.

Dalam aspek alokasi anggaran, Gubernur Papua pada saat ini telah menginisiasi reformasi penggunaan anggaran yang dipandang tidak adil bagi daerah Kabupaten/Kota, dimana gubernur Lukas Enembe telah berupaya merubah komposisi pengelolaan dana otsus yang sebelumnya di dominasi oleh Provinsi sebesar 90% dan 10% lainnya di distribusikan ke daerah Kabupaten/Kota, yang kemudian diformulasikan kembali untuk memperkuat peran Kabupaten/Kota sebagai ujung tombak pelaksanaan dana otsus dan pembangunan di daerah dengan format 10% untuk Provinsi dan 90% untuk Kabupaten/Kota. Harapannya adalah agar dana yang digunakan oleh Kabupaten/Kota akan lebih besar untuk mencapai target pembangunan di seluruh daerah Papua. Namun faktanya reformulasi anggaran otsus tersebut dihadapkan pada permasalahan yang sama dengan format yang sebelumnya yaitu tidak penting seberapa besar dana yang disediakan untuk menyuplai anggaran di daerah-daerah, justru sumber masalahnya terletak pada kebutuhan penyediaan belanja barang dan jasa yang tidak murah/ atau berbiaya mahal, menjadi kunci persoalan yang dihadapi oleh seluruh Pemerintah Daerah yang ada. Hal ini mempengaruhi rendahnya kuantitas dan kualitas pembangunan yang bisa di dorong oleh Daerah melalui dana dana transfer pusat.

Salah satu sumber masalah yang dihadapi oleh Tanah Papua adalah inflasi harga harga yang terlampau mahal. Hal ini mempengaruhi belanja barang dan jasa Pemerintah Daerah. Yang lebih parah lagi, suplai kebutuhan barang dan jasa, mayoritas di pasok dari luar Papua, dengan tender-tender proyek pengadaan yang dikuasai oleh jaringan pengusaha nasional.

Nilai keekonomian belanja barang dan jasa dari luar Papua yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, tidak berdampak secara nyata memperbaiki kehidupan masyarakat asli Papua, justru menjadi lahan bisnis yang menguntungkan bagi pengusaha nasional dan orang orang diluar papua.

Kondisi ini tidak dipahami secara utuh oleh penyelenggara negara di Pusat. Mereka selalu menyalahkan pelaksanaan Pemerintahan di daerah sebagai sumber masalah yang dipandang oleh mereka, tidak pernah menuntaskan masalah kesejahteraan di Tanah Papua. Padahal cost belanja pemerintah daerah begitu sangat mahal, dan banyak dimanfaatkan oleh jaringan pengusaha nasional yang turut mengambil keuntungan bisnis dari peluang anggaran yang hadir di Tanah Papua.

Jangan samakan hambatan yang dihadapi oleh Tanah Papua dengan Makassar, dimana distrubusi logistik ke wilayah Makassar jauh lebih baik dan berbiaya murah dibandingkan kiriman logistik ke wilayah Papua. Jika sektor ekonomi masyarakat mengalami hambatan akibat high cost dalam distribusi logistik, tentunya keadaan yang sama akan berlaku pada sektor belanja Pemerintah Daerah. Inilah yang terjadi terhadap seluruh belanja Pemerintah Daerah di Tanah Papua.

Apa hubungan belanja barang dan jasa Pemerintah Daerah dengan alokasi dana otsus? Mengetahui hubungan antara keduanya akan memudahkan para pengambil kebijakan di Jakarta mengevaluasi pelaksanaan otsus di Tanah Papua. Sebagai contoh alokasi dana otsus untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di seluruh daerah Kabupaten/Kota di Tanah Papua yang membutuhkan obat-obatan yang cukup, fasilitas medis yang memadai, dan kebutuhan operasional tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan di seluruh pelosok daerah di Tanah Papua. Alokasi anggaran sangat penting untuk memenuhi kebutuhan penyediaan fasilitas medis dan obat obatan yang ditujukan untuk pelayanan kesehatan. Sayangnya, industri farmasi dan fasilitas medis penunjang harus didatangkan dari Pulau Jawa dengan mekanisme tender yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. Dengan kualifikasi kontraktor-kontraktor luar yang memiliki modal yang kuat, seringkali memenangkan tender tender proyek pengadaan farmasi dan fasilitas medis penunjang di seluruh wilayah Kabupaten/Kota di Tanah Papua. Alokasi anggaran untuk memenuhi kebutuhan kefarmasian dan fasilitas medis penunjang mencakup 60-80% dari kebutuhan anggaran yang dihabiskan dalam alokasi anggaran yang tersedia di sektor kesehatan tersebut (ini baru sektor kesehatan, bagaimana dengan sektor lainnya?).

Belum lagi kebutuhan infrastruktur kesehatan yang terdiri dari kebutuhan sarana dan prasarana kesehatan yang membutuhkan alokasi dana yang ternyata tidak berbiaya murah. Pola yang sama juga terjadi dalam pembangunan infrastruktur kesehatan yang dilakukan keseluruh Kabupaten/Kota di Tanah Papua, mahalnya biaya logistik belanja material yang didatangkan dari luar Pulau, juga menjadi masalah dalam mengeksekusi pembangunan infrastruktur kesehatan berbiaya murah yang dapat memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di Tanah Papua.

Dalam kasus penyediaan layanan kesehatan tersebut, pada akhirnya tidak banyak yang bisa dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk memanfaatkan alokasi pendanaan yang di transfer oleh Pusat. Dibalik persoalan yang dihadapi oleh daerah, justru para elit Jakarta terus mempersoalkan alokasi dana otsus yang diklaim besar oleh mereka kedalam isu yang menyudutkan Pemerintah Daerah, sebagai pihak yang tidak mampu mengelola dana otsus sesuai kehendak mereka. Hal itu terlihat dalam kurun waktu pemberlakuan dana otsus sejak undang undang otsus diberlakukan di Tahun 2001 sampai pada tahun 2016 ini, pihak Jakarta selalu mencibir performa Pemerintah Daerah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam penyalahgunaan dana otsus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun