Pers memiliki peran yang sangat penting dalam masyarakat mulai dari penyalur media informasi, hiburan, hingga penyambung lidah masyarakat. Pers dapat diartikan sebagai Lembaga atau orang yang bergerak dalam mempublikasikan berita. Oleh karena itu, berita-berita yang dipublikasikan oleh pers harus actual dan kredibel agar mendapat kepercayaan dari masyarakat. Namun, kenyataannya saat ini banyak media yang dikuasai oleh segelintir konglomerat atau pemodal besar yang membuat media dikendalikan oleh sistem kapitalis yang memprioritaskan keuntungan daripada fungsi sosial seperti informasi yang objektif dan demokrasi.
Sistem industri media yang dikendalikan oleh kepentingan kapitalis inilah yang disebut kapitalisme media. Dengan dominasi kepentingan ekonomi, menyebabkan pers kehilangan integritas di mata publik. Kapitalisme media ini bisa melemahkan demokrasi karena media hanya fokus mengejar profit, sehingga pengawasan terhadap pemerintah bisa melemah. Investigasi yang mendalam pada korporasi dan pemerintah juga akan dihindari guna menjaga hubungan bisnis yang baik. Fenomena ini terjadi di tingkat global seperti di AS dan Eropa, tetapi juga terasa di Indonesia dimana media nasional kerap terjepit antara idealisme dan tuntutan ekonomi.
ESPN, media olahraga terbesar di AS milik Disney pernah dituduh menghindari kritik terhada liga-liga olahraga besar seperti NFL dan NBA untuk mempertahankan hubungan bisnis yang baik. Â Pada 2017, seorang komentator ESPN dipecat karena mengkritik kebijakan politik China. Ini merupakan isu yang sensitif bagi Disney yang ingin mempertahankan pasar filmnya di China. Dalam laporan berita Edelman pada tahun 2025, ditunjukkan bahwa kepercayaan publik terus menurun pada media dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Contoh lainnya dimana tekanan terhadap media dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap pers bisa dilihat pada kasus teror yang terjadi di kantor redaksi Tempo baru baru ini. Kantor redaksi Tempo kembali mendapat kiriman kotak berisi bangkai tikus yang dipenggal, setelah sebelumnya paket potongan kepala babi. (BBC, 2025). Peristiwa ini semakin menegaskan bahwa kondisi pers nasional sedang tidak baik-baik saja. Intimidasi terhadap jurnalis ini tentu menggerus kepercayaan publik terhadap media karena media tidakk lagi dipandang sebagai alat pengawas kekuasaan, melainkan institusi yang tunduk pada tekanan faktor eksternal.
Turunnya kepercayaan publik terhadap pers tentunya juga menimbulkan konsekuensi. Masyarakat publik akan beralih ke media alternatif tanpa verifikasi yang rentan memberikan berita berita hoaks. Publik juga cenderung melihat berita yang sesuai dengan keyakinan mereka sehingga memperkuat bias yang sudah ada. Tidak hanya itu, demokrasi juga akan terganggu karena tidak adanya pengawasa yang ketat pada pemerintah.
Untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap media, diperlukan adanya upaya konkret. Idealisme wartawan harus kembali menjadi fokus utama dalam proses jurnalistik. Fazri, Hidayati, dan Maulida (2021) menunjukkan bahwa idealisme wartawan, seperti keberanian untuk mengungkap kebenaran meski menghadapi risiko ekonomi atau politik adalah benteng terakhir dalam melawan degaradasi media. Di tengah logika kapitalisme yang mencari keuntungan dengan menuntut clickbait dan kepentingan sponsor, wartawan harus tetap berpegang pada prinsip independensi dalam menjaga kredibilitas media.
Lebih jauh lagi, perubahan juga perlu terjadi pada model bisnis media. Ketergantungan eksklusif pada iklan telah membentuk insentif yang merusak kualitas pemberitaan. Media perlu mengeksplorasi alternatif seperti langganan pembaca, dukungan publik, atau kolaborasi dengan lembaga nirlaba untuk mendanai jurnalisme berkualitas. Tanpa inovasi struktural semacam ini, media akan terus terjebak dalam siklus komersialisasi yang merusak kepercayaan masyarakat.
Kapitalisme media telah menciptakan dinamika yang kompleks dalam dunia pers. Kepentingan ekonomi menjadi prioritas utama dan sering kali mengabaikan kepentingan publik. Ketergantungan pada iklan dan sponsor menurunkan kualitas berita pada masyarakat dan melemahkan demokrasi. Teror terhadap kantor redaksi Tempo sudah menjadi contoh nyat bahwa tekanan terhadap integritas pers tidak hanya berasal dari tekanan ekonomi, tetapi juga dari bentuk intimidasi secara langsung.
Jika situasi ini terus dibiarkan, media akan kehilangan legitimasinya sebagai pilat demokrasi dalam masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan adanya usaha kita bersama untuk menghidupkan kembali idealisme wartawan dan memperbarui model bisnis media agar lebih berkelanjutan dan independent. Mengembalikan kepercayaan publik bukanlah tugas yang mudah, tetapi ini merupakan sebuah keharusan. Tanpa adanya media yang kredibel, masyarakat akan kesulitan mendapatkan akses terhadap informasi yang benar dan negara akan kehilangan salah satu fondasi penting dalam pilar demokrasinya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI