Mohon tunggu...
Wild Dove
Wild Dove Mohon Tunggu... -

I will fly high to reach the limit

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pada Irama Kentut (Kentutlah Selama Kentut Masih Boleh di Mana Saja)

1 Oktober 2011   01:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:27 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="attachment_138530" align="aligncenter" width="300" caption="http://www.androidzoom.com/android_applications/adult/fart-concert-lite_ofoa.html"][/caption] Jujur dan langsung saja ya, aku sedang tak ingin berbasa basi siang ini. Rasa malas dan mual pula muak masih mendung di buncahan dadaku, belum lagi busuk yang tercium oleh keseksian hidungku yang bertindik subang berlian nan berkelip.

Aku teramat, malah mungkin amat sangat heran dengan bau kentutmu, yang kau kata bermandikan harta duniawi. Padahal apa beda antara harkatmu dan derajatku pada bidang perkentutan.

Tadi pagi aku cuma sarapan nasi uduk dengan lauk semur jengkol kesukaanku, yang kau kata kampungan, sambil kau banggakan roti berlapis keju busuk dengan harga menjulang. Sunguh aneh, tetap saja kentutku lebih merdu berbunyi di antara tebar aroma busuk kentutmu.

Belum habis masalah makanan dan bau kentut yang kau produksi, timbul lagi penyakitmu. Kali ini kau berkotbah pada pidato santunmu tentang kesusilaan. Tentang haramnya perselingkuhan.

Duhai kekasih budiman, aku adalah gundikmu yang semalam kau gumuli dan pagi tadi sempat pula kau nodai dengan gas busukmu, masih berani kau berkicau dengan kata berdosa. Apa tak pernah ada malu yang menyeruak di benakmu? Berani kau berkoar pada jamuan makan itu tentang arti martabat lelakimu sambil kau tepuk pantatku yang membukit bulat dan kau kata songgeng itu.

Bingung. Aku terbingung bingung kala kau ucap bunyi kentut mencerminkan derajat hidup. Kau banggakan kentutmu yang nyaring, senyaring koarmu yang kau semburkan demi kesejahteraan orang banyak. Padahal kau lupa, tadi siang kau ajak aku ke toko berlian kolegamu lalu kau mintakan kalung berlian ini, yang kau kata bagai upeti karena jasamu meloloskan pajak yang digelapkan. Lalu; pesssssttttt (bunyi kentut yang cuma angin saja) kau kentut dan sungguh telur busukpun jauh lebih wangi dari kentutmu.

Lalu aku bangkit dari dekapanmu, lalu kubuka sedikit kakiku, sambil kupantati mukamu, lalu; putttt (suara kentut yang berbunyi lembut dan halus). Kau tau duhai budiman bermulut durjana, aku mungkin sundal tak berkelas sepertimu, namun dalam hal perkentutan, aku jauh lebih jujur. Irama kentutku, tak pernah menutupi dan bertopeng. Irama kentutku jauh lebih tanpa busuk tersebar.

Dan aku bangga, karena kentutku tak pernah menipu harkat banyak orang yang kau rampas dengan bermodalkan busuk mulut dan kentutmu.

Lalu akupun kentut lagi, sambil tetap kupantati mukamu.

Lega

…

originally by Wild Dove

hkg, 260611

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun