Mohon tunggu...
Wijaya Kusumah
Wijaya Kusumah Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger Indonesia

Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perlukah Kurikulum Gempa di Sekolah Kita?

10 Februari 2023   07:44 Diperbarui: 10 Februari 2023   07:53 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal yang penting dari kata "Waspada" adalah 5 W+1H
- Apa yang harus dilakukan
- Kapan harus melakukan
- Mengapa harus sekarang
- Siapa saja yang harus melakukan
- Kemana kudu evakuasi
- Bagaimana proses evakuasinya

Kalau 1 RT saja sudah bisa punya jawaban itu dan sepakat (nanti disesuaikan dengan rencana kontigensi) berarti awareness-nya bagus. Namun, kenyataannya tidaklah seperti itu. Kita memang perlu kurikulum gempa agar anak-anak sudah tahu informasinya.

Seorang kawan bercerita kepada Omjay.

Ketika masih kerja dulu, saya terbiasa ikut simulasi bencana yang dilakukan kantor, salah satunya adalah "Berapa lama waktu yang diperlukan untuk sampai ke tempat evakuasi?" Kebetulan posisi kantor saya diapit pantai dan bukit. Jadi setelah gempa, dalam 15 menit harus sudah berada di titik kumpul di atas bukit yang sudah ditentukan tidak terjangkau tsunami.

Ini sebuah kisah nyata. Ketika tsunami Banten karena runtuhan Anak Krakatau, PJB sedang mengadakan acara di tepi pantai, yang sayangnya panggungnya membelakangi pantai sehingga saat tsunami senyap (tsunami yang tidak diawali gempa besar) banyak korban berjatuhan akibat terlambat merespon.

Ini diluar kondisi EWS yang tidak berfungsi.Juga jangan sampai EWS yang tidak disertai rencana kedaruratan malah menjadi pemicu banyaknya korban.

Di Banten kala itu, banyak korban akibat kecelakaan. Orang panik berlarian kesana kemari, tertabrak mobil dan kendaraan yang juga hilang arah.

Khusus aktivitas Anak Krakatau, biasanya sebelumnya sudah ada himbauan untuk menjauhi area pantai selama kondisi siaga, karena aktivitas Anak Krakatau itu aktif terus.

Kejadian di Banten itu awalnya gempa-gempa kecil, lalu merontokkan sebagian dinding kawah, mendorong longsorannya ke laut sehingga terjadi tsunami kecil (itu ukurannya kecil kalo dari ilmu seismologi. Jadi bukan dari aktivitas vulkaniknya.

Sehingga kurang terdeteksi seismograf dan TWS. Biasanya selama aktivitas Anak Krakatau mulai aktif dan naik, biasanya sudah ada woro dulu untuk pelayaran, penyebrangan dan aktivitas warga di sekitar pantai. Posisi kantor saya dulu kan di daerah Panjang - Bandar Lampung jadi biasanya seluruh perusahaan di daerah seputaran pantai diberikan info waspada oleh pemda Lampung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun