Membangun Kekuatan Menulis Guru Secara Kolaborasi.
Alhamdulillah sudah sampai rumah di Bekasi. Rumah sangat sepi sekali. Anak dan istri sedang berlibur di pangandaran yang asri.
Sambil mengisi kolam ikan yang surut airnya. Saya menuliskan ini. Judulnya membangun kekuatan menulis guru secara kolaborasi.
Sungguh saya salut dengan semangat guru dalam menulis. Namun semangat saja tidak cukup. Perlu kekuatan kolaborasi  dan kebersamaan dalam menulis secara kolaborasi. Salah satunya kemampuan untuk membaca karya tulis orang lain. Sebab menulis dan membaca adalah sebuah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Membangun kekuatan menulis guru harus dibangun dari diri sendiri sebagai seorang pendidik.
Pendidik bukan pemburu. Â Dia adalah orang yang memberikan ilmu dan bukan orang yang mengejar selembar sertifikat untuk bisa naik pangkat.
Seorang pendidik akan berusaha terus belajar sepanjang hayat. Kenaikan pangkat adalah bonus dari apa yang sudah dikerjakannya.
Workshop penyusunan buku ajar dan pengayaan baru saja usai di dunia nyata.  Hampir semua peserta sudah kembali ke rumah masing masing. Namun belajar di dunia maya belumlah usai. Sebab kita punya pekerjaan rumah untuk menulis dan menerbitkan  buku bersama. Saya menyebutnya buku keroyokan.
Setiap guru mengirimkan sebuah artikel minimal dua lembar dan boleh lebih. Bila ada 100 orang guru yang mengumpulkannya, maka akan ada sekitar 200 halaman yang bisa diterbitkan menjadi buku yang menginspirasi.
Kuncinya hanya satu. Anda harus fokus dan mulai duduk sebentar untuk menulis. Mulailah dari alinea menyapa pembaca lalu sedikit demi sedikit menuangkan ide ide segar anda ke dalam bentuk tulisan. Kalau sudah 700 kata anda boleh berhenti dan membuat alinea penutupan. Namun bila anda merasakan ingin terus berlanjut, paksa pembaca dengan tulisan anda yang menarik dan memikat hati.
Tujuan guru membuat buku agar ilmu yang dimilikinya sampai di hati pembaca. Mereka mendapatkan pencerahan baru dari apa yang telah dibacanya.