Mohon tunggu...
Wijanarto
Wijanarto Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Sejarah Alumnus Magister Sejarah Undip Semarang

#mencintai sejarah #positiv thinking# niku mawon {{{seger kewarasan}}}

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Binadji Tjokroamidjojo: Martir Revolusi Kemerdekaan

14 Maret 2020   13:05 Diperbarui: 14 Maret 2020   13:17 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Binadji Tjokroamidjojo (Dok. Keluarga)

5. Putra kembar yang lahir pada bulan Februari 1948 masing-masing Binaradji Nurushuhudi dan Bin Ichlas Adji.

Dalam kondisi transisi politik lokal di Kabupaten Brebes, selain sebagai Jaksa, Binadji mendapatkan tugas tambahan sebagai Ketua Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID). Ini semacam parlemen lokal sebagai bagian dari perpanjangan KNI Pusat yang terbentuk pada 3 September 1945 dan disempurnakan 27 September 1945. KNID Brebes ini lah yang mengangkat Kyai Haji Syatori sebagai Bupati Brebes menggantikan Sarimin Reksadihardja. Dalam perkembangan berikutnya Ketua KNI Daerah Brebes diserahkan kepada Kartohargo seorang nasionalis dan Ketua Barisan Pelopor Kabupaten Brebes. Kartohargo sebelumnya adalah Wakil Ketua KNID Brebes. Beberapa anggota KNID Brebes lainnya dr. Mohammad Nazarudin, Maksum Hr, Soegeng, Imam Sahadat, Soemarno, Soenggono, Kartadi , Mohammad Saleh serta Nyonya Mardjono.

Tentang pergantian ini, Binadji pernah mengungkapkan adanya polarisasi kekuatan revolusioner dengan kaum pangreh praja. Menurutnya kaum revolusioner mendapatkan sokongan dari kaum muda yang beringas. Bahkan ketika ditanyakan pada pribadinya soal pandangan minor terhadap dirinya dan Bupati Sarimin, Binadji tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan. Kompleksitas revolusi sosial dan posisi Binadji sebagai golongan pangreh praja membuatnya berada dalam posisi yang menyebabkan tudingan negatif tak hanya dari masyarakatnya sendiri namun juga kelak dari pemerintahan Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Binadji berada dalam pusaran turbulensi politik. Posisi dan status sosialnya menjadi sasaran empuk bagi mereka yang menggeneralisasikan pribadinya sebagai kelompok status quo.

Padahal jika melihat jejak rekam kehidupan, Binadji merupakan kaum pangreh praja profesional yang pernah aktif dalam pergerakan kebangsaan etnonasionalistik.Binadji pernah menjadi anggota Jong Java. Sebuah pergerakan kaum muda Jawa yang mencita-citakan kemajuan dan perubahan. Setelah menjadi pangreh praja, Binadji turut dalam organisasi Vereeniging Ambtenaren Indlandsch Besturen (VAIB) yang berdiri pada 13 Maret 1915. VAIB merupakan perkumpulan kaum pangreh praja pribumi.Dipilihnya organisasi ini menunjukkan arah Binadji yang berkhidmat dalam organisasi profesi dan bukannya organisasi politik pergerakan kebangsaan.

Martir Revolusi

Selain menghadapi turbulensi revolusi sosial Tiga Daerah, Binadji mengalami gejolak pasca revolusi 1945, yakni datangnya pemerintah kolonial Belanda yang berkeinginan melanjutkan kolonisasi di Indonesia. Mereka memanfaatkan datangnya Sekutu pada bulan September 1945 dan berniat mendirikan pemerintahan Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Serangkaian konflik mengemuka saat hadirnya Sekutu dan Belanda yang turut mendompleng. Upaya meredam konflik tersebut ditengahi oleh Sekutu melalui serangkaian perundingan perdamaian. Salah satunya adalah penandatanganan perundingan Linggajati Maret 1947.

Sementara itu posisi Binadji sesudah peristiwa Tiga Daerah dipulihkan. Ia tidak lagi menjabat sebagai Jaksa melainkan sebagai Wedana Brebes. Tidak seperti Bupati Brebes, Sarimin Reksadihardja yang didaulat turun, Binadji terselamatkan. Konon ini berkat jaminan ulama Brebes, KH Abbas Abdullah. Namun kenyataannya itu tidak berlangsung lama. Jabatan Wedana Brebes hanya berlangsung 10 Desember 1945. Selanjutnya Binadji dinonjobkan sebagai staf Bupati. Ini sebagai konsekuensi Binadji yang dianggap kaum revolusioner sebagai golongan old order. Tanggal 22 Desember 1945 oleh Wakil Residen Pekalongan, Soeprapto, Binadji diposisikan kembali sebagai Wedana Brebes. Dari Wedana Brebes, Binadji pada tanggal 6 Januari 1946 diangkat sebagai Ketua KNID Brebes kembali. Memasuki tahun 1946, wilayah Republik Indonesia menghadapi cobaan saat Belanda berhasrat melakukan pendudukan atas wilayah Indonesia.

Serangkaian perundingan telah difasilitasi Sekutu untuk meredam konflik antara Indonesia dengan Belanda seperti perundingan Hoge Veluwen 14-24 April 1946 serta perundingan Linggajati yang dimulai bulan November 1946 hingga disepakati bulan Maret 1947. Namun perundingan Linggajati diingkari ketika NICA dibawah komando H.J Van Mook pada tanggal 21 Juli 1947 melancarkan Agresi Militer I dan terikat lagi dengan Linggajati. Pasukan NICA bergerak cepat menguasai kota-kota strategis di Sumatera dan Jawa. Dari Bandung, NICA menguasai Cirebon dan bergerak ke arah timur menuju Losari. Losari dikuasai tanggal 23 Juli 1947.

Di Brebes, Bupati Brebes KH Syatori memompa semangat perlawanan melalui khutbah Jumat. Untuk memperlambat gerak pasukan NICA di kota Brebes, Syatori memerintahkan pengeboman jembatan Pemali. Pengeboman dibantu laskar Hizbullah. Usaha itu tidak menghalangi gerak pasukan NICA. 26 Juli 1947 kota Brebes dikuasai. Sebagai pusat komando, adalah kompleks Kodim 0713 Brebes yang sekarang ini. Sementara itu pemerintahan Republiek dibawah KH Syatori telah berpindah ke Wangandalem. Termasuk di dalamnya keluarga Binadji turut serta dalam pengungsian.

Untuk memulihkan pemerintahan, NICA telah melakukan langkah-langkah antisipasi pemulihan pemerintah di wilayah pendudukan termasuk di Kabupaten Brebes, NICA telah membentuk pemerintahan Regeering Commisioner Binnelands Bestuur (RECOMBA). Syatori dan Binadji memilih dengan jawaban memindahkan pusat pemerintahan Brebes ke wilayah desa Wangandalem. Tercatat pemerintah Kabupaten Brebes selama tahun 1947-1949 memindahkan ibukota dari Wangandalem ke Padasugih, kemudian ke Krasak dan terakhir di Ciputih kecamatan Salem. Jadi dengan demikian di Brebes terdapat 2 pemerintahan. Pertama pemerintah Republik dengan Bupatinya KH Syatori dan Ketua KNID, Binadji. Kedua pemerintah Recomba dengan Bupati Raden Awal dengan patihnya RM Soemarja.

Kedudukan pemerintah Republik mendapat sorotan dan pengawasan dari pemerintah NICA di Brebes. Ini terbukti dari upaya pemerintahan NICA memburu Syatori dan Binadji. Detik-detik penangkapan Binadji dikisahkan oleh putra sulunya Bintoro Tjokroamidjojo dalam otobiografinya :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun