Mohon tunggu...
Dwi Pakpahan
Dwi Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Perempuan

WNI

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kau Menghilang

27 Desember 2020   23:15 Diperbarui: 28 Desember 2020   00:09 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


   Kau katakan menyukai laut. Kau senang melihat ombak yang menghampiri laut, kau tak pernah bosan melihat pemandangan laut. Kau suka berenang di laut daripada di kolam renang.

   Kau bilang selalu terpesona dengan keindahan laut dan kau ingin mengajakku untuk menemanimu melihat matahari terbenam di tepi pantai. Itu kudengar ketika kau berbicara dengan adikku sebelum kau melepaskanku pergi menuntut ilmu ke luar kota. Waktu itu aku terpaku diam tak percaya, ternyata kau menyimpannya selama ini.

   Kini aku datang lagi ke kotamu, dengan perasaan rindu yang meluap, aku ingin bertemu denganmu. Kita sepakat untuk bertemu di laut di kota Sabang, laut yang begitu indah. Aku ingin mewujudkan keinginanmu untuk melihat matahari terbenam bersamaku. Aku telah datang Vano namun semua terlambat.

   Tak kusangka, akibat perjalanan yang macet menyebabkanku tak bisa bertemu denganmu untuk selamanya. Ternyata hidup tak mengizinan kita berdua untuk menikmati keindahan laut bersama-sama. Hanya setengah jam Vano, aku terlambat, dan itu akhir segalanya. Perpisahan yang menyedihkan.

   Airmata terus mengalir di pipiku tanpa dapat kubendung lagi. Mataku pun telah sakit. Aku tak tahu berkata apa. Aku masih berdiri di tepi laut menatap ke depan dengan perasaan hancur. Mengapa kamu tak menungguku Vano? Mengapa? Aku marah bercampur sedih.

   "Mbak, sudahlah. Jangan menangis lagi. Semua telah terjadi," adikku Rara menepuk bahuku pelan.

   "Mbak, menyesal Ra, seandainya saja aku tidak terjebak macet. Seandainya saja ...," isakku pelan.

   "Tidak ada kata seandainya mbak. Semua sudah kehendak Tuhan. Ikhlaskan kepergiannya mbak. Mari kita pulang mbak, sudah malam," ajak Rara

   Kepergian, kata itu menyadarkanku bahwa kau tak akan kembali lagi Vano. Akibat aku yang terlambat setengah jam dalam perjalanan tadi pagi, kau memutuskan berenang merasakan air laut, menghabiskan waktu sambil menungguku. Siapa yang menyangka akan datang ombak besar hingga menghayutkanmu Vano. Hingga langit berwarna gelap, jasadmu tak ditemukan. Benar-benar tragis.

   Perlahan namun pasti aku berjalan mengikuti langkah Rara meninggalkan laut yang begitu kau sukai dan mencoba merelakan kepergianmu. Semua ceritamu tentang laut seolah menari di benakku. Mungkin laut akan tetap menjadi kesukaanmu Vano. Tapi bagiku laut kini akan menjadi sesuatu yang akan kumusuhi karena telah memisahkan kita.


Catatan: Cermin (Cerita mini)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun