Mohon tunggu...
Widy Nur Amalia
Widy Nur Amalia Mohon Tunggu... Menulis untuk tumbuh, berbagi untuk hidup lebih bermakna.

Saya Widy Nur Amalia, penulis komunitas yang percaya bahwa kata-kata bisa menjadi ruang penyembuhan sekaligus penghubung. Topik yang saya angkat seputar self-growth, perjalanan anak muda, kesehatan, hingga refleksi sosial dari keseharian. Melalui Kompasiana, saya ingin membangun jejak tulisan yang bisa memberi dampak positif.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pasundan dan Jawa: Dua Akar Budaya, Satu Napas Kehidupan

25 September 2025   06:19 Diperbarui: 25 September 2025   06:22 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hujan Pasundan & Beringin Jawa: Warisan Tanah yang Membentuk Karakter Kita (Dokumen Pribadi)

Pasundan dan Jawa, dua tanah, dua karakter, yang diam-diam hidup dalam tubuh yang sama. Satu memberi kelembutan, satu menanamkan keteguhan. Satu mengajarkan ramah, satu menumbuhkan tegar. Dan aku percaya, kita semua, tak peduli lahir dari tanah mana, selalu membawa warisan serupa karakter yang tumbuh dari akar budaya, lalu menemani kita dalam perjalanan hidup. Namun dalam hiruk-pikuk kota, dalam kerasnya perjuangan merantau, kita sering lupa menoleh ke belakang. Padahal, tanah asal orang tua kita, tempat mereka dilahirkan, tempat mereka ditempa tak pernah benar-benar hilang. Ia diam-diam hidup di dalam diri dalam cara kita berbicara, dalam cara kita menahan amarah, dalam cara kita bersyukur.

Menoleh ke Akar, Menemukan Diri

Setiap kali hujan turun di tanah Pasundan, aku teringat akan kelembutan yang diwariskan. Dan setiap kali melihat beringin berdiri gagah di alun-alun Jawa, aku kembali paham arti keteguhan yang membumi. Dua tanah, dua warisan, satu tubuh yang dijiwai oleh keduanya.

Mungkin, kisah kita semua pun serupa. Apa pun tanahnya, Sunda, Jawa, Minang, Batak, Bugis, atau lainnya selalu ada hujan yang menumbuhkan kita, dan ada akar yang membuat kita tetap berpijak. Karena sejatinya, kita tidak pernah sepenuhnya lepas dari tanah asal. Ia hadir dalam bahasa yang kita ucapkan, dalam sikap yang kita tunjukkan, bahkan dalam doa yang diam-diam kita panjatkan.

Tanah yang Selalu Hidup di Dalam Kita

Hidup memang bisa membawa kita jauh. Ada yang menetap di kota besar, ada yang merantau hingga negeri asing. Namun sejauh apa pun langkah pergi, tanah asal itu tak pernah benar-benar hilang. Ia tetap hidup di dalam diri, menjadi arah, menjadi pegangan, menjadi rumah yang selalu bisa kita rindukan.

Hujan Pasundan mengajarkan kelembutan. Beringin Jawa menanamkan keteguhan. Dan kita, anak-anaknya, adalah buah dari keduanya lembut sekaligus tegar, ramah sekaligus kokoh. Karena pada akhirnya, tanah bukan hanya tempat berpijak. Tanah adalah jiwa, jiwa yang membentuk siapa kita. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun