Mohon tunggu...
Widya Ningsih
Widya Ningsih Mohon Tunggu... -

Saya adalah salah satu mahasiswa salah satu perguruan tinggi yang ingin belajar menulis maap jika ada kesamaan atau perbedaan pemikiran dalam tulisan ini

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Asmara Hadi Pejuang yang Terlupakan

15 Desember 2013   23:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:53 1028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Asmara Hadi Pejuang Yang Terlupakan

Generasi muda sekarang tentunya banyak yang tidak mengenal tokoh politik dan sastrawan Asmara Hadi, karena dijaman Orde Baru namanya sengaja di tenggelamkan karena Beliau dianggap orang yang dekat dengan Soekarno. Padahal sejarah tidaklah dapat di simpangkan apalagi menyangkut sejarah berdirinya Negara Republik ini. Nama Asmara Hadi masih abadi dan tercatat dalam banyak buku-buku sejarah walau sebagian orang berusaha untuk melupakanya. Nama Asmara Hadi hingga kini masih tercatat dalam sejarah di Gedoeng Juang 45, dia bersama adiknya AM Hanafi (salah seorang pendiri laskar rakyat) adalah orang-orang yang ikut “mengarsiteki” berdirinya negara Republik Indonesia.

Asmara Hadi adalah nama pena. Nama aslinya Abdul Hadi. Selain Asmara Hadi, juga ada Ipih atau H.R. singkatan dari Hadi dan Ratna, Hadi adalah namanya sendiri, sedang Ratna adalah nama seseorang yang kelak menjadi isterinya. Asmara Hadi lahir di Bengkulu ,disebuah desa kecil bernama ulu Talo pada tanggal 8 September 1914. Meninggal pada 3 September 1976 di Bandung. Tahun 1929, melanjutkan sekolah di Jakarta, di sana tinggal bersama mahasiswa-mahasiswa  yang turut aktif dalam pergerakan kebangsaan. Kemudian pindah ke Bandung, sekolah menengah di MULO, Taman Siswa. Ia kemudian masuk partai politik dan menjadi seorang kader yang digembleng Bung Karno.

Tatkala Bung Karno pada tahun 1932 menerbitkan Fikiran Rakjat, Asmara Hadi adalah seorang tangan kananya.  Dan dari tangannyalah sajak-sajak yang dimuat majalah tersebut. Konsekuensi dari tokoh pergerakan pada waktu itu adalah pembuangan dan penjara. Tahun 1934 - 1935, Asmara Hadi ikut dibuang ke Ende bersama Bung Karno. Tahun 1937 kembali merasai dinginya hotel prodeo, demikian juga tahun 1938 dan tahun 1939, bersama Amir Sjarifuddin. Tatkala pecah perang Pasifik tahun 1941, kembali ia ditangkap dan menjadi tawanan. Bersama pemimpin-pemimpin pergerakan lain, ia berpindah-pindah penjara mulai dari Sukabumi, Garut, Jakarta, dan kembali ke Sukabumi lagi. Inilah yang kemudian melahirkan buku Dibelakang Kawat Berduri. Penyunting buku menulis begini: “Dibelakang Kawat Berduriterbitan Pemandangan, Djakarta 2602 (1942). Buku ini merupakan buku catatan selama pengarangnya (Asmara Hadi) ditawan pemerintah Belanda, ketika Perang Pasifik pecah. Peristiwanya dimulai tanggal 8 Desember 1941, yaitu saat pecahnya Perang Pasifik hingga tanggal 15 Maret tatkala pengarang dapat bebas dari Nusakambangan. Dalam buku tersebut digambarkan antara lain bagaimana pengarang dibawa P.I.D pengeledahan di rumahnya, keadaan didalam tahanan, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya serta peristiwa-peristiwa yang lain selama ditawan itu. Kisah-kisah  didalamnya diselingi pula dengan puisi.”

Asmara Hadi pernah menjadi pemimpin majalah Pelopor Gerindo (1937-1938), pemimpin redaksi majalah Tudjuan Rakjat (1938-1941), dan pengelola tetap majalah Pudjangga Baru. (hr)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun