Mohon tunggu...
Widya Apsari
Widya Apsari Mohon Tunggu... Dokter - Dokter gigi, pecinta seni, pemerhati netizen

menulis hanya jika mood

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tuhan Boleh kah Saya Minta Hapuskan Saja Agama?

1 Januari 2020   02:39 Diperbarui: 2 Januari 2020   19:25 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto dokumentasi pribadi

Natal sebentar lagi tiba, kami generasi cucu bersiap menyambut sukacita natal dengan menghias pohon natal bersama-sama di rumah eyang, bergantian kami memasang bola kelap-kelip,  boneka santa, boneka malaikat dan tidak ketinggalan hiasan bintang di puncak pohon natal. Kakak sepupu saya membantu memasangkan lampu hias di sekeliling pohon natal, dan inisiatif memberikan hiasan kapas di pohon natal, pura-puranya salju katanya. Pohon natal eyang tampak sangat cantik. 

Saya memperhatikan eyang beserta om dan tante, serta sepupu saya bersiap pergi ke kebaktian Natal. Mereka berdandan sangat rapih, terutama eyang putri, memakai kebaya dengan pandanan jarik dan selendang yang  terlihat sangat anggun, serasi dengan kondenya yang digulung dengan memakai sambungan rambut. Kata ibu saya, sambungan rambut itu adalah rambut asli eyang yang dikumpulkan setiap sisiran. Eyang putri terlihat sangat anggun.

"Sari, bantu nyapu ngepel gih!", teriak ibu saya dari dapur. "biar nanti pas pada pulang dari gereja rumah udah bersih!"

Hari Raya Natal adalah hari yang saya tunggu-tunggu setiap tahun, selain karena libur sekolah, di hari natal ini juga waktunya saya berkumpul dengan saudara sepupu yang usianya relatif berdekatan. Permainan favorit saya adalah main kartu remi dan juga petak umpet. lebih dari 10 orang cucu eyang berlarian di dalam dan di halaman rumah eyang, kami menikmati permainan yang memang baru bisa kami lakukan 1 tahun sekali ketika berkumpul bersama. 

***

Sama dengan Natal, Hari Raya Lebaran juga menjadi hari libur yang saya nantikan sewaktu kecil, karena di hari itu saya bebas dari kegiatan nyapu ngepel di rumah eyang kakung. Saya ikut ibu bapak om dan tante untuk Sholat Ied di lapangan, lalu pulang-pulang rumah eyang kakung sudah bersih, makanan hidangan lebaran sudah berjejer di meja makan, dan tentunya ada eyang kakung di kursi kebesarannya menunggu ritual sungkeman.

Ritual sungkeman ini menjadi ritual tahunan yang sangat sakral, semua saudara, tidak memandang agama apa yang kami anut, kami semua duduk di lantai, bersimpuh di paha eyang kakung secara bergantian, memohon maaf dan berkat di momen Idul Fitri. 

***

"bahagia dan damai" 2 kata yang saya bisa sebutkan setiap kali saya mengingat masa kecil saya. Masa kecil yang bahagia menikmati moment Hari Raya Natal dan Lebaran.

***

Sekarang, eyang putri dan eyang kakung sudah pergi meninggalkan kami, ibu dan bapak saya, dan juga om dan tante saya sudah menua, menjadi eyang di keluarga besar masing-masing, sepupu-sepupu teman bermain petak umpet sudah menikah dengan orang pilihannya masing-masing yang memiliki kenangan masa kecil yang berbeda-beda, memiliki anak dan mengasuh anak-anak mereka dengan cara dan gayanya masing-masing. 

Semua sudah berubah, kami yang sedari kecil memiliki ikatan darah sebagai saudara, menjalani kehidupan  dan tumbuh dalam  lingkungan yang berbeda, sekolah dan pergaulan yang berbeda, teman yang berbeda, komunitas yang berbeda, dan jatuh cinta dengan orang dengan lingkungan tumbuh yang berbeda, membuat pandangan momen Hari Raya Natal dan Lebaran menjadi berbeda.

Saya tidak bisa menilai menjadi semakin baik atau buruk, namun bila saya diminta menggambarkan 2 kata untuk momen Hari Raya Natal dan Lebaran 4 tahun belakangan ini maka kata "bahagia" tergantikan dengan kata "duka" dan kata "damai" tergantikan dengan kata "takut". Duka untuk kehilangan momen kebersamaan, bukan saja sebagai saudara, tapi sebagai sesama manusia, takut untuk merasakan tersakiti setiap hari raya tiba, larangan mengucapkan selamat hari raya, larangan mengunjugi saudara ketika hari raya. 

***

Sewaktu kecil saya beranggapan agama itu dibuat Tuhan untuk membuat manusia saling menjaga dan mengasihi satu sama lain beserta semua ciptaan Tuhan di bumi. 

Saya pikir saat ini  agama membuat orang menjadi kehilangan sisi kemanusiaan. Bahkan sekedar upaya menjaga perasaan orang lain pun sudah hilang ditelan dalil agama. Saya tidak tahu apakah ini yang Tuhan inginkan? Apakah situasi ini yang Tuhan inginkan? 

Atau jangan-jangan penafsiran agama antara manusia dan Tuhan yang berbeda?

Apakah memang kehendak Tuhan untuk melarang manusia melakukan perbuatan yang membuat orang lain senang? Sekedar mengucapkan "Selamat merayakan Natal ya" dan "Selamat Idul Fitri, maaf lahir batin ya" untuk menyenangkan orang lain juga Tuhan tidak berkehendak?

Sekedar mengunjungi saudara yang merayakan Natal atau Idul Fitri juga tidak boleh? Hanya untuk menjaga hubungan  baik antara manusia pun Tuhan menjadi murka? Sepicik itukah beranggapan silahturami boleh tapi tidak boleh ketika hari raya? Kalau begitu kenapa bilang setiap hari itu sama aja. Apa salahnya turut berbahagia atas perayaan orang lain? Menjadi otomatis murtad? Apakah Tuhan tidak sepengertian itu?

***

Jika saya boleh meminta satu hal kepada Tuhan, saya mohon kembalikan Hari Raya seperti waktu saya kecil dulu.. Saya rindu merasakan Hari Raya yang penuh kebahagiaan dan kedamaian. 

Atau jika permintaan saya itu terlalu sulit untuk Tuhan wujudkan, saya ingin berjanji 1 hal kepada Tuhan, ketika saya menikah dan memiliki anak, saya akan berupaya agar anak saya merasakan dan memberikan kebahagiaan dan kedamaian di setiap Hari Raya, Hari Raya Natal, Lebaran, Waisak, Galungan, dan Imlek.

***

Teruntuk eyang kakung dan eyang putri, terimakasih telah memberikan kenangan Hari Raya Natal dan Lebaran yang sangat indah, penuh kebahagiaan dan kedamaian.

1 Januari 2020,

Widya a.k.a Sari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun