Public Speaking Produk Pendidikan Karakter Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat
Oleh: Widodo, S.Pd
Â
Pendahuluan
Fenomena kualitas public speaking pejabat kita sering mengundang komentar kritis dari para pengamat sosial, pendidik, hingga masyarakat umum. Tidak jarang, pelajar dan anak-anak pun ikut nimbrung membicarakannya.
Pertanyaan pun muncul: mengapa ada pejabat yang begitu luwes dan berwibawa ketika berbicara di depan publik, sementara yang lain justru kerap menuai kritik? Banyak orang menghubungkannya dengan latar belakang keluarga, pendidikan formal (ijazah), dan juga lingkungan masyarakat tempat seseorang dibesarkan. Benarkah ada korelasi di antara ketiganya?
A. Menurut Pemikiran Para Ahli
Ki Hajar Dewantara menegaskan konsep Tri Pusat Pendidikan: keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dari ketiganya, keluarga adalah pusat pertama dan utama tempat seorang anak mulai belajar nilai, moral, dan budi pekerti. Inilah pondasi karakter, termasuk keberanian berbicara, cara menghargai orang lain, dan sikap hormat dalam berkomunikasi.
Bronfenbrenner (1979) melalui teori ekologi perkembangan menempatkan keluarga sebagai microsystem paling dekat yang membentuk perilaku, identitas, serta pola interaksi anak. Jika dalam keluarga anak terbiasa diajak berdialog, diberi kesempatan berpendapat, dan dihargai, maka secara alami ia akan tumbuh percaya diri dan terampil berbicara.
Hal ini juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Pasal 7, yang menyebutkan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Artinya, kemampuan public speaking bukan sekadar keterampilan teknis, melainkan bagian dari pendidikan karakter yang melibatkan seluruh ekosistem kehidupan anak.
B. Tanggung Jawab Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat Masa Kini
Keluarga menjadi sekolah pertama untuk melatih komunikasi. Orang tua yang membiasakan anaknya bercerita, membaca nyaring, atau mengemukakan pendapat dalam diskusi sederhana, sesungguhnya sedang menanamkan benih public speaking.
Sekolah melanjutkan peran itu melalui kegiatan belajar mengajar, lomba pidato, debat, maupun presentasi. Guru yang memberi ruang pada siswa untuk bertanya atau berpendapat tanpa takut disalahkan, sedang melatih keberanian sekaligus membangun karakter percaya diri. Sekolah juga bisa memberikan literasi motivasi bagaimana seorang tokoh besar yang hebat karena memiliki karakter yang kuat dan berpengaruh.
Berikut 3 literasi nama tokoh dunia yang menginspirasi:
- Ir. Soekarno -- Presiden pertama Republik Indonesia (1901--1970).
- Barack Obama -- Presiden ke-44 Amerika Serikat (lahir 1961).
- Nelson Mandela -- Presiden pertama Afrika Selatan berkulit hitam, tokoh anti-apartheid (1918--2013).
Masyarakat pun berperan. Lingkungan yang demokratis, budaya musyawarah, dan ruang-ruang publik yang terbuka akan membentuk kebiasaan anak dan remaja untuk menyampaikan gagasan secara sehat.
C. Tanggung Jawab Pemerintah
Pemerintah memiliki kewajiban menyiapkan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter dengan keterampilan komunikasi. Program seperti literasi sekolah, ekstrakurikuler debat, atau pelatihan kepemimpinan pemuda harus terus diperkuat. Lebih jauh lagi, pejabat publik seharusnya menjadi teladan komunikasi yang baik---bukan hanya retoris, tetapi juga jujur, beretika, dan membumi.
D. Tanggung Jawab Bersama Mengawal Public Speaking Berkualitas
Membangun public speaking yang bermutu adalah kerja kolaboratif. Keluarga menanam benih, sekolah menyiram, masyarakat memberi pupuk, dan pemerintah menyediakan lahan yang subur. Jika semua unsur bekerja serempak, maka kita bisa berharap lahir generasi muda yang mampu berbicara dengan santun, percaya diri, dan argumentatif. Dengan begitu, public speaking bukan sekadar keterampilan tampil, melainkan cerminan pendidikan karakter bangsa.
Penutup
Public speaking yang kuat dan berkarakter tidak lahir tiba-tiba. Ia tumbuh dari ekosistem pendidikan yang sehat: keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara. Jika sejak kecil anak diajarkan untuk menghargai kata, berani bersuara, dan bertanggung jawab atas ucapannya, maka ia akan tumbuh menjadi pribadi yang matang, bijaksana, sekaligus komunikatif.
Maka benar adanya: kualitas public speaking adalah potret dari kualitas pendidikan karakter kita bersama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI