Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Viral Pemotor "Plat AA" Acungkan Jari Tengah ke Pesepeda, Kok Bisa Sih?

28 Mei 2021   22:16 Diperbarui: 29 Mei 2021   12:59 5422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemotor mengacungkan jari tengahnya (Sumber foto: Instagram @gaya.bersepeda/@adityawanariyo)

Segala sesuatu yang bergerombol di jalan raya berisiko mengganggu kepentingan orang lain. Entah itu sepeda gowes, sepeda motor, mobil, dan juga manusia, kalau sudah bergerombol di jalan raya dan seolah-olah jalan jadi milik sendiri dan konco-konconya, adalah sesuatu yang dapat memicu kejengkelan.

Maka ketika viral sebuah foto seorang mas yang mengendarai sepeda motor berplat AA mengacungkan jari tengah ke arah rombongan pesepeda di belakangnya, sontak saya sebagai netizen dan pengguna jalan merasa bisa memakluminya. Lokasi kejadian tersebut tampak di kawasan Dukuh Atas, Jakarta.

Perkara jari tengah diacung-acungkan memang nggak sopan. Tapi jika sampai seseorang menggunakan simbol kebencian ini, pasti di kepalanya sudah mendidih dengan kejengkelan. 

Emosinya mewujud dalam acungan jari tengah, yang ketika terekam kamera sungguh jadi karya fotografi yang patut diacungi jempol (bukan jari tengah). Apresiasi buat akun instagram @gaya.bersepeda sebagai pemilik karya.

Pro dan kontra pun pecah di media sosial. Bagi pesepeda, wajar saja menyayangkan si mas pemotor, yang mereka anggap sebagai arogansi.

Sebaliknya, bagi pihak yang berada di sisi lain, si mas itu mendadak jadi sosok hero. Mereka merasa terwakili dengan berbagai alasan di baliknya.

Bisa jadi karena pernah merasakan hal yang sama di jalan saat bertemu rombongan pesepeda yang memenuhi jalanan. Bisa jadi pula karena merasakan kesamaan latar belakang, yakni sama-sama punya kendaraan dengan plat AA yang notabene berasal dari daerah eks-karesidenan Kedu di Jawa Tengah. 

Maka netizen warga Magelang, Temanggung, Wonosobo, Purworejo dan tentunya Kebumen, seolah perlu membela si mas pemotor.

Mungkin, terbersit pula alasan yang membawa-bawa level ekonomi yang berbeda. Pesepeda digambarkan sebagai kelompok orang kaya yang punya hobi mahal, sedangkan pemotor dengan Honda Beat tersebut menggambarkan kalangan kebanyakan yang masih nyicil di leasing dan sering menunggak pajak kendaraan bermotor.

Ya, perkara ini bahkan sempat pula ditelisik netizen yang mengungkap data berdasarkan plat nomor itu. Si masnya konon menunggak pajak kendaraan dua tahun.

Ealah, lha kok sama dengan saya, nunggak pajak motor dua tahun, dan kebetulan baru saya bayar siang tadi. Alasan nunggaknya kenapa sih? Pastinya karena pandemi dong, malas keluar rumah jauh-jauh kecuali untuk kerja. Apalagi harus keluar kota atau mudik untuk bayar di Samsat. Mungkin mas Plat AA juga patuh dengan larangan mudik, sehingga tidak sempat bayar pajak.

Well gaes, semua alasan di atas memang cocok mewakili perasaan saya yang terpendam. Tapi gini deh...

Kejadian ini pasti bukan sekali ini saja terjadi di jalan raya. Situasi jalanan bisa bikin siapapun emosi, walau tidak dibenarkan.

Kejadian pesepeda versus pemotor. Pesepeda versus bus. Pemotor versus mobil pribadi. Mobil versus pesepeda, hingga pejalan kaki versus semua yang pakai kendaraan. Semua "duel" itu kerap terjadi.

Sangat gampang menemukan orang hampir berantem atau saling caci maki dan teriak di jalanan, terutama di Jabodetabek.

Saling berempati adalah kuncinya. Namun regulasi terkait hal ini harus segera diimplementasikan.

Sudah sering digembar-gemborkan Jakarta bakal memiliki jalur sepeda khusus. Tapi hingga saat ini, jalur sepeda yang masih dalam tahap uji coba tampaknya belum bisa menjadi solusi permanen. 

Pesepeda masih banyak yang enggan menggunakannya. Ada pula pendapat yang mengkritik bahwa jalur sepeda di sepanjang Jalan Thamrin-Sudirman justru membahayakan pengguna jalan.

Ini pekerjaan rumah alias PR bagi Pemprov DKI Jakarta yang sepertinya memang tengah berupaya memberikan angin segar kepada kalangan pesepeda. Isu polusi dan kebugaran dikedepankan dengan menjadikan bersepeda sebagai gaya hidup.

Langkah Pemprov DKI bahkan sampai memberikan kesempatan agar sepeda ukuran reguler (bukan lipat) bisa ditenteng masuk MRT Jakarta, walau dengan pembatasan tertentu. Sebuah realisasi ide yang dinilai sebagian publik juga kebablasan.

Segala kebijakan fisik untuk memberikan ruang bagi pesepeda di Jakarta, seolah justru melupakan sisi riak sosial yang terjadi. Kecemburuan sosial dan tetek bengeknya yang muncul di ranah publik, sewaktu-waktu bisa meledak.

Olah raga bersepeda mendadak seolah tak lagi mewakili sebuah kegiatan yang merakyat. Itu pendapat sebagian masyarakat, dan tentunya amat debatable. Tapi munculnya sebuah pendapat yang mengemuka pastinya tak lepas dari fenomena yang ada. Tak ada asap jika tak ada api.

Harus diakui, faktanya saat ini pesepeda yang meluncur di jalanan utama Jakarta tidak akan mendapat sanksi apapun. Jika kena senggol kendaraan bermotor, maka sudah pasti publik paham siapa yang akan disalahkan. Hal-hal semacam inilah yang sangat sulit masuk di akal pengguna jalan lain dengan segala latar belakangnya.

"Plat AA, aku padamu!" teriak seorang netizen.

"Terwakilkan, we stand with you mas plat AA!" ujar yang lain.

"Plat AA, I'm with you!" tulis netizen lainnya.

Mak deg rasanya. Maklumlah saya kan pernah punya motor Plat AA. Selain itu saya juga mantan pesepeda yang pernah merasakan naik panggung menerima sepeda baru hasil menang doorprize sebuah even fun bike di Temanggung.

Ah, semua itu membuat saya kangen masa lalu. Terutama saat gowes sepeda di jalur lambat di tengah kota dan jalur pedesaan yang sepi. Untungnya, dulu tidak ada acungan jari tengah ke arah saya. Hanya lambaian tangan dan senyum ramah yang saya ingat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun