Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membangun Pertemanan Sehat, Mengatasi Toxic Friendship

10 Desember 2020   22:42 Diperbarui: 10 Desember 2020   22:49 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana seandainya kita memiliki toxic friendship atau hubungan pertemanan yang merugikan? Tentu saja yang muncul dalam hubungan pertemanan ini hanyalah efek negatif dan berpotensi membuat dampak lebih buruk jika terus dibiarkan.

Pertanyaan tersebut menjadi salah satu bahasan utama dalam sesi "Konsultasi Cara Bergaul yang Sehat" bersama psikolog Marissa Meditania yang digelar secara daring di panggung Pameran Karakter Virtual, Kamis (10/12/2020).

Sesi tersebut merupakan bagian dari rangkaian acara Pekan Untuk Sahabat Karakter (PUSAKA) 2020 yang diselenggarakan oleh Pusat Penguatan Karakter (Puspeka), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dari mulai tanggal 10 hingga 12 Desember 2020. Tema besar yang diusung pada PUSAKA 2020 adalah "Generasi Cerdas Berkarakter, Indonesia Maju Bermartabat".

Istilah toxic friendship memang tengah menjadi tren belakangan ini. Sebuah keniscayaan ketika seiring perubahan zaman, maka makin beragam pula pola gaya hidup dan pola pertemanan di kalangan generasi muda.

"Ketika pertemanan sudah menjurus ke toxic, kita bisa mulai membatasi hubungan tapi tidak menghilangkan hubungan. Dibatasi tapi tidak diputus," ujar Marissa Meditania menanggapi tentang toxic friendship.

Marissa menambahkan bahwa ketika kita terjebak dalam sebuah toxic friendship, tentu  harus lebih berhati-hati, karena berada dalam hubungan yang tidak sehat bisa menimbulkan stres, cemas, sedih dan perasaan tidak nyaman lainnya.

Bahkan, tak menutup kemungkinan bisa menjurus ke perbuatan negatif seperti penyalahgunaan narkoba, seks bebas hingga masalah akademik.

Lalu bagaimana membangun pertemanan yang sehat?

Dijelaskan oleh Marissa, sebagai makhluk sosial tentu kita membutuhkan orang lain, termasuk membutuhkan teman. Seorang yang disebut sebagai teman adalah tempat nyaman kita.

Maka berteman secara sehat, akan menimbulkan dampak positif antara lain meningkatkan sense of belonging atau perasaan saling memiliki, membantu mengatasi stres, membuat bahagia dan membantu mengenal diri sendiri.

"Kita bisa menemukan teman yang memiliki kesamaan minat, prinsip, satu tujuan, kedekatan jarak, dan pengalaman yang sama," ujar Marissa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun