Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Harapan Versus Realita di Bulan Ramadan

6 Mei 2019   13:19 Diperbarui: 6 Mei 2019   13:24 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto by widikurniawan

Ramadan pun telah tiba di tahun ini. Semua menyambut gembira, semua orang bersuka cita.

Eh, tunggu... benarkah?

Memangnya apa pernah kita lihat orang-orang bersorak gembira merayakan datangnya bulan Ramadan yang penuh berkah? Merayakan dengan penuh semangat bak pemain sepakbola yang berhasil membobol gawang lawannya?

Ah, tentu tidak seperti itu kawan.

Ramadan tahun ini, seharusnya saya harus jujur bertanya pada diri saya sendiri. Apakah saya gembira karena setiap amal perbuatan akan mendapat pahala yang berlipat ganda, ataukah saya hanya gembira karena tak lama lagi bakal dapat THR alias penghasilan yang berlipat ganda.

Ramadan tahun ini umur saya sudah lebih tua daripada saat menjalani puasa di bulan Ramadan tahun lalu. Demikian juga anda bukan?

Sudah lebih tua tapi kok rasa-rasanya semangat berpuasa saya kurang lebih masih mirip dengan saat-saat belajar berpuasa waktu kecil dulu. Iya, sebabnya saya masih mikirin nanti malam enaknya buka puasa dengan apa ya? Harapannya tentu makin tua makin saleh, realitanya?

Saya akui saya juga masih suka enggan membuka mata ketika sahur menjelang. Padahal lauk sarden, telur ceplok, abon, mie instan, atau apapun itu sudah menanti untuk disantap.

Dari kecil saya juga sudah tahu jika berpuasa itu tidak hanya tentang tidak makan dan tidak minum saja. Lebih dari itu, para orang tua dan kawan-kawan sepermainan saya dulu suka bilang kalau saya bohong berarti puasanya batal. Puasa tapi tidak sholat juga sama artinya cuma dapat lapar dan dahaga saja. Demikian pula kalau marah dan nangis, langsung saja saya kena olok-olok kawan bahwa puasa saya sudah batal. Padahal kalau dipikir-pikir, mengolok-olok orang lain saat puasa juga termasuk perbuatan yang berpotensi menggerus pahala puasa.

Tapi saya harus bersyukur, saat bulan Ramadan, seolah-olah ada rem otomatis dalam diri saya untuk tidak meluapkan emosi begitu saja. Jika setiap pagi berdesakan di kereta saya sering kesikut dan keinjak lalu spontan menggerutu bahkan kadang tega membalas, saat puasa saya bisa lebih kalem dan mencoba untuk memaknai bahwa senggolan dalam transportasi umum adalah hal yang tidak disengaja dan hanyalah secuil ujian yang gampang dilalui.

Ah, tapi namanya juga manusia. Khilaf adalah hal yang melekat. Mungkin saya bisa sabar menghadapi sikutan dan injakan, tapi entah kenapa misalnya saat menghadapi situasi antrean panjang di kasir minimarket malah timbul rasa dongkol dan prasangka buruk. Nggak enak rasanya melihat ada orang sudah di depan kasir ternyata masih mondar-mandir ngambil barang belanjaan di rak.

Terkadang saya malu pada diri sendiri, juga malu pada Sang Pencipta. Ramadan adalah sebaik-baiknya bulan untuk mendulang pahala, tapi ketika orang-orang berlomba-lomba tadarusan saya malah masih saja sibuk bekerja, sibuk bermedsos ria dan ujung-ujungnya sibuk merencana hendak buka puasa bersama di mana dan sama siapa lagi.

Harapan Ramadan saya tahun ini adalah pencapaian ibadah yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Sebuah harapan standar yang mungkin juga menjadi harapan bagi banyak orang lainnya. Saya tidak memiliki harapan khusus, misalnya berangkat umrah di bulan Ramadan ini. Sepertinya tidak untuk saat ini.

Tapi sebenarnya, tantangan setiap tahun akan selalu lebih besar. Toko, mal dan bahkan penjual takjil baik online maupun offline, pastinya punya strategi marketing dan promosi yang lebih dahsyat dan menggoda lagi. Mereka tidaklah salah, wong namanya juga buka usaha, tapi sayalah yang kadang kesulitan mengendalikan diri. 

Sejatinya, lawan terberat saya adalah diri sendiri. Inilah lawan yang bisa membuat saya terjerumus main ke mal saat orang lain khusyuk tarawih di masjid. Ini juga lawan yang bisa membuat saya kalap belanja takjil tiap sore dan akhirnya timbul kemubaziran akibat banyak terbuang percuma karena tak sanggup dimakan semua.

Ya Allah ampunilah dosa-dosa hamba-Mu ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun