Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

KUA, Bisa Jadi Pintu Masuk Lawan Hoaks

21 Juli 2018   23:03 Diperbarui: 21 Juli 2018   23:24 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana kursus calon pengantin di sebuah KUA (foto: Ira Iramayansari/tribunbarru.com)

Bisakah Kementerian Agama ikut memberantas penyebaran hoaks? Bisakah Menteri Agama ikut mengatur perilaku masyarakat dalam dunia digital? Saya kok ragu dalam waktu singkat bakal berhasil. Makanya tahun depan posisi Menteri Agama perlu pergantian pemain.

Ya, saya saja yang main dan masuk ke lapangan. Biar saya yang kendalikan Kementerian Agama sebagai playmaker.

Jadi begini lho.

Memang tidak ada jeleknya gagasan Menteri Agama sekarang untuk ikut memberangus hoaks dan ujaran kebencian di ranah sosial media. Justru bagus dan brilian. Sebagai Menteri Agama yang baru tentu saya berterima kasih bahwa Menag sebelumnya telah membuka jalan untuk memerangi hoaks dan konten negatif. Hanya saja kebijakan yang dikeluarkan harus tetap berada di ranah Kemenag. Tidak mungkin juga misalnya Kemenag mengeluarkan regulasi bermedsos, wong itu bukan ranah Kemenag.

Nah terus bagaimana sob?

Makanya, pertama kita harus lihat persoalan besarnya apa? Oh, ternyata gara-gara masyarakat lebih banyak gagap bermedia sosial, yakni antara lain tidak bisa memfilter mana fakta mana hoaks, serta dengan mudahnya terpancing mengeluarkan ujaran kebencian, ujung-ujungnya terjadi gesekan dalam kehidupan bermasyarakat. Ini jelas bahaya.

Kedua, kita lihat saja di tingkatan keluarga. Bagaimana rata-rata pola asuh keluarga di masyarakat kita? Kalau sedari kecil anak-anak tumbuh dengan gadget dan sudah bermedsos ria tanpa pengawasan dan pendampingan dari orang tua, ya bahaya besar bakal menghantui kita, dan ternyata hal ini merupakan fenomena di tingkatan keluarga.

Contoh populer saja, anak-anak balita, SD, SMP dan seterusnya, gampang sekali kita cari mereka di perkampungan hingga di perumahan manapun saat sedang mengonsumsi konten Youtube. Isinya? Tak usah saya tulis di sini. Sampeyan pasti juga tahu dan seharusnya geleng-geleng kepala.

So, kalau jadi Menag apakah saya lalu berusaha ketemuan sama Menkominfo dan curhat masalah ini lalu menyuruh teman saya itu untuk memblokir konten-konten nggak jelas di media sosial? Enggaklah, tidak efektif dan Menkominfo pasti sudah punya program sendiri terkait hal ini.

Jadi enaknya ngapain?

Sebagai Menteri Agama saya tentu sudah punya pasukan. Dari mulai para Dirjen, Direktur hingga ke daerah di jajaran Kanwil dan seterusnya. Mereka dulu yang bakal saya genjot untuk bersama menyatukan visi dan menjalankan misi ikut berperan serta memberantas hoaks dan menghilangkan ujaran kebencian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun