Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Perjuangan Demi Selembar Tiket Bus untuk Mudik

22 Mei 2018   22:06 Diperbarui: 22 Mei 2018   22:17 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi suasana mudik dengan bus (foto: widikurniawan)

Salah satu godaan besar saat Ramadan ternyata adalah mudik. Prosesi mudik dari mulai berburu tiket, berburu oleh-oleh, hingga perjalanan mudik, bisa-bisa malah mengganggu kekhusyukan ibadah dalam bulan Ramadan. Kecuali jika memang ibadah kita tak pernah berada dalam level khusyuk, ya kalau gitu apanya yang terganggu ya?

Sebelas tahun lalu, yap sebelas tahun lalu... saya ingat betul bahwa untuk bisa mudik ke kampung halaman, saya mesti berburu tiket bus dengan cara bergumul dalam antrean yang mirip suporter bola mau nonton Timnas. Sebelumnya petugas tiket sebuah perusahaan bus di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, menginformasikan bahwa tiket untuk mudik lebaran baru akan dijual mulai pukul 05.00 dini hari pada tanggal yang telah ditetapkan. Maklum, dulu mah belum ada sistem online untuk beli tiket bus.

Kata orang-orang, untuk bisa dapat tiket yang diidamkan, saya harus antre sehari sebelum loket resmi dibuka. Habis tarawih langsung datang antre supaya dapat barisan depan, begitu kabarnya. Tapi saya tidak percaya dan memutuskan untuk datang sekira jam 2 pagi. Eh, ternyata setiba di pool bus tersebut, tampaklah lautan manusia sudah memenuhi halaman kantor perusahan bus yang luasnya kira-kira sepantaran lapangan bola. Mereka telah berbaris di depan belasan loket, ada yang tujuan ke Jogja, Solo, Wonogiri, Magelang, Surabaya, Tegal, Denpasar hingga Mataram.

Apesnya, saya lihat antrean ke Jogja dan Magelang terlihat paling ramai. Sempat terbersit pikiran hendak antre di tujuan Denpasar atau Mataram saja yang lebih pendek antreannya, tapi saya keburu sadar bahwa saya tidak punya kampung halaman di sana. Mau tidak mau saya pun mulai mengisi antrean di salah satu loket tujuan Jogja dengan kondisi depan saya kira-kira sudah ada sekitar 87 orang. Namanya juga perkiraan, kalau nggak 87 orang ya mungkin sekitar 65 orang lah.

Pemandangan dini hari itu sungguh luar biasa. Karena capek berdiri, rata-rata orang sudah duduk lesehan, bahkan ada yang antre sambil tiduran. Beberapa terlihat ngobrol, ada juga yang tampak seru main kartu remi. Ada pula yang gitaran. Wow, ternyata mereka para pencari tiket yang berpengalaman. Sudah persiapan property dari rumah.

Sungguh pemandangan yang instagramable. Sayangnya sebelas tahun lalu belum lahir yang namanya Instagram.

Tak terasa sudah sejam saya duduk manyun di tengah kerumunan yang makin ramai. Saat itu juga saya baru memikirkan untuk makan sahur. Saya perhatikan orang-orang ini kenapa tidak bubar dulu untuk mencari makan sahur ya? Memangnya nggak puasa?

Tapi saya harus berbaik sangka, wong dalam antrean beberapa di antaranya terlihat lahap makan... Pop Mie... Duh, kenapa pula jenis makanan itu selalu identik dengan bus? Pedagang Pop Mie tampak sibuk berkeliling melayani antuasiasme pembeli.

Saya mencoba mengalihkan pandangan ke luar halaman, lagi-lagi penjual Pop Mie yang tampak tersenyum lebar. Ah, berhubung saya datang sendirian, saya sempat bingung mau meninggalkan antrean untuk mencari makanan di luar. Hingga pada akhirnya saya harus mempercayakan untuk nitip antrean pada seorang pemuda di depan saya. Sosoknya terlihat kalem dan pendiam, dan saya yakin bahwa orang pendiam biasanya tidak banyak omong.

"Mas, boleh nitip antrean sebentar ya? Saya mau cari sahur," ujar saya.

Dia hanya mengangguk, dan benar prediksi saya, dia memang pendiam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun