Mohon tunggu...
Widiasih Fatmarani
Widiasih Fatmarani Mohon Tunggu... Mahasiswa - English Language and Literature Student at The University of Airlangga

I am passionate in learnings

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Miskin Literasi di Masyarakat Indonesia, Mengapa?

15 Juni 2022   21:21 Diperbarui: 25 Juni 2022   21:26 1373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masalah literasi di Indonesia bukanlah sebuah hal yang baru. Literasi masyarakat Indonesia bahkan masih rendah dibandingkan negara-negara serumpun di Asia Tenggara, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dll. Tentu bukan rahasia lagi bahwa tingkat literasi Indonesia masih perlu ditingkatkan. Hal ini dikarenakan kemampuan berliterasi memiliki banyak pengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia di sebuah negara. 

Hasil studi Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 menunjukkan representasi tingkat literasi Indonesia dalam kancah internasional. PISA sendiri merupakan sebuah tes untuk mengevaluasi sistem pendidikan suatu negara melalui performa akademik pelajar kelas menengah. Berdasarkan data yang dirilis oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) selaku penyelenggara PISA 2018, Indonesia menempati posisi ke-62 dari total 70 negara yang mengikuti tes tersebut. Skor PISA Indonesia untuk keterampilan membaca, matematika, dan sains secara berurutan adalah 371, 379, dan 389. Sedangkan, skor rata-rata dari semua negara yang mengikuti tes ini mencapai angka 400. Skor yang telah diperoleh Indonesia dijadikan sebagai salah satu tolak ukur tingkat literasi yang dimiliki masyarakat. 

Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian tentang waktu baca masyarakat Indonesia pada tahun 2012-2014 menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia menggunakan waktu untuk membaca hanya sekitar 2-4 jam per hari untuk membaca. Di sisi lain, standar waktu membaca yang dikeluarkan oleh UNESCO adalah 4-6 jam per hari. Jika dibandingkan dengan negara maju, yang menggunakan waktu membaca sekitar 6-8 jam per hari, tentu waktu membaca masyarakat Indonesia dinilai masih sangat kurang. Menurut UNESCO pada tahun itu pula, minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%. Hal ini berarti bahwa hanya 1 dari 1000 orang yang mempunyai minat untuk membaca.

Rendahnya tingkat literasi di Indonesia ini tentu disebabkan oleh banyak faktor. Kebiasaan berliterasi kebanyakan dimulai ketika anak sudah memasuki bangku sekolah. Nyatanya, hal ini tidaklah efektif. Sebaliknya, keluarga adalah pendidik pertama bagi kebiasaan literasi anak. Alangkah lebih baiknya untuk membentuk lingkungan membaca sejak dini dan membiasakan anak untuk mempunyai minat baca tinggi terhadap buku. Kebiasaan yang dibentuk sejak dini cenderung akan melekat hingga seseorang itu tumbuh dewasa. 

Selain pembiasaan membaca, faktor globalisasi juga mempunyai pengaruh besar terhadap budaya literasi. Pesatnya pertumbuhan teknologi menyebabkan semua informasi didapatkan dengan mudah. Masyarakat lebih sering menggunakan teknologi, seperti gawai, daripada buku. Namun, masyarakat tidak memaksimalkan penggunaan teknologi sebagai sumber mencari wawasan dan pengetahuan. Mereka lebih senang untuk bermain media sosial dan sumber hiburan lainnya daripada memperkaya diri dengan bacaan berkualitas. Akibatnya, banyak orang percaya terhadap berita palsu. Untuk itu, masyarakat Indonesia perlu memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk meningkatkan budaya berliterasi. 

Minat baca yang rendah juga disebabkan oleh sarana membaca yang kurang memadai di berbagai tempat. Keberadaan perpustakaan atau sarana membaca lainnya masih sangat minim di desa-desa kecil. Koleksi buku-buku bacaan yang berkualitas juga masih sangat minim. Akibatnya, kebiasaan literasi menjadi sulit diterapkan. Hal ini juga menyebabkan banyak anak-anak di desa menjadi seorang pelajar yang kurang kritis, hal ini dalam artian menganggap semua perkataan guru benar. Motivasi membaca pun menjadi rendah dikarenakan kurangnya sarana prasarana yang menunjang. Motivasi baca yang rendah menyebabkan berkurangnya kemampuan seorang anak untuk mengembangkan gagasan dan mengolah informasi.

Kesimpulannya, literasi pada dasarnya bukan hanya kemampuan membaca, namun mencakup kemampuan bernalar, berpikir, mempelajari informasi, berargumentasi, dan menulis. Literasi bukanlah sebuah kemampuan yang berasal dari bakat, melainkan sebuah kemampuan yang perlu diasah hingga seseorang menjadi terampil. Oleh sebab itu, perlu adanya pembiasaan literasi kepada masyarakat. Namun di satu sisi, kebiasaan berliterasi harus didukung oleh sarana prasarana yang memadai. Pada akhirnya, tingkat literasi masyarakat yang semakin tinggi tentu akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Referensi :

  1. Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2022). Programme for International Student Assessment (PISA). https://litbang.kemdikbud.go.id/pisa

  2. Pengelola web kemdikbud. (2019). Hasil PISA Indonesia 2018: Akses Makin Meluas, Saatnya Tingkatkan Kualitas. https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/hasil-pisa-indonesia-2018-akses-makin-meluas-saatnya-tingkatkan-kualitas

  3. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
    Lihat Humaniora Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun