Mohon tunggu...
Widhi Setyo Putro
Widhi Setyo Putro Mohon Tunggu... Sejarawan - Arsiparis di Pusat Studi Arsip Statis Kepresidenan ANRI

Menyukai sejarah khususnya yang berhubungan dengan Sukarno “Let us dare to read, think, speak, and write” -John Adams

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenang Rumah Singgah Sukarno di Padang yang Telah Runtuh

20 Februari 2023   21:56 Diperbarui: 21 Februari 2023   15:27 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi cagar budaya Rumah Ema Idham di Jalan Ahmad Yani, Kota Padang, Sumatera Barat, Agustus 2019 (sumber: tangkapan layar Google Maps). 

Seperti yang diberitakan Kompas (14/02/2023), Cagar Budaya Rumah Ema Idham, rumah yang pernah ditempati Sukarno selama di Kota Padang, Sumatera Barat pada 1942 telah dibongkar. Rumah yang didirikan pada 1930 ini terletak di Jalan Ahmad Yani Nomor 12, Kelurahan Padang Pasir, Kecamatan Padang Barat. Pembongkaran ini disayangkan sejumlah pihak karena merupakan peninggalan sejarah penting keberadaan dan peranan Sukarno di ranah Minang pada masa perjuangan kemerdekaan.

Menurut warga sekitar, pemilik bangunan itu adalah seorang pengusaha air minum kemasan. Beberap tahun lalu, rumah itu pernah dijadikan kafe dan posko partai politik sebelum akhirnya dibongkar.

Cagar Budaya Rumah Ema Idham ternyata telah ditetapkan sebagai cagar budaya melalui Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Padang Nomor 3 Tahun 1998 tertanggal 26 Januari 1998 tentang Penetapan Bangunan Cagar Budaya dan Kawasan Bersejarah di Kotamadya Padang. Cagar budaya ini juga sudah teregristasi dengan nomor inventaris 33/BCB-TB/A/01/2007.

Lalu bagaimana peranan rumah ini dalam sejarah perjuangan Sukarno?

Perjalanan Sukarno ke Padang


Keberadaan Sukarno di Padang bermula ketika Belanda berkeinginan memindahkan tokoh penting Bangsa Indonesia ini dari pengasingannya di Bengkulu. Tentu saja ketika tentara Jepang sudah mulai mendarat di Pulau Sumatera.  Dalam otobiografinya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat karya Cindy Adams, Sukarno menceritakan:

Tersiarlah berita bahwa Djepang sudah bergerak menudju Bengkulu. Sehari sebelum ia menduduki kota ini dua orang polisi dengan tergopoh-gopoh datang ketempatku. 

"Kemasi barang-barang," perintahnja. "Tuan akan dibawa keluar." 

"Kapan ?" 

"Malam ini djuga. Dan djangan banjak tanja. Ikuti sadja perintah. Tuan sekeluarga akan diangkut tengah malam nanti. Setjara diam-diam dan rahasia. Hanja boleh membawa dua kopor ketjil berisi pakaian. Barang lain tinggalkan. Tuan akan didjaga keras mulai dari sekarang, djadi djangan tjoba-tjoba melarikan diri." 

"Boleh saja bertanja kemana kami akan dibawa ?" tanjaku. 

"Ke Padang. Tuan akan selamat, karena tentara kita dipusatkan disana untuk membantu pengungsian. Ribuan pelarian preman dan militer diungsikan dari Padang, jaitu pelabuhan tempat pemberangkatan menudju Australia. 'Dan djuga telah diatur untuk mengangkut tuan dengan kapal pengungsi jang terachir."

Akan tetapi pesawat yang akan mengangkut Sukarno mengalami kerusakan. Seperti yang dikutip dari tempo.co, saat itu, rombongan pasukan Belanda baru sampai di Painan, sementara pasukan Jepang sudah sampai di Bukittingi. Sukarno dan rombongan kemudian ditinggalkan begitu saja di Painan. Sukarno lalu dijemput oleh Hizbul Wathan dan dibawa ke Padang. Sukarno menceritakan pengalamannya melalui otobiografinya sebegai berikut:

Dihari jang keempat kami terlepas dari daerah hutan dan menumpang bis menudju kota. Bertepatan dengan kedatanganku, kapal jang direntjanakan untuk mengangkut kami telah meledak mendjadi sepihan dekat pulau Enggano, tidak djauh dari pantai. Tentara Djepang berada dalam djarak beberapa hari perdjalanan dibelakang kami. Angkatan laut Djepang sudah berada beberapa mil dari kami. Kota Padang diselubungi oleh suasana chaos, suasana bingung dan ragu. Hanja dalam satu hal orang tidak ragu lagi, jaitu bahwa Belanda penakluk jang perkasa itu sedang dalam keadaan panik. 

Tentara Belanda mentjoba untuk mengangkutku dengan pesawat terbang, akan tetapi semuanja terpakai atau rusak. Persoalan Negeri Belanda sekarang bukan bagaimana menjelamatkan Sukarno. Persoalan Negeri Belanda sekarang adalah bagaimana menjelamatkan dirinja sendiri. Mereka seperti pengetjut, mereka lari pontang-panting. Belanda membiarkan kepulauan ini dan rakjat Indonesia djadi umpan tanpa pertahanan.

 

Tinggal di Rumah Waworuntu

Mengutip buku Sejarah Perjuangan Kemerdekaan 1945-1949 di Kota Padang dan Sekitar, disebutkan bahwa setelah sampai di Padang, Sukarno bersama Inggit, menginap di rumah Egon Hakim dan kemudian ke rumah kawan lamanya asal Manado, Waworuntu. Menurut laman Kebudayaan.kemendikbud.go.id cagar budaya Rumah Ema Idham inilah yang dahulu fungsinya sebagai rumah keluarga Waworuntu. Pertemuan dengan Waworuntu dijelaskan Sukarno sebagai berikut:

"Kau mau kemana ?"  tanja Inggit gemetar ketakutan. 

"Kawanku Waworuntu tinggal disini. Aku harus mentjarinja dan berusaha mentjari tempat tinggal." Waworuntu menjambutku dengan tangan terbuka. Dia memelukku. 

"Sukarno, saudaraku," dia berteriak dan airmata mengalir kepipinja. 

"Saja mendapat rumah bagus disini dan banjak kamarnja, tapi saja sendirian sadja. Isteri saja dan anak-anak diungsikan dan tidak ada orang tinggal dengan saja. Bawalah keluarga Bung Karno kesini ........ bawalah kesini dan anggaplah ini rumah Bung sendiri." 

Orang jang baik hati ini dengan kemauannja sendiri pindah dari kamar-tidurnja jang besar didepan disebelah ruang-tarnu, dan mengosongkannja untuk Inggit dan aku.

Membentuk Komando Rakyat

Dalam beberapa artikel disebutkan bahwa di rumah ini Sukarno menghimpun kekuatan untuk melawan penjajahan. Namun, jika kita membaca otobiografinya, Sukarno menghimpun kekuatan organisasi yang ada di Padang untuk sama-sama mejaga ketertiban. berikut penjelasannya:

Disana ada suatu organisasi dagang setempat. Aku menemui ketuanja dan dia berusaha mengumpulkan orang-orangnja. Kemudian aku menjuruh Waworuntu kesatu djurusan dan Riwu kedjur-usan lain untuk mengumpulkan jang lain. Diadakanlah rapat umum dilapangan pasar. Disana aku membentuk Komando Rakjat jang bertugas sebagai pemerintahan sementara dan untuk mendjaga ketertiban. 

Sikap Terhadap Jepang

Ketika tinggal di rumah ini pula muncul diskusi dengan Waworuntu tentang sikap Sukarno kepada Jepang. Pagi harinya, ketika bangun di waktu subuh, Sukarno dan Waworuntu jalan bersama. Di setiap jalanan tentara Jepang disambut dengan sorak-sorai kemenangan. Dalam hal ini Waworuntu bertanya kepada Sukarno mengapa bisa seperti itu? Sukarno menjawab:

"Faktor pertama jang menjebabkan penjambutan jang spontan ini adalah adanja perasaan dendam terhadap tuan-tuan Belanda, jang telah dikalahkan oleh penakluk baru. Kalau engkau membentji seseorang tentu engkau akan mentjintai orang jang mendupaknja keluar. Disamping itu, tuan-tuan kulitputih kita jang sombong dan mahakuat itu bertekuk-lutut setjara tidak bermalu kepada suatu bangsa Asia. Tidak heran, kalau rakjat menjambut Djepang sebagai pembebas mereka."

Mendengar jawaban itu, Waworuntu kemudian bertanya kembali, apakah Sukarno juga akan menyambutnya sebagai pembebas? Sukarno menjawabnya dengan tegas:

"Tidak ! Saja tahu siapa mereka. Saja sudah melihat perbuatan mereka dimasa jang lalu. Saja tahu bahwa mereka orang Fasis. Akan tetapi sajapun tahu, bahwa inilah saat berachirnja Imperialisme Belanda. Pun seperti jang saja ramalkan, kita akan mengalami satu periode pendudukan Djepang, disusul kemudian dengan menjingsingnja fadjar kemerdekaan, dimana kita bebas dari segala dominasi asing untuk selama-lamanja."

Waworuntu kemudian bertanya lagi, apakah Sukarno akan memperalat Jepang? Sukarno menjawab:

"Sudah tentu, Saja mengetahui semua tentang kekurang-adjaran mereka. Saja mengetahui tentang kelakuan orang Nippon didaerah pendudukannja --- tapi baiklah. Saja sudah siap sepenuhnja untuk mendjalani masa ini selarna beberapa tahun. Saja harus mempertimbangkan dengan akal kebidjaksanaan, apa jang dapat dilakukan oleh Djepang untuk rakjat kita."

Kita semua mengetahui, dari jawaban ini Sukarno kemudian bersikap untuk bekerjasama dengan Jepang. Ia dipercaya pemerintah pendudukan Jepang untuk membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Karena hal tersebut ia kemudian dianggap sebagai kolaborator Jepang. 

Dari cerita di atas, kita bisa mengetahui betapa pentingnya rumah itu dalam sejarah perjalanan bangsa ini. Tentu, masih banyak cerita lain bagaimana peranan Sukarno di Ranah Minang (akan saya tulis di artikel-artikel berikutnya). Oleh karena itu penghancuran cagar budaya Rumah Ema Idham ini sangat disayangkan. Ironisnya keberadaan rumah cagar budaya ini berhadapan dengan rumah dinas Wali Kota Padang. Semoga penghancuran bangunan cagar budaya ini menjadi yang terakhir dan tidak terjadi lagi di daerah-daerah lain.

Kondisi lahan tempat cagar budaya Rumah Ema Idham yang dibongkar. Sumber: Kompas 
Kondisi lahan tempat cagar budaya Rumah Ema Idham yang dibongkar. Sumber: Kompas 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun