Mohon tunggu...
Abrurizal Wicaksono
Abrurizal Wicaksono Mohon Tunggu... Pekerja Sosial

Selayaknya orang biasa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hidup di Negeri Tipu - Tipu

29 Agustus 2025   10:30 Diperbarui: 28 Agustus 2025   11:26 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Servis Motor | Sumber gambar: Flux Image

Negeri ini ahli dalam satu hal: budaya tipu-tipu. Dari level terendah sampai yang paling tinggi, semua elemen punya jurusnya masing-masing. Tukang parkir bisa seenaknya narik biaya tanpa karcis, pedagang nakal mencampur beras dengan batu kecil, bengkel resmi lihai memainkan daftar part, dan parlemen... ah, jangan ditanya. Mereka adalah profesor tipu-tipu, yang bahkan bisa membungkus pengkhianatan sebagai "demi kepentingan rakyat."

Saya baru benar-benar merasakannya ketika motor saya kehabisan bensin jam 11 malam. Di kota sebesar Jakarta, yang katanya megapolitan, hanya SPBU milik negara yang buka 24 jam. SPBU swasta? Tutup semua karena ada yang merasa bisnisnya tersaingi. Dan lucunya, SPBU negara ini bukan SPBU yang bersih dari masalah. Baru saja publik heboh soal bensin oplosan beberapa waktu lalu dan kini di tengah malam, saya tidak punya banyak pilihan. Mau tidak mau, saya isi juga.

Petaka Bermula

Keesokan harinya, pulang dari RSCM ke kosan, motor saya mendadak seperti kehilangan nyawa. Gas tidak enak ditarik, mesin tersendat-sendat, dan jalanan macet membuat frustrasi semakin sempurna. Saya akhirnya menyeret motor ke bengkel resmi.

Di situlah komedi satir ala negeri ini dimainkan. Alih-alih memberikan solusi sederhana, mekanik bengkel resmi menyodorkan daftar panjang part yang harus diganti. Seolah-olah motor saya ini pasien ICU yang butuh transplantasi organ. Padahal saya tahu betul, masalahnya tidak serumit itu. Saya bukan orang awam otomotif; saya bisa memperkirakan biaya normalnya. Tapi mereka tetap nekat main markup, seolah status "resmi" memberi izin untuk menipu lebih canggih.

Dan saat itu saya sadar: ini bukan sekadar urusan motor. Ini potret kecil negeri tipu-tipu. Dari SPBU negara yang tega mencampur bensin, bengkel resmi yang lihai mempermainkan part, hingga pejabat yang lihai memoles kebohongan dengan kalimat manis.

Apa susahnya jujur di negeri ini? Jawabannya sederhana: sangat susah. Karena kejujuran dianggap kelemahan, sementara kebohongan dipuji sebagai kecerdikan. Dari kecil, kita dipaksa terbiasa dengan tipu-tipu. Listrik padam tapi tagihan jalan terus, jalan diperbaiki asal-asalan tapi anggarannya fantastis, proyek molor disulap jadi "force majeure."

Lihat parlemen kita: sibuk membuat aturan yang lebih sering menguntungkan diri mereka sendiri ketimbang rakyat. Saat rakyat ribut soal harga kebutuhan pokok yang naik, mereka malah rapat soal tunjangan, fasilitas, atau proyek perjalanan dinas. Tipu-tipu level dewa. Bahkan ketika ketahuan, mereka punya jurus pamungkas: mengatasnamakan "demi rakyat." Rakyat mana? Jelas bukan kita.

Lama-lama kita dipaksa pasrah. Dipaksa terbiasa hidup dengan oplosan. Oplosan bensin, oplosan janji, oplosan kebijakan. Sampai-sampai kita tidak kaget lagi kalau kebohongan jadi tradisi, sementara kejujuran jadi bahan lelucon.

Negeri ini sebenarnya tidak kekurangan sumber daya, tidak kekurangan orang pintar, tapi yang menjalar seperti wabah adalah penyakit tipu-tipu. Dari bawah sampai atas. Dari tukang servis motor yang main harga, sampai pejabat yang main anggaran. Semua sama saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun