Sebagai akademisi di bidang desain dan mode, kita dapat melihat bahwa prinsip design thinking tidak hanya berlaku di perusahaan besar, melainkan juga dalam dunia pendidikan maupun UMKM. Mahasiswa bimbingan kita, misalnya, belajar bagaimana memahami kebutuhan pengguna sebelum merancang busana. Ketika mereka melakukan empathize dengan target pengguna-apakah itu remaja, ibu rumah tangga, atau komunitas budaya-hasil desainnya selalu lebih relevan dan bernilai.
Hal serupa juga terjadi pada UMKM kreatif. Pelatihan pemanfaatan jerami padi yang pernah saya lakukan bersama mahasiswa menunjukkan bahwa dengan pendekatan design thinking, para pengrajin bisa mengubah limbah menjadi aksesori bernilai jual. Mereka tidak hanya menghasilkan produk, tetapi juga membangun model bisnis yang berkelanjutan.
Produktivitas dan Inovasi: Dua Sisi Satu Koin
Sering kali produktivitas dipandang sekadar efisiensi: bagaimana menghasilkan lebih banyak dalam waktu lebih singkat. Namun, tanpa inovasi, produktivitas bisa mandek. Sebaliknya, inovasi tanpa arah juga tidak menjamin peningkatan kinerja. Design thinking hadir untuk menjembatani keduanya.
Menurut Harvard Business Review (2015), perusahaan yang menerapkan design thinking mampu meningkatkan kepuasan pelanggan dan mempercepat inovasi produk hingga 1,5 kali lipat. Sementara itu, laporan McKinsey & Company (2018) menyebutkan bahwa perusahaan dengan indeks design thinking tinggi mencatat pertumbuhan pendapatan 32% lebih baik dibanding kompetitor. Data ini memperkuat bukti empiris dari pengalaman Chitra Paratama.
Tantangan Penerapan
Meski demikian, design thinking bukan tanpa tantangan. Banyak organisasi yang kesulitan karena budaya kerja yang masih kaku, kurangnya dukungan manajemen, atau keterbatasan sumber daya. Dibutuhkan keberanian untuk keluar dari pola lama dan memberi ruang bagi eksperimen. Inilah yang membedakan perusahaan yang sekadar ikut tren dengan perusahaan yang benar-benar bertransformasi.
Penutup
Penghargaan Platinum untuk PT Chitra Paratama lewat inovasi CCRM menjadi contoh inspiratif bahwa design thinking bukan sekadar jargon akademis, melainkan pendekatan nyata yang bisa mendorong produktivitas sekaligus inovasi. Baik di dunia korporasi maupun pendidikan, pendekatan ini mampu melahirkan solusi yang humanis, relevan, dan berkelanjutan.
Bagi kita di prodi Desain Mode, design thinking adalah jembatan antara kreativitas dan produktivitas. Ia mengajarkan bahwa inovasi sejati lahir bukan dari teknologi semata, melainkan dari keberanian memahami manusia, berempati, dan terus belajar dari proses.
Mungkin, inilah saatnya kita bertanya: apakah prodi kita sudah siap bertransformasi dengan design thinking?