Tahun 2025 menjadi momentum penting bagi pelaku usaha untuk lebih disiplin dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Salah satu aspek krusial yang kembali diperketat adalah akses pembuatan e-Faktur, yang kini dapat dinonaktifkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) jika syarat tertentu tidak terpenuhi.
Kebijakan ini tidak hanya memengaruhi kepatuhan, tapi juga operasional bisnis secara langsung. Lantas, apa saja ketentuan baru terkait penonaktifan e-Faktur di 2025? Siapa yang berisiko? Dan bagaimana solusinya? Simak ulasan lengkap berikut ini.
Dasar Hukum dan Perubahan Terbaru
Penonaktifan akses e-Faktur diatur dalam PER-03/PJ/2022 dan disempurnakan melalui sistem Coretax Administration System (CTAS) yang semakin terintegrasi dan berbasis risiko. Pada 2025, DJP secara aktif melakukan validasi kepatuhan wajib pajak berdasarkan data internal dan eksternal.
Inti ketentuan baru ini:
DJP berhak menonaktifkan akses penerbitan e-Faktur jika WP tidak memenuhi persyaratan formal maupun material.
Sistem akan secara otomatis mendeteksi anomali, seperti keterlambatan SPT Masa PPN, perbedaan data, atau transaksi mencurigakan.
Wajib Pajak yang terindikasi risiko tinggi akan masuk dalam daftar WP Pengawasan Intensif.
Siapa yang Bisa Terkena Penonaktifan?
Berikut kategori Wajib Pajak yang berpotensi terkena pemblokiran akses pembuatan e-Faktur: