Mohon tunggu...
Lyfe Pilihan

Pendidikan Indonesia Butuh Gerakan Kultural

19 Agustus 2016   14:38 Diperbarui: 19 Agustus 2016   14:47 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasal 31, ayat 3 UUD 1945 menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang." Rangkaian kalimat ini tentunya bukan hanya sekedar goresan diatas kertas. Bukan juga sebagai daftar koleksi buku perpustakaan. Atau lebih miris lagi, hanya sekedar rangkaian kata yang jika sudah usang nanti bias dijadikan pembungkus gorengan. Memang kedengarannya lucu, tapi secara tak sadar itulah fenomena yang menghiasi sikap sosial terhadap pendidikan Indonesia hari ini. pendidikan di dipandang hannya sekedar kegiatan formalitas yang wajib diikuti .

Gambaran suatu bangsa dapat dilihat dari system pendidikannya. Jika pendidikannya baik maka baik pula lah suatu bangsa dan sebaliknya. Nah, melirik kepada pendidikan Indonesia yang secara strategis sudah bias dikatakan baik , akan tetapi masih minim dalam tataran taktis. Realitanya masih banyak dalam pengaplikasian mengalami cacat. Salah satunya Perdebatan terhangat yang masih melekat dibenak kita adalah “komersial pendidikan” ,  jika diartikan pendidikan dijadikan alat untuk merauk keuntungan materil. 

Belum lagi kasus kekerasan terhadap peserta didik yang hamper setiap hari mengisi media cetak dan elekronik. Sesuai  data yang dirilis oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia menunjukkan bahwa dari 1.026 responden, 87,6 % anak mengaku pernah mengalami kekerasan di lingkungan sekolah. Dari presentasi itu, 29,9 % kekerasan dilakukan guru, 42,1 % oleh teman sekelas, dan 28,0 % oleh teman lain kelas. (Kompas, 11/08/12)

Setiap penyakit tentu ada obatnya.  Begitupun pendidikan Indonesia, walaupun bayak parasit yang menggerogoti cita-cita pendidikan Indonesia. Sikap optimis harus tetap ada. Merujuk dari firman Tuhan : “Allah tidak akan pernah merubah suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang merubahnya (Q.S )”. Pada dasarnya, berbagai usaha sudah dilakukan pemerintah. Perbaikan sarana penunjang PBM, pelatihan terhadap guru, sampai peromabakan kurikulum. Namun, merubah keaadaan yang sudah sedemikian rumit tidak semudah membalikkan telapak tangan. Mayoritas perbaikan yang dilakukan adalah pendekatan structural secara politis. 

Contohnya saja dalam pembangunan sarana yang masih juga belum merata. Perancangan undang-undang pendidikan yang sarat dengan kepentingan. Kurikulum yang terus berganti yang dalam perancangan tidak melibatkan semuastackholder yang berkompeten di bidangnya. Sehinggga berbagai penyimpanganpun acap sekali terjadi dan lebih condong membuat komponen pendidikan tambah bingung. Siswa yang semakin bngung dan gurupun tambah bingung.

Reformasi dalam dunia pendidikan harus segera dilakukan.. Perbaikan pendidikan selama ini hanya cinderung dilakukan dengan pendekatan politis. Sehingga keidealan dalam dunia pendidikan masih susah diwujudkan. Selain para pejabat yang yang sibuk dengan gerakan strukturalnya. Maka ada langkah efektif yang mengiringi gerakan secara structural.


Perbaiakan suatu objek yang rusak akan lebih efektif jika di sentuh secara langsung. Perbaiakan secara cultural adalah sebagai wujud nyatanya. Gerakan cultural akan menyentuh langsung terhadap permasalahan pendidikan di Indonesia. Sebut saja Masril Koto, insane berdarah minang ini telah berhasil denagan bank Tani nya. Menelusuri setiap pelosok yang ada di tanah air. Alhasil tak sedikit para petani yang tesentuh tangan dinginnya mengalami perubahan hidup (life change) kearah yang lebih baik. 

Program ini terus dia galakkan dan beliau saat ini juga tecatat sebgai dosen luar biasa program doctor Universitas Indonesia dan aktif sebagai narasumber di seminar-seminar nasional dan internasional. Prestasi Masril Koto tidak dilatarbelakangi oleh pendidikan formalnya, secara beliaupun tidak tamat sekolah dasar. 

Gerakan secara cultural di bidang pertanian yang dia lakukan berawal dari kegelisahan melihat kondisi sekitar. Dalam dunia pendidikan, Anis Baswedan telah sukses dengan program Indonesia Mengajarnya. Tapi itu semua belum cukup, karena Indonesia masih butuh tangan dingan dingin para intelektual muda untuk perbaikan pendidikan di negreri pertiwi ini.

Semua elemen bertanggung jawab secara moral terhadap kondisi seperti ini. salah satu elemen yang sangat dibutuhkan perannya dalam gerakan ini adalah mahasiswa. Tak dapat dipungkiri, bahwa mahasiswa memiliki peran besar dalam perjalanan sejarah bangsa. Potensi yang dimiliki mahasiswa sebgai agent of change dan control social harus memiliki langkah yang kongkrit. Melakukan pembaharuan (refresh) dalam dunia pendidikan secara otomatis jadi tanggung jawab mahasiswa. 

Salah satunya dengan gerakan secara cultural. Selain itu hal ini juga merupakan wujud dari pengamalan tridharma perguruan tinggi, yaitu pengabdian masyarakat. Langsung terjun kemasyarakat akan lebih berarti dari pada hanya sibuk dengan aturan-aturan yang memiliki singkronisasi yang lemah dengan problema yang ada dilapangan. Komunitas mahasiswa bias membuat program-program pengabdian dalam bidang pendidikan yang akan membantu tercapainya cita-cita pendidikan nasional. Diantara tema yang bias wujudkan adalah, Rumah Pendidikan Desa Tertinggal, bioskop education, Konsultasi pendidikan Keliling dan banyak hal kreatif lainnya yang dapat dilakuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun