Mohon tunggu...
wenny prihandina
wenny prihandina Mohon Tunggu... Administrasi - penerjemah

tertarik pada rasa kata dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Presiden Tak Pandai Berbicara, di Situlah Rakyat Merasa Sedih

8 Maret 2018   22:42 Diperbarui: 8 Maret 2018   23:00 1206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: nytimes.com

Terkadang ada perasaan sedih ketika berselancar di dunia maya, melihat begitu banyak cemohan kepada presiden, pemimpin bangsa ini.

Berbagai hinaan dari lawan politik atau sekedar rakyat biasa datang berhembus tidak karuan. 'Ndeso', 'PKI', 'Cungkring', 'Antek Asing', 'Petugas Partai' dan yang paling kekinian 'Tidak Pandai Bicara.'

Sebenarnya untuk masalah bicara ini sudah terlihat saat kampanye Pilpres 2014 lalu. Dalam sesi debat ataupun wawancara langsung, tidak dapat dipungkiri kalau Prabowo jauh lebih unggul. Namun nasib berkata lain, Jokowi-lah yang terpilih sebagai orang nomor satu Indonesia.

Publik menilai, sejak merdeka dan sudah 7 kali berganti presiden, baru kali ini Indonesia dipimpin orang yang 'irit bicara'. Eh, sekalinya bicara malah buat bingung.

Coba perhatikan kalimat dibawah ini:

"Tadi saya melihat film ini, Dilan. Sebuah kesederhanaan yang diambil sudutnya dengan sudut pandang, yang dengan kamera yang pas, jadinya semuanya, apa, kaget dan menjadi sebuah booming."

Ya, itulah komentar presiden kita usai menonton Dilan 1990 di Studio II Bioskop XXI Senayan City, Jakarta, Minggu (25/2/2018) bersama putrinya, Kahiyang Ayu dan suami Kahiyang, Bobby Nasution.

Bagi Anda itu lucu? Bagi saya hanya kesedihan. Presiden adalah orang nomor satu di negara ini. Ia gambaran rakyatnya, gambaran diri saya, dan Anda semua Warga Negara Indonesia.

Perhatikan lagi jawaban Mister Presiden di bawah ini ketika ditanya para wartawan terkait revisi UU MD3, Selasa, 13 Februari lalu.

"Kalau saya melihat... (terdiam beberapa saat) ya nanti," kata Jokowi, sambil pergi meninggalkan kerumunan awak pers.

Aduuhh... apa Bapak tidak tahu rakyat menunggu tanggapan dan jawaban bapak terkait masalah krusial tersebut. Bukannya nyengir lalu ngacir.

Bisa ditebak, bukan hanya lawan politik beliau yang tertawa, rakyat malah kesal melihat tingkah sang pemimpin mereka. Beragam komentar warganet pun tidak dapat dibendung.

"Ya ampun...Kenapa gua jadi malu yah punya presiden kek gini...? Menghadapi pertanyaan yg krusial dan penting kok malah cengengesan, kabur pulak...," tweet akun @iyutVB.

"Bilang aja pak gak ngerti gitu,, jangan cuma nyengir terus kabuur. Sama persis waktu jadi gubernur dki dulu, katanya lebih gampang atasi macet atau banjir Jakarta kalo jadi presiden,, pas udah jadi sekarang malah nyengir terus bilang bukan urusan saya..," tweet @ecko_jakarta87.

Mantaaaaaaapp

Jawaban Cerdas..

"KALAU SAYA MELIHAT"cengengesan itu tanda tak mengerti dengan apa yang di tanyakan oleh rekan media.

"Subhanallah semoga Allah melindungi Rakyat Indonesia..," tweet @endrianJarra.

"Akibat ga bawa teks jiplakan jadi jawaabannya ngasal. Kayak gini mau 2 periode..," cuit @pejuangsubuh08.

Hmm... baiklah. Memang seorang presiden tidak diharuskan banyak bicara, jago beretorika lalu memutarbalikkan fakta. Sah-sah saja jika kemudian seorang pemimpin sedikit omong banyak bekerja. Kerja kerja kerja, sebagaimana semboyan Jokowi.

Namun perlu diingat, seorang pemimpin harus bisa menerjemahkan isi pikirannya dengan baik agar bisa dilaksanakan para bawahan. Presiden boleh saja pendiam, tapi tetap harus memiliki keterampilan berkomunikasi, lugas dalam menyampaikan gagasan. Kata-katanya harus bisa memotivasi publik.

Istana dan Ibu Iriana harus merasa memiliki tanggungjawab memperbaiki cara dan gaya bicara presiden.

Bukanlah perkara sulit untuk menemukan mentor komunikasi terbaik di negara ini, apalagi untuk kepentingan presiden dan bangsa secara luas. Ditambah rencana Jokowi untuk dua periode, rakyat pasti ingin ada perubahan setidaknya cakap berkomunikasi.

Jokowi tidak sendiri. Jika Anda pernah nonton film The King's Speech, Anda dapat menemui kasus yang hampir sama. Film yang diadopsi dari kisah nyata itu bercerita tentang King George VI, ayah dari Queen Elizabeth II, ibu Pangeran William.

Hanya saja di film tersebut, calon Raja Inggris itu gagap bicara, bukan tidak pintar berkata-kata. Setidaknya dari The King's Speech dapat diambil pelajaran bahwa seseorang tidak perlu malu untuk belajar apa yang menjadi kekurangan dirinya meskipun dia seorang pangeran calon dari Raja Inggris ataupun Presiden Republik Indonesia.

Sang istri dari King George yang mencarikan seorang terapi bicara merupakan gambaran perjuangan untuk memberikan yang terbaik bagi sang suami. Inilah yang perlu ditiru oleh Ibu Iriana sebagai bentuk cinta pada Pak Jokowi. Pasti ibu tidak ingin bapak diejek melulu oleh rakyatnya.

Pelajaran lain yang tidak kalah penting dari kisah The Duke of York ini, bicara adalah nomor satu sebagai pemimpin. Ia sangat ketakutan kalau rakyatnya sampai tahu kalau ia gagap dalam bicara. Itu yang kemudian menjadi motivasi dirinya berubah agar rakyat Inggris tidak kecewa.

Berbicara itu melahirkan pendapat bagi pendengar, maka dari itu berhati-hatilah dalam berbicara. Diam itu tidak selalu emas. Terlalu banyak diam dapat dinilai pengingkaran tanggung-jawab dan banyak disalah-artikan.

"Orang bijak berbicara karena mereka mempunyai sesuatu untuk dikatakan, Orang bodoh berbicara karena mereka ingin mengatakan sesuatu," ujar Plato, Filsuf Yunani 427 SM-347 SM. []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun