Mohon tunggu...
Wempie fauzi
Wempie fauzi Mohon Tunggu... Penulis - Bekas guru

Bekas gurru yang meminati sejarah serta politik

Selanjutnya

Tutup

Money

Airlangga Hartarto dan Kebijakan Biodiesel untuk Akselerasi Energi Bersih Indonesia

28 Maret 2022   11:31 Diperbarui: 28 Maret 2022   12:04 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Menjadi negara dengan total luas hutan salah satu yang terbesar di dunia, memberi peluang bagi Indonesia menjadi pemain utama dunia untuk energi bersih. 

Kesempatan yang pada saat bersamaan jika disejajarkan dengan kampanye zero emisi, bisa menjadi pendorong tambahan bagi pelaksanaan konsep pembangunan berkelanjutan. 

Apalagi jika aturan pajak karbon bagi setiap jenis usaha mulai diberlakukan pada tahun 2025, membuka potensi lebih besar bagi pendapatan negara dalam lingkup rencana besar pembangunan green economy tersebut.

Namun sebelum program ekonomi hijau itu menjadi program yang masuk dalam konsep Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable development Goals), Indonesia sudah lebih dahulu punya program sendiri untuk sejumlah sektor. Salah satunya dari bidang perkebunan kelapa sawit.

Seperti diketahui, Indonesia adalah produsen utama minyak nabati dari bahan baku pohon kelapa sawit. Bersama Malaysia, Indonesia menjadi dua negara yang menjadi pemasok utama minyak nabati ke seluruh dunia.  

Minyak dari kelapa sawit atau Crued Palm Oil ini, Indonesia memasok tidak kurang dari 40 persen kebutuhan minyak nabati dunia. 

Sisanya, diisi oleh minyak dari bunga matahari,  bunga olive kacang kedelai yang jumlah produksi total  di dunia masih jauh dibawah yang dibutuhkan.

Pada saat banyak negara masih disibukkan dengan upaya pemenuhan kebutuhan minyak untuk konsumsi manusia, Indonesia sudah melangkah lebih jauh, yakni menjadikan minyak kelapa sawit  untuk kendaraan bermotor atau yang disebut biodiesel. Program ini sendiri sudah berjalan selama 14 tahun.  

Tak sekedar bertujuan untuk pelestarian alam dan pembangunan berkelanjutan serta ekonomi. Program biodiesel Indonesia ini menjadin yang terbesar, karena memadukan  jumlah, serta waktu yang cukup panjang dalam pelaksanaannya dibanding  program mandatori  serupa di negara-negara lain.

Menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, mandatory biodiesel ini secara ekonomi dan lingkungan sangat menjanjikan, apalagi trend di masa depan, dunia mulai mengurangi penggunaan energi fosil. Sementara peralihan ke energi listrik yang belum sepenuhnya merata, menjadikan biodiesel sebagai perantaranya. 

Kondisi yang pada gilirannya akan meningkatkan konsumsi biofuel di dunia, dan membuat permintaan pasokan bahan baku Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit hampir pasti akan selalu tinggi.

Sekarang dengan menjadi presidensi G20,  melalui program biodiesel Indonesia punya panggung berikut untuk memperlihatkan komitmen serta kerja nyata tentang pembangunan dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. 

"Kami ingin menunjukkan mandatori biodiesel sebagai bagian dari event Road to G20 yang diadakan bersamaan dengan meeting G20 Energy Transitions Working Group di Yogyakarta," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto beberapa waktu lalu.

Dengan mandatory biodiesel,menjadi penegas bagi Indonesia dalam komitmennya untuk akselerasi transisi energi bersih melalui kebijakan biodiesel untuk meraih net zero emission. 

Komitmen menggunakan minyak sawit sebagai bahan dasar biofuel akan mendukung Indonesia mencapai target keamanan energi dan bauran energi sebesar 23% di 2025. 

"Industri minyak sawit siap mendukung visi tersebut, karena penggunaan B30 di 2021 saja diperkirakan sudah menurunkan emisi Gas Rumah Kaca sebanyak 24,6 juta ton CO2, dan jumlah ini setara dengan 7,8% dari target pencapaian energi terbarukan di 2030," jelas Menko Airlangga.

Saat ini  produksi B30 di 2021 mencapai sekitar 9,4 juta kiloliter atau setara dengan 64,14 juta barel. Konversi dari CPO ke B20 telah meningkatkan nilai tambah hingga Rp13,19 triliun, untuk menjaga cadangan devisa senilai US$2,64 miliar, dari pengurangan impor bahan bakar fosil. 

"Saya ingin menekankan peran kebijakan biodiesel yang berpengaruh terhadap ekonomi, misalnya untuk memenuhi permintaan dalam negeri, penciptaan lapangan kerja, ekonomi hijau, stabilitas harga minyak sawit, dan pendapatan petani kecil, yang nantinya akan berkontribusi dalam pencapaian United Nations 2030 Sustainable Development Goals," papar Menko Airlangga.

Indonesia tidak akan berhenti hanya sampai kepada B30, tetapi juga mengejar green fuel dapat menggantikan minyak diesel, lalu green gasoline dapat menggantikan gasoline, dan bioavtur dapat menggantikan fossil avtur.

Indonesia percaya, program dan percepatan yang dilakukan saat ini, pada gilirannya akan sejajar dengan apa yang diinginkan masyarakat dunia... Pembangunan berkelanjutan yang sejalan dengan pelestarian alam, dengan menempatkan manusia dan alam sebagai subjek setara.

Ini bukan cita-cita utopia, karena dengan biodisel sebagai langkah pembuka, impian tersebut sebenarnya mulai menemukan bentuknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun