Mohon tunggu...
Weinata Sairin
Weinata Sairin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Teologi dan Aktivis Dialog Kerukunan

Belajar Teologia secara mendalam dan menjadi Pendeta, serta sangat intens menjadi aktivis dialog kerukunan umat beragama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Orang Bijak Itu Orang yang Bijaksana

2 Juni 2021   09:00 Diperbarui: 2 Juni 2021   11:24 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Harold Macmillan, Menteri Kependudukan Inggris, saat Perang Dunia II pecah sedang berada di Aljazair. Terjadilah perselisihan antara perwira Inggris dan Amerika di ruang makan. Masalahnya sederhana. Perwira Amerika menginginkan minuman dihidangkan sebelum makan. Sementara, para perwira Inggris menginginkan sebaliknya. Konflik terjadi.

Apa yang dilakukan Macmillan? "Jika begitu, kita semua akan minum sebelum makan bagi orang Amerika. Lalu, kita akan minum setelah makan bagi orang-orang Inggris!" Perselisihan yang berkaitan dengan tata urutan makan-minum itu pun bisa selesai dengan baik.

Sebagai bangsa yang warganya beragama, kita memiliki begitu banyak wisdom, mengacu kepada ajaran agama, tradisi kultural, dan local wisdom yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Hanya, wisdom itu belum optimal didayagunakan dalam kehidupan kita secara praktis.
Apa yang diungkap Epictetus tentang orang bijaksana cukup menarik.

Orang bijak dalam pikiran Epictetus adalah orang yang memberi ruang bagi pengembangan sikap ugahari, yang tidak ngoyo mengejar harta, apalagi dengan cara menipu atau melawan hukum. Orang bijak bersyukur dengan apa yang sudah ia miliki, tidak komplain atau meratap. 

Dalam dunia yang kita hidupi sekarang ini, sikap bijak harus makin kita kedepankan. Sebuah dunia yang ramah, aman, sejuk, adil, damai, dan berkeadaban akan bisa mewujud di dunia nyata, andai ungkapan kata, diksi, terminologi, sikap, pemikiran dan perbuatan kita dikuasai oleh wisdom.

Dalam bermedsos acapkali kita membaca kata-kata hujatan, penghakiman, bahkan makian yang berada diluar batas kepatutan. Ironisnya ungkapan kebencian itu tidak berdasar alat bukti yang valid, kecuali kemiskinan literasi dan vokabulari dari sang pengujar!

Istilah vulgar yang ditujukan kepada pihak lain baik pribadi maupun institusi yang dituduh bersalah, sesat, berdosa dan lain sebagainya amat kita sayangkan terjadi dalam kehidupan kita, dalam sebuah negeri yang penduduknya 99,9 persen beragama. Kita harus kembali belajar menjadi orang yang bijak, yang dipenuhi Hikmat ilahi, agar dunia yang berkeadaban mewujud di tengah sejarah kita.

Selamat Berjuang. God bless!

Weinata Sairin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun