Mohon tunggu...
Weinata Sairin
Weinata Sairin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Teologi dan Aktivis Dialog Kerukunan

Belajar Teologia secara mendalam dan menjadi Pendeta, serta sangat intens menjadi aktivis dialog kerukunan umat beragama

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengejar Kemuliaan Surgawi: Inti Kehidupan

20 April 2021   13:39 Diperbarui: 20 April 2021   13:52 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Quam cito transit gloria mundi. Betapa cepat kemuliaan duniawi itu lewat."

Ada banyak orang yang terkesima, terpukau, terlena kepada sesuatu yang biasa disebut "duniawi". Memang acap orang membedakan secara dualitas, misalnya jasmani-rohani, horisontal-vertikal, duniawi-surgawi, dan sebagainya. Kata "duniawi" biasanya dihubungkan dengan segala sesuatu yang ada, terjadi dan berlangsung di dalam dunia dan yang sifatnya fana, temporer dan sementara. Duniawi biasa juga dihubungkan dengan jasmani, sesuatu yang bisa dilihat, diraba, nampak secara kasat mata.

Dalam arti tertentu kata "duniawi" mengandung konotasi negatif yang dianggap bisa menggerus kekuatan spiritual dan ketangguhan iman seseorang.

Pada kalimat berikut makna kata 'duniawi' bisa terbaca dengan agak jelas. "Di lantai 17 hotel ABC setiap orang bisa menikmati kondisi surga dunia. Banyak orang mencari kesenangan duniawi ditempat itu". "Sesudah keluar dari penjara ia tidak lagi melakukan aktivitas duniawi yang melawan hukum, ia fokus pada pemantapan rohani melalui seorang guru spiritual".

Dari banyak literatur keagamaan istilah "duniawi" memang nyaris bernuansa negatif apalagi jika dikontraskan dengan dimensi "surgawi", "kesurgaan".  Duniawi, sekuler yang seringkali dipertentangkan dengan yang sakral dan vertikal memang kosa kata yang amat dikenal dalam kehidupan kita sebagai umat yang beragama.

Sejak awal, agama-agama menyatakan dengan amat jelas dan eksplisit bahwa "dunia" itu termasuk benda yang diciptakan. Dunia bukan benda kekal dan abadi yang berada di luar ruang dan waktu. Dunia adalah ciptaan agung dan mahakarya dari Allah, Khalik alam semesta. Oleh karena itu dunia adalah benda yang fana termasuk segala sesuatu yang ada di dalam dunia.

Manusia diciptakan Allah agar ia mengukir karya terbaik ditengah dunia, mengelola bumi ini dengan seluruh kekayaan yang ada agar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemaslahatan umat manusia dari abad ke abad. Sayangnya nafsu penguasaan manusia terhadap bumi amat besar, ia eksploitasi isi perut bumi tanpa mengkalkulasi dengan matang dampaknya bagi generasi berikut dan bagi perkembangan alam itu sendiri. Walaupun narasi agama-agama amat jelas menyatakan bahwa kewargaan kita bukan di dunia ini tapi di surga, yang akan dialami dimasa datang, namun manusia terlena pada hal-hal yang duniawi. Manusia berupaya dengan segala cara bahkan yang bertentangan dengan agama untuk mencapai kesuksesan, demi mempertahankan "kemuliaan duniawi".

Orang membeli sertifikat, membeli gelar, korupsi, membobol ATM, merekayasa perusahaan bodong, menipu para peserta umroh, mark up anggaran, mengorupsi uang bansos/uang pencetakan kitab suci,menyuap pejabat, dsb mengabaikan dan berpura-pura tak tahu undang-undang hanya untuk mempertahankan kemuliaan duniawi.Orang tidak takut lagi pada hukuman Tuhan, bahkan terus menerus berbohong, menipu dan mengelabui Tuhan, orang tidak taat hukum dan mencari alibi untuk bebas dari proses peradilan, lari atau bersembunyi, menjadi DPO bertahuntahun, untuk mengelak dari proses hukum. Negeri ini sudah tidak lagi sepenuhnya negeri yang warga negaranya taat beragama, tapi negeri yang warganya masih repot berdiskusi tentang definisi agama, jumlah agama, bagaimana mengatur kolom agama di KTP, memasukkan diksi agama dalam teks undang-undang atau diskusi tentang pola pembelajaran agama yang cocok di era digital,sehingga lupa untuk beragama secara utuh penuh, konsisten dan kontinyu.

Para pejabat agama, tokoh dan lembaga agama harus terusmenerus berupaya  mencari pola dan bentuk yang relevan bagaimana proses pembinaan kehidupan beragama di zaman ini. Pola dan bentuk itu menolong umat sehingga mereka dapat mewujudkan keberagamaan yang kafah yang mampu menjawab tantangan zamannya secara cepat dan tepat.  Kemuliaan duniawi itu akan cepat berlalu bersama usia yang makin renta dan uzur, apalagi kemuliaan yang bersumber dari korupsi atau perbuatan haram lainnya. Jangan terpukau pada kemuliaan duniawi, pada harta, tahta, jabatan dan kemasyhuran.Jangan nekad menjadi nabi palsu atau menjadi nabi kesekian yang hanya mempertontonkan kebodohan manusia zaman zahiliyah. Wujudkan hidup yang taat hukum dan takut kepada Tuhan! Carilah kemuliaan surgawi yang kekal abadi,yang berada diluar ruang dan waktu dengan cara melaksanakan perintah agama, beramal, berpuasa, bersedekah,berdiakonia transformatif, berbuat kebajikan, menabur cinta kasih bagi sesama tanpa mempertimbang kan Sara dan bentuk-bentuk lainnya. Ingat keakanan kita berada di kekekalan, dan bukan di kefanaan!

Selamat berjuang. God bless.

Weinata Sairin

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun