Mohon tunggu...
Prita Dewi
Prita Dewi Mohon Tunggu... -

Imajenasi itu segalanya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ternyata Bulan Bisa Ngomong

25 Desember 2015   10:47 Diperbarui: 25 Desember 2015   11:02 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam semakin larut, hening, hanya suara jangkrik dan kumbang yang sedang berebut cinta. Lantas sedang apa raja malam? Berselimut awan dan seakan tak peduli dengan apa yang terjadi? Menyebalkan. Harusnya dia tau, harusnya dia peduli.

Biar hitam dan tak terlalu tampan, Rusdi tak seharusnya di abaikan raja malam. Bergumam tak jelas mulutnya, bercerita pada bulan entah dengan bahasa apa. Mungkin bulan tak mengerti bahasanya. Menyedihkan.

Tak ada yang bisa memahami Rusdi. Jangankan bulan yang tidak memiliki hubungan darah dengannya, bapak dan emak biologisnya pun tak mengerti, bahkan dirinya sendiri. Konyol.

Kisah cinta bak hikayat sedang dipikulnya. Memahami cinta Rusdi pada Maryati sedikit lebih sulit dari persamaan matematik Henderson. Keduanya teman sejak kecil, dekat sejak Maryati gendut hingga Maryati ramping dan  sejak Rusdi yang kumal hingga Rusdi yang tetap saja kumal. Ironis.

Sederhana sebenarnya, andai Rusdi tidak terlambat mengungkapkan cintanya, pasti Maryati untuknya. Maryati telah dinikahi orang. Tepat tadi pagi pukul 10. Penyesalan diakhir itu klise, ah sayang sekali dan Maryati menerima pernikahan itu. Lengkap sudah.

Rusdi bertahun-tahun menikmati setiap moment kebersamaannya dengan Maryati tanpa berfikir lanjut untuk mengungkapkannya perasaanya. Rusdi terlalu yakin bahwa sebenarnya Maryati juga merasakan hal yang sama dengannya. Padahal tidak pernah ada kesepakatan diantara keduanya untuk saling mencintai. Keyakinan cinta Rusdi illegal.

Malam makin melankolis saja, Rusdi masih duduk terdiam bak pecundang. Menyesal. Tapi sudah tak berguna. Tak ada harapan lagi untuk kisah cintanya. Pupus.

“Maryati, benarkah kau menerima pernikahan itu? Padahal aku lebih dulu mencintaimu,” kata Rusdi lirih. “Tidurlah, Maryati akan  kembali untukmu secepatnya, malam ini juga,  setidaknya dalam mimpi,” bisik bulan yang akhirnya peduli dengan Rusdi. Akhirnya bulan bisa ngomong. Mendengarnya telinga Rusdi sakit dan mata Rusdi yang basah akhirnya terpejam, menutup malam yang perih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun