Mohon tunggu...
Wedy Prahoro
Wedy Prahoro Mohon Tunggu... Akademisi

Pendidikan hadir untuk memberikan Kehidupan, Makna, dan Kemuliaan.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Menjelajah Hati di Rimba Digital: Mengukir Karakter Islami untuk Generasi Masa Depan

24 Juni 2025   23:00 Diperbarui: 24 Juni 2025   22:24 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Koleksi Pribadi

Akhlak Terhadap Sesama (Habluminannas) dalam Ranah Digital:

  • Kejujuran dan Anti-Hoax: Nabi Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia, sebagaimana hadis riwayat Tirmidzi, "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia" ( Innama bu'itstu li utammima makarimal akhlaq ) (HR. Tirmidzi). Ini termasuk kejujuran. Di era disinformasi yang merajalela, di mana berita palsu (hoax) dan ujaran kebencian menyebar cepat, mengajarkan anak untuk tidak mudah percaya pada informasi yang belum terverifikasi dan tidak ikut menyebarkannya adalah bentuk akhlak mulia. Mendorong mereka untuk melakukan tabayyun (konfirmasi) sebelum berbagi informasi, seperti yang disarankan dalam QS. Al-Hujurat (49): 6, "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti," (QS.Al-Hujurat:49) adalah pendidikan kritis yang sangat relevan dan mendesak.
  • Etika Berkomunikasi (Cyber-Adab): Fenomena cyberbullying, ujaran kebencian, komentar kasar, dan body shaming seringkali menjadi momok di media sosial. Ajaran Islam sangat menekankan pentingnya lisan yang baik, "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam" (HR. Bukhari dan Muslim). Anak perlu diajarkan untuk menggunakan kata-kata yang santun, menghargai perbedaan pendapat tanpa merendahkan, dan berempati terhadap perasaan orang lain di dunia maya. Ini juga mencakup menjaga privasi orang lain, tidak mengunggah foto atau informasi pribadi tanpa izin, dan tidak menyebarkan aib atau rahasia yang dapat merugikan orang lain.
  • Tanggung Jawab Digital: Setiap jejak digital adalah cerminan diri dan akan dipertanggungjawabkan. Mengajarkan anak untuk bertanggung jawab atas setiap konten yang diunggah, setiap komentar yang ditulis, dan setiap interaksi daring adalah krusial. Ini sejalan dengan prinsip QS. Al-Isra (17): 36, "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya." (QS.Al-Isra:17) Kesadaran ini akan membentuk perilaku digital yang lebih hati-hati dan etis.

Peran Kunci dalam Pendidikan Karakter di Era Digital: Keteladanan, Pendampingan, dan Lingkungan Kondusif

Penguatan karakter di era digital tidak bisa berdiri sendiri. Ia membutuhkan ekosistem yang mendukung, di mana setiap komponen memainkan peran krusial.

  • Keteladanan Orang Tua dan Pendidik. Albert Bandura dalam Teori Pembelajaran Sosialnya (1977), yang dijabarkan dalam Social Learning Theory, menegaskan bahwa anak-anak belajar banyak melalui observasi (modeling) dan imitasi. Ini berarti, keteladanan orang tua dan guru adalah kunci utama. Percuma menasihati anak untuk tidak kecanduan gawai jika orang tuanya sendiri sibuk menatap layar sepanjang waktu. Orang tua harus menjadi teladan digital yang bijak: membatasi waktu layar, memilih konten yang positif, berinteraksi dengan etis di media sosial, dan menunjukkan bahwa ada kehidupan di luar layar. Keteladanan ini akan jauh lebih efektif daripada seribu nasihat. Nabi Muhammad SAW adalah teladan terbaik, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Ahzab (33): 21, "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (QS.Al-Ahzab:33) Menceritakan kisah akhlak beliau dan bagaimana prinsip-prinsip tersebut relevan di era digital akan menginspirasi anak.
  • Pendampingan Aktif dan Diskusi Terbuka. Erik Erikson dalam Teori Perkembangan Psikososialnya (1963), melalui karyanya Childhood and Society, menyoroti pentingnya mengatasi krisis psikososial pada setiap tahap perkembangan. Di era digital, anak mungkin menghadapi krisis terkait identitas diri yang dibentuk oleh validation daring, atau rasa minder karena perbandingan sosial di media sosial. Pendampingan aktif orang tua dan guru dalam membahas isu-isu ini, memberikan pemahaman dari perspektif Islam, dan membantu anak mengembangkan resiliensi digital sangatlah penting. Komunikasi dua arah adalah kunci. Mendorong diskusi terbuka antara anak dan orang tua/guru tentang konten digital yang mereka lihat, isu-isu moral yang muncul di dunia maya (seperti cyberbullying atau body shaming), dan cara menyikapinya dari perspektif Islam, akan membangun pemahaman kritis anak. Ini bukan tentang membatasi, tetapi membimbing mereka untuk berpikir dan memilih secara mandiri.
  • Penciptaan Lingkungan Digital dan Fisik yang Kondusif. Thomas Lickona, seorang tokoh kunci dalam gerakan pendidikan karakter, dalam bukunya Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility (1991), menekankan pentingnya menciptakan komunitas moral di sekolah dan di rumah. Di era digital, ini bisa berarti:
  • Mengembangkan Konten Digital Islami yang Menarik. Menyediakan atau memperkenalkan aplikasi, game, animasi, atau video edukatif yang mendidik dan menanamkan nilai-nilai akidah akhlak secara menyenangkan dan interaktif. Ini adalah upaya untuk mengisi ruang digital anak dengan hal-hal positif.
  • Mendorong Komunitas Online yang Positif. Memfasilitasi anak untuk bergabung atau menciptakan komunitas daring yang mendukung nilai-nilai Islami, diskusi keagamaan yang sehat, atau kegiatan positif lainnya (misalnya, grup belajar Al-Qur'an daring, komunitas hobi Islami).
  • Menciptakan Keseimbangan. Membiasakan adanya digital detox secara teratur, dan mengalihkan perhatian anak pada aktivitas non-digital yang mempererat ikatan keluarga dan komunitas (membaca buku fisik, bermain di luar, berinteraksi langsung dengan tetangga dan kerabat, mengikuti majelis ilmu di masjid). Keseimbangan ini esensial untuk perkembangan holistik anak.

Masa Depan Anak: Tanggung Jawab Kita Bersama

Pendidikan karakter berbasis akidah akhlak di era digital bukanlah sebuah pilihan, melainkan sebuah keharusan mendesak. Ini bukan tentang melarang anak bersentuhan dengan teknologi, yang mustahil di zaman ini. Justru sebaliknya, ini tentang membekali mereka dengan "filter internal" yang kokoh (sebuah perisai akidah dan akhlak) agar mampu menavigasi lautan informasi dengan aman, membedakan yang baik dari yang buruk, dan mengambil keputusan yang bertanggung jawab. Ini adalah investasi jangka panjang untuk melahirkan generasi Rabbani yaitu generasi yang cerdas akal, matang emosi, kokoh spiritual, dan bermanfaat bagi sesama, mampu menjadi agen perubahan positif di dunia nyata maupun di dunia maya.

Masa depan anak-anak kita ada di tangan kita. Apakah kita akan membiarkan mereka terseret arus deras digital tanpa kendali moral, ataukah kita akan membimbing mereka menjadi nahkoda yang cakap, berlayar dengan keyakinan yang teguh dan akhlak yang mulia? Mari kita sadari sepenuhnya bahwa setiap detik yang anak habiskan di dunia maya adalah lahan bagi penanaman nilai. Jangan sampai kita terlambat. Mari kita jadikan teknologi sebagai jembatan menuju kebaikan, bukan jurang kehancuran. Mari kita ukir karakter mulia dalam hati dan jiwa anak-anak kita, agar mereka menjadi pelita di tengah kegelapan digital, membawa cahaya keimanan dan akhlak di manapun mereka berada. Tantangan ini besar, namun peluangnya jauh lebih besar untuk mencetak generasi pemimpin yang shalih dan shalihah, yang tak hanya menguasai dunia, tetapi juga memahami makna keberadaan mereka di hadapan Sang Pencipta. (wp)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun