Mohon tunggu...
Wedy Prahoro
Wedy Prahoro Mohon Tunggu... Akademisi

Pendidikan hadir untuk memberikan Kehidupan, Makna, dan Kemuliaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merajut Kedamaian dalam Batasan Diri dan Keseimbangan Hidup

9 Juni 2025   08:00 Diperbarui: 9 Juni 2025   07:25 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ikhlas juga berarti melepaskan kendali atas hal-hal yang tidak dapat kita ubah. Ada hal-hal dalam hidup yang memang di luar kuasa kita, seperti kondisi pasar global, perkembangan teknologi yang tak terbendung, atau fluktuasi harga kebutuhan pokok. Terus-menerus meratapi atau mencoba mengubah apa yang sudah terjadi hanya akan menguras energi dan menjauhkan kita dari kedamaian. Ikhlas adalah seni melepaskan, membiarkan aliran kehidupan membawa kita ke tempat yang seharusnya.

Namun, ikhlas bukan berarti berhenti berusaha. Justru sebaliknya, ikhlas menjadi fondasi untuk melangkah maju dengan ikhtiar atas apa yang akan terjadi ke depan. Ikhtiar adalah upaya maksimal yang kita lakukan dengan mengerahkan segenap kemampuan, disertai dengan doa dan tawakal kepada Allah. Ia adalah bentuk konkret dari keyakinan kita bahwa Allah akan menolong hamba-Nya yang berusaha. Di era yang serba cepat ini, ikhtiar juga berarti kesediaan untuk terus belajar, berinovasi, dan beradaptasi agar tetap relevan di tengah perubahan.

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi: "Ikatlah (unta)mu, kemudian bertawakallah." (HR. Tirmidzi)

Hadis ini adalah nasihat yang sangat mendalam. Ia mengajarkan pentingnya menyeimbangkan ikhtiar dan tawakal. Kita tidak boleh hanya bertawakal tanpa berusaha, karena itu adalah kemalasan. Dan kita juga tidak boleh hanya berusaha tanpa bertawakal, karena itu adalah kesombongan. Tawakal adalah penyerahan diri setelah melakukan usaha terbaik, percaya sepenuhnya bahwa Allah akan memberikan hasil terbaik sesuai kehendak-Nya.

Dalam konteks perkembangan zaman, ini berarti kita harus terus mengasah keterampilan, mencari peluang baru, dan berinovasi, namun tetap menyerahkan hasilnya kepada Tuhan.

Ikhtiar yang tulus tidak menjamin keberhasilan instan, namun ia menjamin pertumbuhan dan pembelajaran. Setiap usaha, baik yang berhasil maupun yang gagal, adalah proses pendewasaan. Ketika kita berikhtiar dengan sungguh-sungguh, kita menanam benih-benih kebaikan, dan Allah-lah yang akan menumbuhkannya. Ini sejalan dengan filosofi Jawa "jer basuki mawa bea" (segala sesuatu memerlukan pengorbanan) yang menekankan pentingnya usaha dan pengorbanan untuk mencapai tujuan.

Dengan mempraktikkan ikhlas dan ikhtiar secara bersamaan, kita akan menemukan kedamaian yang sejati. Kita tidak akan terlalu terpaku pada masa lalu yang tidak dapat diubah, dan tidak pula terlalu cemas akan masa depan yang belum pasti. Kita akan hidup di saat ini, melakukan yang terbaik, dan percaya pada ketetapan Ilahi. Inilah esensi dari menjalani hidup dengan kedamaian, di mana hati senantiasa tenteram, pikiran jernih, dan jiwa merdeka, bahkan di tengah berbagai tantangan dan perubahan zaman.

Merajut Ketenangan: Sebuah Penutup di Tengah Arus Perubahan

Kedamaian hidup bukanlah sebuah tujuan akhir yang statis, melainkan sebuah perjalanan berkelanjutan yang memerlukan kesadaran, penerimaan, dan praktik yang konsisten. Ia adalah sebuah simfoni yang harmonis, tercipta dari paduan melodi kemampuan diri, ritme rasa syukur, melodi penenang keikhlasan, dan semangat membara ikhtiar. Semua ini menjadi semakin relevan di tengah kondisi saat ini yang penuh tantangan, kehidupan serba cepat, keadaan ekonomi yang sulit, harga kebutuhan pokok yang fluktuatif, serta perkembangan zaman dan teknologi yang menuntut adaptasi. Ketika kita mampu memahami dan menerima batasan diri, serta menyeimbangkan antara ambisi dan realita, kita akan terhindar dari kelelahan jiwa dan raga. Kita akan menemukan kekuatan dalam kelemahan, dan merayakan keunikan yang Allah anugerahkan, tanpa terjebak dalam tuntutan "wong-wongan" (tuntutan dari orang lain) yang tak ada habisnya.

Ketika kita mampu melihat setiap napas, setiap makanan yang kita nikmati, setiap tawa, dan bahkan setiap tetes air mata sebagai nikmat, maka hati kita akan dipenuhi dengan rasa cukup. Syukur akan mengubah persepsi kita dari kekurangan menjadi kelimpahan, dari kegelapan menjadi cahaya, dan menjadikan kita pribadi yang "tansah eling lan waspada" (senantiasa ingat dan waspada) akan karunia-Nya. Ketika kita mampu melepaskan beban masa lalu dengan ikhlas, kita akan membebaskan diri dari belenggu penyesalan dan kemarahan. Jiwa kita akan ringan, siap untuk melangkah maju tanpa membawa beban yang tidak perlu, dengan sikap "legawa" (lapang dada) menerima segala ketetapan.

Dan ketika kita mampu berikhtiar dengan segenap daya upaya, disertai dengan keyakinan penuh kepada Allah, maka kita sedang menanam benih-benih kesuksesan di masa depan. Ikhtiar adalah bentuk nyata dari harapan, bukti nyata dari perjuangan, dan jalan menuju pencapaian. Ini adalah wujud dari pepatah Jawa "sugih tanpo bondho, digdoyo tanpo aji, nglurug tanpo bolo, menang tanpo ngasorake" (kaya tanpa harta, sakti tanpa pusaka, berperang tanpa pasukan, menang tanpa merendahkan). Meskipun tidak secara langsung bermakna ikhtiar materi, inti dari pepatah ini adalah kekuatan batin dan usaha yang tulus akan membawa pada keberhasilan sejati.

Pada akhirnya, kedamaian hidup adalah tentang menemukan keseimbangan. Keseimbangan antara menerima apa yang ada dan berusaha untuk apa yang bisa terjadi. Keseimbangan antara melepaskan dan menggenggam. Keseimbangan antara dunia dan akhirat. Inilah hakikat dari "memayu hayuning bawana" (memperindah jagat raya), yaitu menciptakan harmoni dan kedamaian mulai dari diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun