Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi medium utama dalam menyebarkan informasi dan membentuk opini publik, terutama di kalangan Generasi Z. Sebagai kelompok yang dikenal sebagai digital native, Gen Z memiliki keterikatan yang kuat terhadap teknologi, dengan intensitas penggunaan media sosial yang sangat tinggi (Fadhilah dkk., 2022). Fenomena ini secara tidak langsung membentuk kesadaran sosial-politik generasi muda melalui paparan konten yang mereka konsumsi setiap hari.
Berdasarkan survei Statista terbaru, 46% Gen Z lebih memilih media sosial sebagai sumber utama informasi, sementara 31% lainnya mulai beralih ke platform berbasis kecerdasan buatan seperti ChatGPT atau Google Gemini (Bianchi, 2025). Perubahan pola konsumsi informasi ini menunjukkan bahwa media sosial bukan lagi sekadar sarana hiburan, tetapi telah menjadi ruang partisipasi dan literasi politik baru.
Namun, dominasi media sosial juga menghadirkan tantangan baru, salah satunya adalah fenomena Fear of Missing Out (FoMO). Elhai dkk. (2021) mendefinisikan FoMo sebagai kondisi psikologis berupa kecemasan sosial karena takut tertinggal dari pengalaman atau informasi yang dianggap penting. Dalam konteks politik digital, FoMO dimanfaatkan dalam strategi kampanye untuk menggiring opini publik, khususnya melalui konten viral dan penggunaan influencer (Suryawijaya dkk., 2024).
Hal ini menjadi relevan mengingat Gen Z merupakan pemilih terbesar ketiga dalam Pemilu 2024, dengan lebih dari 57 juta suara (Muhammad dalam Suryawijaya dkk., 2024). Target kampanye politik pun berfokus pada pendekatan visual dan emosional yang sesuai dengan karakteristik digital native. Namun, partisipasi semacam ini cenderung bersifat instan dan dangkal jika tidak disertai kemampuan berpikir kritis.
Fenomena tagar seperti #KaburAjaDulu menunjukkan bentuk ekspresi politik Gen Z yang kreatif dan kritis (Ginanjar dalam Abdullah, 2024). Namun, ekspresi digital tersebut juga menunjukkan bahwa banyak opini yang terbentuk lebih dipengaruhi oleh tren daripada pemahaman yang substansial. Hal ini diperkuat oleh temuan Judijanto dkk. (2024) yang menyatakan bahwa meskipun partisipasi politik Gen Z meningkat secara daring, mereka tetap rentan terhadap misinformasi.
Literasi digital menjadi hal yang sangat penting untuk dikembangkan. Putra dkk. (2024) menyebutkan bahwa penggunaan media sosial dapat menjadi instrumen positif untuk membentuk kesadaran politik, jika dibarengi dengan edukasi dan kemampuan memilah informasi secara kritis. Sayangnya, algoritma media sosial yang menciptakan filter bubble justru dapat mempersempit perspektif dan memperkuat polarisasi.
Dalam hal ini, urgensi pengembangan program literasi digital dan pendidikan politik berbasis media sosial tidak dapat diabaikan. Kolaborasi antara institusi pendidikan, lembaga negara, dan platform digital perlu ditingkatkan agar konten-konten politik yang dikonsumsi generasi muda dapat memfasilitasi partisipasi yang lebih substantif dan berorientasi pada nilai-nilai kebangsaan.
Penutup
Di tengah transformasi digital yang pesat, Generasi Z memegang peran strategis dalam menentukan arah demokrasi dan pembangunan bangsa. Tingginya intensitas penggunaan media sosial memberi peluang besar bagi keterlibatan mereka dalam diskursus sosial-politik. Namun demikian, hal tersebut juga dibarengi dengan tantangan serius, terutama terkait dengan literasi informasi, bias algoritmik, serta fenomena Fear of Missing Out (FoMO) yang dapat memengaruhi kualitas opini dan partisipasi mereka.
Analisis ini menegaskan bahwa partisipasi politik Gen Z melalui media sosial belum sepenuhnya mencerminkan pemahaman yang substansial terhadap isu-isu kebangsaan. Oleh karena itu, diperlukan penguatan literasi digital dan pendidikan politik berbasis platform digital yang tidak hanya menekankan aspek teknis, tetapi juga mengembangkan kemampuan berpikir kritis, etis, dan reflektif.
Dengan pendekatan yang terintegrasi antara edukasi, kebijakan publik, dan kolaborasi lintas sektor, Generasi Z dapat menjadi subjek aktif dalam membentuk ruang digital yang lebih sehat serta berkontribusi nyata dalam pembangunan kehidupan berbangsa dan bernegara yang inklusif dan berkesinambungan.