Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Selamat Hari Ibu atau Selamat Hari "Orang yang Melahirkan"

23 Desember 2021   11:33 Diperbarui: 23 Desember 2021   19:39 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.saatchiart.com/

Hari Ibu di Indonesia diperingati pada tanggal 22 Desember tiap tahunnya. Tahun ini merupakan peringatan Hari Ibu yang ke-93 di Indonesia. 

Dari Instagram KemenPPPA, tanggal Kongres Perempuan Pertama pada 22 Desember 1928 menjadi dasar pemerintah RI menetapkan peringatan Hari Ibu. Hari itu, diresmikan oleh Presiden Soekarno melalui surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 316 Tahun 1959. 

Meskipun ditetapkan sebagai hari nasional, namun peringatan Hari Ibu bukan termasuk hari libur.

Panitia Kongres Perempuan Indonesia I dipimpin oleh R.A. Soekonto yang didampingi oleh dua wakil, yaitu Nyi Hadjar Dewantara dan Soejatin. Dalam sambutannya, dinukil dari buku karya Blackburn, R.A. Soekonto mengatakan: 

"Zaman sekarang adalah zaman kemajuan. Oleh karena itu, zaman ini sudah waktunya mengangkat derajat kaum perempuan agar kita tidak terpaksa duduk di dapur saja. Kecuali harus menjadi nomor satu di dapur, kita juga harus turut memikirkan pandangan kaum laki-laki sebab sudah menjadi keyakinan kita bahwa laki-laki dan perempuan mesti berjalan bersama-sama dalam kehidupan umum."

"Artinya," lanjut R.A. Soekonto, "perempuan tidak [lantas] menjadi laki-laki, perempuan tetap perempuan, tetapi derajatnya harus sama dengan laki-laki, jangan sampai direndahkan seperti zaman dahulu." 

Itu adalah awal gerakan perempuan. Untuk hari itu, kehidupan seorang ibu seharusnya mudah. Dia dapat beristirahat dan menikmati kekaguman akan kemurniannya, kesetiaan yang tak tanggung-tanggung, kasih yang tak terkekang, dan cinta yang total. 

Tapi mungkin bentuk perhelatan ini terlalu mudah; mungkin itu bagian paling hakiki seorang wanita sebagai 'orang yang melahirkan' dan membesarkan anak. 

Sesungguhnya, sangat sedikit hal tentang keibuan yang absolut. Dan mungkin kita harus menerima dan merayakan, malah bersikap ambivalen.

Setelah memperlakukan Hari Ibu seperti yang selalu dialami setiap tahunnya, sangatlah tidak peka. Para ibu telah menunjukkan tahun-tahun berjalan, bahkan lebih dari biasanya, dan terlalu banyak dari mereka yang berjuang tanpa dukungan dari komunitas,  dan seharusnya memiliki makna yang lebih besar dan lebih inklusif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun