Mohon tunggu...
Wayudin
Wayudin Mohon Tunggu... Guru - Pengabdian tiada henti

Seorang guru SMP swasta di kota Medan,tertarik dengan fenomena kehidupan masyarakat dan tak ragu untuk menyuarakan pendapatnya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar dari Covid-19, Saatnya Kita Punya UU Pendidikan Darurat

25 Mei 2020   22:20 Diperbarui: 25 Mei 2020   22:22 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belum lagi jika kita juga harus mempertimbangkan peserta didik yang bertempat tinggal di daerah dengan infrastruktur komunikasi seadanya, ataupun peserta didik dengan tingkat ekonomi lemah ataupun yang terdampak Covid-19 baik langsung ataupun tidak langsung sehingga tidak memiliki dan tidak mampu membeli gawai ataupun komputer untuk membantu pembelajaran daring mereka. 

Beberapa daerah juga ditengarai memiliki masalah dalam hal pasokan listrik yang terbatas sehingga penggunaan peralatan elektronik sedikit banyak tentu akan terkendala. Namun apa lacur, keputusan telah dibuat, apapun ceritanya, selama masa pandemi, aktivitas pendidikan akan dilakukan secara daring.

Jangan heran jikalau di masa-masa awal penerapan pembelajaran daring, kondisinya menjadi jauh panggang dari api bagi siswa yang awalnya antusias untuk mencicipi pembelajaran daring. 

Alih-alih menikmati, mereka malah dijejali dengan berbagai materi dan tugas-tugas yang konon kabar jumlahnya lebih banyak jika dibandingkan pada saat situasi normal sekolah. 

Orang tua pada awalnya juga tak kalah antusias ketika diminta untuk mengambil alih peran guru dalam mendidik dan mengajari anak-anak mereka selama kegiatan belajar mengajar dilakukan dari rumah. 

Setelah beberapa hari, orang tua pun mendapati "wujud" asli anak-anak mereka sebagaimana ketika mereka diminta untuk menyelesaikan tugas oleh guru-guru di sekolah, ada anak yang langsung bergerak, namun tak sedikit pula yang sampai harus meningkatkan tensi darah orang tuanya untuk bisa diajak menyelesaikan tugas-tugas yang ada. 

Niat untuk bersabar dan lebih mendekatkan diri kepada anak-anak yang mungkin selama ini sering terabaikan menjadi buyar ketika menyadari bahwa anak-anak mereka ternyata memiliki wajah yang berbeda ketika diminta untuk belajar ataupun menyelesaikan tugas dibandingkan ketika bermain-main dan beraktivitas lain di rumah. 

Hal ini akhirnya membuka mata orang tua bahwa mendidik anak layaknya seorang guru di sekolah ternyata tidak semudah yang dibayangkan oleh sebagian besar masyarakat. 

Jika orang tua merasa kesulitan mendampingi satu atau dua orang anaknya dalam belajar, bayangkan bagaimana beratnya tugas seorang guru yang mendampingi siswa dalam jumlah yang berkali-kali lipat dari itu dalam kelas setiap harinya.

Keluhan-keluhan pun bermunculan, mulai dari materi dan tugas yang diberikan terlalu banyak, guru tidak memberikan penjelasan yang memadai, orang tua yang tidak menguasai materi yang ditugaskan sampai orang tua yang tidak sempat untuk mendampingi anaknya karena tetap harus bekerja di luar rumah. 

Topik-topik tersebut menghiasi cuitan di dunia maya, bahkan muncul tudingan yang tak kalah pedas terhadap golongan pahlawan tanpa tanda jasa, yaitu mereka malas mengajar dan hanya mau menerima gaji buta sehingga menghalalkan pemberian tugas sebanyak mungkin kepada siswanya selama pembelajaran daring. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun