Mohon tunggu...
Wawan Ridwan AS
Wawan Ridwan AS Mohon Tunggu... Penacinta

Konsep, Sikap, Action menuju Good Respect.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Johanna Petronella Mossel: Lahirnya Kartu Bridge Wayang dan Kesadaran Pendidikan Budaya

22 Juni 2025   20:45 Diperbarui: 22 Juni 2025   21:18 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Johanna Petronella Mossel (Foto: /eduperron.nl via Pikiran Rakyat)

Sejarah Indonesia tak hanya diwarnai narasi besar perjuangan fisik dan diplomasi, namun juga jejak-jejak inovasi dari sosok  visioner yang melampaui zamannya. Salah satunya adalah Johanna Petronella Mossel.

Dikenal atas dedikasinya dalam dunia pendidikan melalui Ksatrian Instituut, Johanna punya warisan lain yang tak kalah unik namun kerap luput dari perhatian, idenya untuk menciptakan kartu bridge (remi) bergambar wayang yang digagas sejak jaman Jepang.

Profil Singkat

Johanna Petronella Mossel. Wanita Indo Belanda keturunan Yahudi ini adalah istri kedua Ernest Douwes Dekker. Ia juga merupakam pejuang pergerakan nasional Indonesia. Johanna lahir pada 3 April 1904 di Jakarta.

Kehidupannya banyak diwarnai dengan perjuangan, terutama di bidang pendidikan. Johanna mengajar sejak 1925 di Kesatrian Institut di Bandung. Dekker menikahi Johanna pada 22 September 1926.

Mereka berdua pernah mendirikan sekolah dagang swasta. Sekolah yang nampaknya hanya akan menerima siswa pribumi ketimbang Belanda. Sebagai guru, Johanna dikenal keras dan disiplin. Dia sering mengajar tanpa imbalan.

Ketika Dekker dibuang ke Suriname pada 1941, Johanna menikah lagi dengan Jafar Kartodirejo yang merupakan kawan Dekker untuk memberi perlindungan pada Johanna.

Johanna dan Dekker bertemu lagi di tahun 1947. Kemudian Dekker menikahi seorang janda Belanda dan hidup di Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, Johanna masih tetap mendukung Republik Indonesia. Meski dirinya dianggap pengkhianat oleh militer Belanda.

Johanna Petronella Mossel mengembuskan napas terakhirnya di Bandung pada 18 Agustus 1982, meninggalkan jejak pemikiran dan perjuangan yang patut dikenang.

Sekadar informasi, dalam catatan sejarah terdapat dua sosok berbeda yang memiliki nama Douwes Dekker. Sosok yang menjadi suami Johanna Petronella Mossel dan merupakan pahlawan nasional, pendiri Indische Partij, adalah Ernest Franois Eugne Douwes Dekker (kemudian dikenal sebagai Danudirja Setiabudhi).

Beliau adalah keponakan dari Eduard Douwes Dekker, seorang penulis Belanda yang terkenal dengan nama pena Multatuli dan karyanya Max Havelaar. Penting untuk membedakan keduanya agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam pemahaman sejarah.

Warisan Berharga Kartu Bridge Bergambar Wayang

Di tahun-tahun terakhir hidupnya, Ibu Johanna selalu berpikir secara serius mengenai satu cita-citanya yang selalu memburu perasaannya. Ia tak akan puas jika apa yang diinginkannya belum terlaksana. Cita-citanya tersebut adalah menciptakan Kartu Bridge Nasional, buatan dalam negeri yang mempunyai ciri Indonesia.

Kisah bersama Jafar suaminya, merealisasikan gagasan Johanna sungguh mengharukan. Semuanya itu konon lahir di zaman Jepang saat mereka sedang waktu luang. Mereka berdua sering main bridge. Lalu Johanna berpikir, mengapa tidak menggunakan gambar-gambar tokoh raja dan ratu dari Indonesia. Mengapa harus raja dan ratu Eropa.

Maka Johanna mulai berangan-angan untuk membuat Kartu Bridge Nasional dengan menggunakan raja dan ratu dari tokoh-tokoh wayang. Permainan bridge adalah suatu bidang olahraga yang sehat dan dengan tokoh-tokoh yang dikenal oleh rakyat, melaui gambar wayang diharapkan permainan ini bisa merakyat.

Namun keinginan ini bukanlah hal mudah dilaksanakan. Bertahun-tahun semuanya mengendap. Keadaan tidak memungkinkan untuk menampilkan semua gagasan yang terus memburu jiwanya. Lama waktu kemudian, semuanya kembali lagi dan makin memburu.

Dengan mempertaruhkan semua yang dimilikinya, gagasan itu direalisasikan Johanna. Berkali-kali mereka ke Jakarta untuk mengurus hak cipta, menghubungi semua relasi dan teman. Tak juga ada yang membantu secara sungguh-sungguh.

Pada akhirnya mereka menjual semua semua harta yang dimilikinya. Perhiasan, perabot makan atau lainnya, semua habis dipertaruhkan untuk mencetak sendiri kartu bridge yang diimpikan tersebut.

Sekalipun mereka menggantungkan hidup dari penjualan kartu bridge bergambar wayang, uang bukanlah satu-satunya tujuan. Di balik semua itu ada gagasan dan cita-cita yang sangat luhur. Kartu Bridge Wayang adalah perwujudan pengabdian dan dharma bakti Johanna Douwes Dekker dalam prinsip nasionalismenya. Sampai akhir hayatnya ia hanya mencintai Indonesia.

10 Pokok Prinsip Lahirnya Bridge Wayang

Tepat pada hari Sumpah Pemuda tahun 1979, Ibu Johanna menyatakan pendirian-pendirian atau prinsip-prinsipnya yang mendasari terciptanya Kartu Bridge itu. Ada 10 pokok pemikiran penting.

1. Menumbuhkan/membina rasa bangga bangsa Indonesia akan Kebudayaan Indonesia.

2. Mengharumkan. nama dan kehormatan Bangsa dan Negara Indonesia di forum internasional.

3. Kartu Bridge Wayang ini diharapkan dapat memperkuat dan membina rasa harga diri, semangat kebangsaan dan kepribadian Indonesia.

4. Diharapkan akan dapat mengganti kartu bridge bergambar asing dengan gambar-gambar yang melambangkan kesenian dan kebudayaan Indonesia yang bermutu.

5. Motivasi mmperdalam diri dalam kesenian dan kebudayaan bridge sebagai permainan yang edukatif menuju kepribadian Indonesia.

6. Keinginan untuk merakyatkan permainan unggul wiraswasta, pribadi yang ber Pancasila.

7. Dengan adanya kartu bridge buatan Indonesia akan dapat mengurangi ketergantungan bangsa Indonesia akan kartu impor yang sama sekali tidak mencerminkan kepribadian kita.

8. Kartu bridge Indonesia dimaksudkan untuk menggairahkan generasi muda Indonesia dalam peningkatan seni budaya bangsa dan kebanggaan akan pribadi nasional itu.

9. Kartu bridge ini bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai satu-satunya negara pencipta dan pemakai kartu bridge berciri khas nasional dengan gambar gambar yang dikagumi dunia.

10. Mengisi kemerdekaan bangsa dan tanah air dengan pembangunan pembinaan olahraga, khususnya olahraga bridge.

Membangun Kesadaran Pendidikan dan Budaya

Begitulah pendiriannya. Butir ke sembilan menunjukkan ciri Johanna yang khas, sebagai wanita yang betul-betul punya jiwa pembaharu.

Dalam bidang pendidikan jelas ia mendobrak adat kebiasaan bangsa Indonesia waktu itu, yang hidup dalam tekanan penjajahan, bersifat mengalah terus. Johanna berprinsip, Belanda harus dilawan dengan kepandaian Bangsa Indonesia tak boleh terus-terusan mengalah.

Sebalik nya kita harus melawan Belanda dengan politik dan diplomasi. Semua itu menurut kecerdasan kita menghadapinya. Murid-murid Institut Ksatrian semuanya dibekali dengan dasar pemikiran untuk menunjukkan kemampuan yang sama dengan Belanda.

Bahwa bangsa Indonesia mempunyai kemampuan intelek yang tidak kalah dengan Belanda, sekalipun bangsa kulit berwarna dan selalu dianggap rendah. Johanna ingin membuktikan bahwa sebagai manusia, kita punya hak asasi yang sama dengan bangsa lain yang menganggap dirinya super.

Johanna Petronella Mossel yang juga dikenal dengan sebutan Ibu Djafar, tinggal kenangan indah. Wanita pengabdi kemanusiaan dan pendidikan, pejuang yang tangguh yang berjiwa sosiawati, budiman dan juga dermawan, hidup sebagaimana adanya hidup

Beliau diakui sebagai seorang yang berjasa dalam menanamkan landasan semangat kebangsaan, cinta tanah air, berpikir modern, rasa nasionalisme dalam rangka perjuangan kemerdekaan Negara Indonesia. la memang seorang wanita yang berpikiran modern dan berjiwa modern. Seorang berdarah Indo yang hidup realistis dalam menilai baik dan buruk tingkah laku serta perbuatan manusia. 

Dalam hal ini Johanna telah mampu bersikap dan bertindak adil. Ia membela bangsa Indonesia bukan karena alasan sentimental namun karena ia melihat kebenaran dan keadilan itu.

Johanna Petronella Mossel adalah sekuntum dari jutaan wanita bunga bangsa, yang telah dengan tulus ikhlas memberi kan segalanya demi kemerdekaan, persatuan dan kesatuan bangsa, demi kesejahteraan umat manusia.

Beliau adalah contoh teladan yang baik bagi generasi penerus yang mau belajar tentang sejarah bangsanya. Ibu Johanna mengerti betul makna pengabdiannya untuk perjuangan, pendidikan, kbudayaan, usaha sosial dan kemanusiaan.

Sumber: Guru Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, Titiek W.S, Aries Lima, 1982

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun