Dua puluh lima tahun berlalu tak terasa, serasa baru kemarin kami memulai bahtera. Sebuah angka yang terasa sakral dalam perjalanan sebuah pernikahan, lazimnya dirayakan dengan gemerlap perak dan sorak bahagia atas kemilau cinta hotel bintang lima.
Bagi kami, perayaan perak ini terasa sedikit berbeda. Bukan karena kurangnya cinta, justru sebaliknya, karena realitas cinta yang telah kami rajut selama seperempat abad ini jauh dari kata mulus atau mengikuti alur romansa ideal yang sering didengungkan sebagai keindahan berumah tangga.
Perjalanan kami adalah romantika penuh warna, terutama warna kelabu selalu mendominasi, suka duka, tawa air mata, bahkan tak jarang perbedaan dari masalah kecil. Faktor ekonomi seringkali jadi fihak yang dipersalahkan, karena kami bukanlah orang berkecukupan.
Di tengah segala ketidaksempurnaan inilah, kekuatan cinta kami justru tumbuh mengakar semakin dalam, fondasi kokoh berdiri sampai hari ini, mengingat 25 tahun kebersamaan perjalanan penuh ketidaksempurnaan namun penuh makna.
25 Tahun Perjalanan dalam Ketidaksempurnaan
Sesuatu yang saya ceritakan ini bukanlah sebuah aib, namun realitas yang sering dihadapi banyak pasangan, terutama menengah kebawah yang lebih identik dengan faktor ekonomi. Kami sedikit berbagi untuk jadi pelajaran dan inspirasi pasangan muda menjalani bahtera.
Ketidaksempurnaan atau kami sebut cinta anti mainstream ini adalah kejujuran tentang bagaimana dua individu dengan latar belakang, impian, dan kebiasaan yang berbeda mencoba  menari bersama dalam dalam satu bahrtera.
Bahwa cinta sejati tidak selalu hadir dalam kesempurnaan. Ia justru ditempa dalam proses adaptasi, belajar mengalah, dan menemukan titik temu di tengah masalah.
5 tahun pertama, awal perjalanan paruh pertama cukup baik selayaknya kebanyakan, kondisi ekonomi yang cukup sehat, paruh kedua riak mulai muncul. Faktor eksternal keluarga dan ekonomi memperkeruh situasi.
Usia 5-10 tahun, perbedaan dan pertengkaran jadi seperti hobi. Perabot berdentang kencang jadi musik penambah drama. Namun karena ekonomi masih cukup terpenuhi, kondisi itu hanya jadi "perang kecil" yang segera reda untuk gencatan senjata.
Memasuki usia 10-15 tahun, jadi masa krusial, ada gangguan ekonomi karena tersendatnya sumber pendapatan. Bukan hal mudah pula berada di fase ini. Dua pasang hati saling menguasai, sensitif, merasa faham kekuatan kelemahan "lawan" masing-masing. Isteri bisa lebih keras, suami tak mau dilangkahi.