Mohon tunggu...
Wati Sulastri
Wati Sulastri Mohon Tunggu... student of life

Antusias menjelajahi isu sosial sambil membaca dan memahami fenomena di sekitar dengan seksama

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kekisruhan di Dunia Advokasi: Kasus Firdaus Oiwobo dan Sistem Multibar di Indonesia

16 Februari 2025   13:43 Diperbarui: 16 Februari 2025   13:43 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Firdaus Oiwobo Naik ke Meja di Ruang Sidang, Pelanggaran Kode Etik Advokat ( Sumber: Cumicumi.com)

Kekisruhan di Dunia Advokasi Indonesia

Keseluruhan dunia advokasi di Indonesia kini tengah dalam sorotan setelah insiden yang melibatkan pengacara Firdaus Oiwobo yang viral di media sosial. Tindakannya yang merusak etika dan marwah profesi advokat saat sidang mengundang banyak kritik, termasuk pemecatannya oleh Kongres Advokat Indonesia (KAI). Kasus ini membangkitkan perdebatan mengenai sistem advokasi yang ada, terutama pergeseran dari sistem single bar ke multi bar. Dalam artikel ini, kita akan membahas kasus Firdaus Oiwobo dan dampaknya terhadap persepsi publik serta tantangan yang dihadapi dunia advokasi di Indonesia.

Kasus Firdaus Oiwobo: Kontroversi dan Etika Profesi

Pada tanggal 8 Februari 2025, KAI resmi memecat Firdaus Oiwobo setelah ia terekam naik meja dan berteriak dalam persidangan, yang merupakan tindakan tidak pantas dan tidak mencerminkan sikap profesional seorang advokat. Pemecatan ini dinyatakan oleh Dewan Pimpinan Pusat KAI sebagai langkah defensif untuk menjaga nama baik dan standard etika profesi. Video insiden tersebut menjadi viral, menarik perhatian masyarakat luas. Perilaku ini menunjukkan kurangnya pengendalian diri dan etika dalam konteks hukum, yang seharusnya menjadi contoh bagi publik. Pemecatan Firdaus seharusnya memberikan sinyal tegas bahwa tindakan demikian tidak dapat diterima dalam profesi hukum.

Menariknya, setelah dipecat, Firdaus Oiwobo menyatakan bahwa tawaran dari berbagai organisasi advokat langsung berdatangan. Ia mengklaim bahwa meskipun secara resmi dipecat, ia sebelumnya telah mengajukan pengunduran diri enam bulan sebelumnya. Dalam pernyataannya, Firdaus menyebutkan bahwa ia menerima tawaran untuk bergabung dengan Peradi WPI sebagai Ketua DPD Banten. Ia merasa disambut dengan baik dan terlihat antusias dengan posisi barunya.

Sistem Multi Bar dan Dampaknya

Perubahan dari sistem single bar ke multi bar di Indonesia menawarkan peluang bagi advokat untuk bergabung dengan organisasi yang sesuai dengan kepentingan dan spesialisasi mereka. Namun, seperti yang ditunjukkan dalam kasus Firdaus Oiwobo, sistem ini juga memunculkan sejumlah tantangan dan kekhawatiran.

  1. Ketidakpastian dalam Standar Etika: Dengan banyaknya organisasi, bisa terjadi perbedaan dalam standar etika dan regulasi. Seorang advokat yang dikeluarkan dari satu organisasi dapat dengan mudah bergabung dengan yang lain, tanpa ada kekhawatiran akan konsekuensi dari tindakan buruknya.
  2. Persaingan yang Tidak Sehat: Banyaknya asosiasi advokat bisa mengarah pada persaingan yang tidak sehat, di mana advokat lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya dibandingkan dengan etika profesi dan kepentingan masyarakat.
  3. Citra Profesi yang Buruk: Ketika masyarakat melihat advokat terlibat dalam tindakan yang merusak, citra profesi advokat secara keseluruhan bisa tercoreng. Hal ini dapat menyebabkan kepercayaan publik terhadap advokat menurun, yang pastinya sangat merugikan bagi profesi ini.
  4. Regulasi yang Lemah: Ketiadaan regulasi yang ketat di antara organisasi advokat menjadi masalah besar. Ketika sanksi dari satu organisasi tidak diakui oleh yang lain, maka ketidakadilan bisa terjadi.

Undang-Undang Advokat dan Konteksnya

Dalam konteks ini, Undang-Undang Advokat No. 18 Tahun 2003 menjadi landasan penting. UUA mengatur tentang pembentukan organisasi advokat, yang diatur dalam Pasal 28 ayat (1) yang menyatakan bahwa "organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri." Ini berarti bahwa sesuai amanat undang-undang, hanya ada satu organisasi yang berwenang mengatur profesi advokat di Indonesia, yang selama ini dipegang oleh PERADI sebagai single bar. Namun, dengan munculnya organisasi-organisasi lain, seperti KAI, Peradi A, B, C dan lainnya, sistem multi bar mulai mendapatkan perhatian. Hal ini menyebabkan kebingungan di kalangan advokat dan masyarakat mengenai mana organisasi yang kompeten.

Regulasi dan Etika dalam Advokasi Hukum di Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun