Mohon tunggu...
Eva Khofiyana
Eva Khofiyana Mohon Tunggu... -

Eva Khofiyana, biasa dipanggil eva. alumnus FKIP Bahasa Indonesia UNS Surakarta\r\nAktif mengikuti kompetisi menulis terutama cerpen, artikel, esai. Suka dengan dunia anak-anak, masih aktif mengajar matematika dan english for children

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mencontek Tak Selamanya Molek

25 Juni 2013   08:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:28 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Barangsiapa mencurangi kami maka bukan dari golongan kami” [Hadits Riwayat Muslim, kitab Al-Iman no 101]

Tak disangka hadits singkat ini memiliki daya serang yang kuat bagi siapa saja yang bertindak curang. Tak ayal, hadits sebagai dalil ini sangat pas untuk membuktikan bahwa perbuatan mencontek amatlah buruk. Selain itu pula orang yang saling bekerja sama dan masuk dalam kubangan ini dianggap bukan lagi golongan orang-orang di jalan Allah dan pengikut sunnah Rasulullah.

Mengejutkan bukan? Sayangnya sedikit dunia pendidikan yang mengusung hadits ini sebagai dorongan dan memacu keinginan pelajar untuk menjauhi dari sikap curang dan tidak jujur. Secara tersirat hadits itu mengingatkan dan memberikan kita kekuatan untuk segera menjauhi dari tindakan yang tidak jujur. Tindakan jauh dari sikap jujur seperti mencontek nyata merupakan perbuatan curang yang sangat merugikan. Oleh karena itu, amatlah arif dan bijaksana bila hadits ini menjadikan kita yang sudah bertahun-tahun sekolah berubah pikiran untuk menjauhkan diri dari tindakan mencontek di kala ujian.

Berawal dari keprihatinan dan keresahan saya saat melihat banyak tindakan yang tidak jujur atau sportif di kelas pada saat ujian. Sampai sekarang pemandangan kecurangan di kelas membuat saya trauma dan tak ingin mengulang kegagalan itu lagi. Tak dipungkiri saya memang pernah masuk dalam lingkaran setan ini dan masuknya saya dalam lingkaran setan ini awal dari kegagalan yang tak disangka-sangka. Selang beberapa lama setelah membaca hadits beserta uraian singkat saya bangkit dan berkaca dari hadits Hadits Riwayat Muslim, kitab Al-Iman no 101. Ada asupan rohani yang merasuki pikiran dan jiwa saya.

Sesaat sebelum membaca penuturan dari seorang syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin saya hampir setiap hari dalam ujian mencontek teman bahkan membuka buku catatan. Penuturan yang menginspirasi sekaligus menguatkan makna hadits yang dipaparkan tadi, tidak sengaja saya unduh dari sebuah situs www.almanhaj.or.id, singkat tapi mengejutkan bahkan membuat saya bangkit dari kegagalan yang tak disangka-sangka.

Seperti ini penuturan Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin menanggapi banyaknya tindakan mencontek di kalangan pelajar “Tidak boleh berbuat curang dalam materi apapun, karena maksud ujian tersebut adalah untuk mengukur dan mengevaluasi kemampuan siswa dalam materi yang bersangkutan. Selain itu, kecurangan itu mengandung kemalasan dan penipuan serta bisa mendahulukan yang lemah daripada yang rajin. Tidak boleh berbuat curang dalam ujian dan tidak boleh membantu orang yang curang dalam hal ini, baik dengan bisikan atau menujukkan jawaban kepada yang di sebelahnya untuk dicontek atau dengan upaya-upaya lainnya, karena hal ini bisa menimbulkan madharat terhadap masyarakat, di mana berbuat yang curang itu telah mendapat predikat yang tidak berhak diraihnya, sehinga ia bisa memegang tugas yang tidak dikuasainya. Yang demikian itu akan menimbulkan madharat dan tipuan. Wallahu ‘alam. [Fatawa Al-Mar’ah, Syaikh Ibnu Jibrin, hal.113].”

Sewaktu masih duduk di sekolah dasar atau SD dan SMP seringkali saya mengindahkan dan mengiyakan budaya yang nyata buruk dan sangat merugikan baik diri sendiri maupun orang lain ini. Ya, apalagi kalau bukan mencotek, perbuatan yang tak mungkin lagi dianggap sepele. Akan tetapi, seperti kita lihat di lapangan jarang orang yang peduli dengan maraknya tindakan mencotek di lingkungan pendidikan. Paling banter yang peduli dan resah hanya kalangan guru saja, tapi tidak ada tindakan tegas, hanya sekadar teguran tak berarti. Hampir semua teman-teman satu kelas melakukan tindakan ini setiap menghadapi ujian. Takut mendapatkan nilai jelek dan takut gagal dalam ujian, alasan kenapa banyak pelajar melakukan tindakan kecurangan. Takut dan gagal pasti selalu menghiasi setiap insan yang akan menghadapi ujian di sekolah maupun kampus. Akan tetapi, mencontek bukanlah jalan satu-satunya untuk mengatasi kesulitan dalam ujian. Banyak cara yang bisa dilakukan dan yang paling penting adalah belajar, latihan terus menerus dan tawakal. Tidak usah takut gagal, tetap optimis, karena setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Oleh karena itu, tidak selamanya mencontek semolek impian pelajar akan berhasil dan sukses dengan mendapatkan nilai yang bagus bila tindakan ini benar-benar dilakukan oleh sebagian besar pelajar maupun mahasiswa pada saat ujian. Saya mengakuinya karena saya pernah merasakan hal yang sama. Membayangkan selalu mendapatkan nilai yang bagus dengan cara mencontek, tanpa harus pusing-pusing belajar semaleman. Pikiran kotor itu di saat-saat saya terpuruk dalam ujian, saya jarang belajar dan selalu menyepelekan guru saat mengajar. Tampaknya saya duduk manis dan mendengarkan guru menerangkan pelajaran, kenyataannya tidak, saya tidak mendapatkan apa-apa selain rasa kantuk dan bosan.

“Hei, jawaban nomor 4” dengan tangan menunjukkan jari empat kepada seorang teman yang duduknya tak berjauhan. Hal ini sering saya lakukan saat SD maupun SMP. Tak dipungkiri sebagian besar orang pernah melakukan hal yang tak jauh berbeda. Dengan cara dan trik yang berbeda agar bisa mendapatkan jawaban dari seorang teman atau bisa saja dengan trik menjaplak buku. Berangsur-angsur memburuk sikap saya ini, walaupun nilai berangsur-angsur membaik dengan usaha yang amat jauh dari sikap baik dan sportif. Saya giat mencari jawaban kepada teman ketika ujian berlangung. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya pemerolehan nilai buruk dan tidak mendapatkan rangking. Sejak SD lulus sampai SMP kelas dua saya mendapat nilai bagus dengan cara yang tidak halal, mencontek. Memang saya mendapatkan nilai bagus tapi kalah saing dan tidak berguna nilai dan peringkatku di sekolah kala berkompetisi secara nyata di luar sekolah. Istilah yang pas untuk menggambarkan kejadian itu yakni seperti orang yang banyak omong tapi tak ada isinya“tong kosong berbunyi nyaring”. Dalam kelas saya dianggap pintar karena selalu mendapatkan nilai bagus dan selalu mendapat rangking ke-2. Lalu saat sang guru meminta saya untuk ikut lomba cerdas cermat maupun lomba mata pelajaran tak ada prestasi yang bisa saya ukir. Pulang hanya membawa kata gagal. Rugi sekali karena menggantungkan ujian pada hasil contekan. Ini awal dari kegagalan yang benar-benar membuat saya terpuruk beberapa waktu memikirkan kesalahan yang pernah dilakukan.

Selama duduk di sekolah dasar sampai SMP kelas dua tidak sedikit pun ada rasa kepuasan dengan menyandang rangkingkelas. Semua ini seperti hanya permainan kebohongan dan penipuan yang terselubung. Guru tak mungkin menginginkan perbuatan seperti ini, tapi apa daya banyak guru yang terkadang membiarkan siswa mencontek. Maka dari itu, kelengahan guru jadi kesempatan para pelajar untuk meraup jawaban dari teman yang dianggap pintar di kelas pada saat ujian. Sampai sekarang saya pun merasa takut karena telah melakukan kebohongan terhadap guru. Sungguh tak disangka, sampai hati saya berkhianat dan berbohong kepada sang guru demi mendapatkan nilai bagus. Apa boleh buat demi cita-cita apa pun dilakukan. Mengenaskan sekali!

Semakin bertambah umur, mestinya harus ada perubahan dan bangkit dari kegagalan menuju gerbang keberhasilan sejati. Sudah bertahun-tahun membuat kegagalan tanpa sedikit pun ada perubahan untuk berhasil yang jujur dan sportif. Semenjak SMP kelas tiga saya mencoba menggali ilmu agama lewat buku. Banyak sekali ilmu yang didapat termasuk akhlak. Tindakan menipu dan curang seperti mencontek pun tak lepas dari pembahasan akhlak. Mulai dari sini, saya seperti mendapat nutrisi baru. Sedikit demi sedikit mengamalkan akhlak yang dicontohkan oleh Rasulullah dengan mencoba sepenuhnya tidak mencuri-curi kesempatan mencontek di kelas. Walaupun sering gagal di awal, tapi tetap saja saya harus bisa menumpas semua niat buruk mencontek teman ketika ujian. Pernah saya hampir lengah dengan nafsuku sendiri, dan hampir mengulang kegagalan yakni tak berhasil mengontrol keinginan mencontek yang tiba-tiba muncul karena kondisi yang sangat menjepit diri saya. Tidak bisa mengerjakan ujian, padahal sudah belajar dan latihan soal setiap hari, apa daya saya tidak boleh mengingkari janji untuk tidak mencontek. Kemantapan untuk tidak mengulang kegagalan lagi lalu saya berusaha untuk tidak mencontek, apa pun risikonya. Akhirnya saya bisa melalui ujian sampai sekarang tanpa mencontek, dan nilai-nilai tetap sesuai dengan target. Alhamdulillah, sedikit-sedikit bisa mengatasi kegagalan dan mengubah keterpurukan dari kegagalan akibat mencontek menuju keberhasilan sejati yang InsyaAllah diridhoi Allah.

Mungkin orang yang membaca ini, akan mengatakan “bohong”, mana mungkin orang bisa tidak sama sekali mencontek, mencontek sudah jadi kebiasaaan dan budaya. Kalau pun ada orang yang tidak mencontek itu karena terpaksa atau tidak pintar mengambil kesempatan. Boleh-boleh saja orang mengatakan tersebut. Semua yang tertulis ini hanya sekadar keresahan dan unek-unek yang muncul dari kegagalan saya yang tidak mampu berkompetisi secara nyata dan sportif dampak dari mencontek saat ujian selama ini. Mencontek tak selamanya molek seperti apa yang diharapkan penggemar mencontek pada saat ujian sudah saya alami. Hanya kegagalan, ketidakpuasan, dan penyesalan yang didapat selama mencontek. Walaupun, sekarang masih belum bisa menandingi teman saya yang tampaknya rajin dan selalu mendapat IP bagus, dibalik itu dia berlaku curang. Saya bertekad untuk tetap berdiri di atas prinsip saya sendiri, jangan sampai kembali gagal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun