Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Lima Waktu

15 Maret 2020   11:58 Diperbarui: 15 Maret 2020   19:00 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Samar-samar, di antara suara tembang 'Lir-ilir' yang di gubah oleh Sunan Kalijaga pada zaman kerajaan Jawa Islam, sebagai sarana dakwah/syiar agama Islam di pulau Jawa pada masa itu, aku masih sempat melihat diriku yang lainnya di dalam ruang kerjaku.

Sebelum aku sadar dengan apa yang baru saja terjadi di tempat ini. Sekilas kedua mataku sempat melihat diriku sendiri, tengah duduk menghadap Laptop yang masih menyala di atas meja sana, dari tempatku berdiri saat ini, kulihat diriku yang lainnya, saat ini tengah menikmati secangkir kopi sambil mendengarkan tembang 'Lir-ilir' yang terdengar begitu pelan di tempat ini.

Di antara suara tembang yang sayup--sayup masih terdengar pelan di tempat ini. Aku baru sadar, ternyata tembang 'Lir-ilir' gubahan Emha Ainun Najib (Cak Nun) ini, perlahan tapi pasti, telah menarik  keluar sukmaku dari dalam raga-ku sendiri. 

Tembang yang oleh kelompok kesenian Kyai Kanjeng di aransemen ulang dengan nuansa yang lebih religius dan sakral ini telah membawa diriku yang lainnya ketempat ini. Ke Alam yang Aku rasakan begitu hening dan membuatku merasa begitu tenang di tempat ini.


Di keremangan cahaya, di dalam kesendirian, Aku tersentak, saat menyadari, ternyata saat ini Aku tidak sendirian di tempat ini. 

Samar--samar Aku melihat  ada orang lain di tempat ini. seseorang yang dari balik kegelapan itu Aku tahu tengah memperhatikanku di tempat ini sedari awal kedatanganku di tempat ini.

Di antara keremangan cahaya, samar--samar kutatap seraut wajah yang begitu dingin, datar dan tanpa rasa. Tidak kutemukan ada rasa sedih maupun gembira disitu.

"Di mana Aku?" tanyaku pada sosok berjubah putih keperakan yang tengah berjalan mendekat ke arahku.

"Di Lima Waktu." jawab  sosok berjubah putih keperakan yang baru saja muncul di depanku. Tanpa ekspresi menatap ke arahku.

Di ujung sana, di atas meja kerja, di antara kepulan asap rokok, di sebelah cangkir kopi yang asap-nya masih mengepul dari kopi yang berada di dalamnya. Secangkir kopi yang belum habis kuminum tadi. Perlahan tapi pasti, diriku yang kulihat tengah meminum kopi itu, semakin lama semakin terlihat memudar, sebelum akhirnya benar-benar menghilang dan tak kulihat lagi dari tempatku berdiri saat ini.

Kutatap sosok berjubah putih keperakan di depanku. Aku tahu dia adalah Sang Waktu.  Sosok berjubah putih yang beberapa waktu yang lalu juga pernah menjumpaiku, tak lama setelah aku meneguk habis secangkir kopi susu buatan Wanita misterius berkerudung panjang warna hitam itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun