Mohon tunggu...
Paulus Waris Santoso
Paulus Waris Santoso Mohon Tunggu... lainnya -

aku suka pelangi. dia suka memberi rasa. rasa akan hidup yang beraneka warna. warna-warna indah kebijaksanaan. pelangi kebijaksanaan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Manisnya Roti Tawar

3 Januari 2010   22:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:39 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Karena hidup serumah dengan bule, setiap pagi saya mesti sarapan roti tawar. Sewaktu di Indonesia sudah sering sarapan roti. Tetapi roti yang ada di sini berbeda dengan yang biasa aku makan.

Rotinya lebih alot dan ada biji-bijiannya. Karena lebih alot tentu saja membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengunyah. Pernah suatu kali tidak ada selai, sehingga saya hanya makan roti tawar yang alot itu. Aneh kurasakan, setelah mengunyah roti itu cukup lama hingga lembut, aku merasakan ada rasa manis keluar dari roti itu. Mungkin tepung roti yang berbaur dengan kelenjar ludah mengahsilkan rasa manis itu.

Saya hanya membayangkan, kehidupan yang keras itu tentu akan mengeluarkan rasa manis juga kalau dikunyah cukup lama. Saya membayangkan mengunyah itu seperti sebuah kegiatan merenung. Kehidupan yang keras, terkadang berbaur dengan penderitaan, itu seumpama roti tawar yang alot. Mengunyah roti tawar itu seperti mengunyah setiap peristiwa, juga yang menyakitkan, hingga menjadi lembut dan keluar rasa manisnya.

Saya membayangkan, seandainya saya langsung menelan roti tawar itu pada gigitan pertama. Pasti tidak terasa lezatnya, bahkan yang timbul adalah rasa sakit di tenggorokan. Lebih lanjut, roti itu juga tidak akan berguna bagi tubuh.

Demikianlah kiranya yang terjadi dengan kehidupan kita. Saya bayangkan, jika kita 'menelan' setiap peristiwa kehidupan begitu saja, tidak ada faedahnya untuk hidup. Bahkan yang hadir adalah penderitaan yang semakin hebat.

Merenungkan hal ini saya semakin menyadari betapa pentingnya 'mengunyah', termasuk di dalamnya 'mengunyah kehidupan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun