Mohon tunggu...
Jonathan
Jonathan Mohon Tunggu...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Polemik IPA-IPS dan Jurusan Kuliah

3 Maret 2018   10:09 Diperbarui: 4 Maret 2018   14:15 910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru-baru ini, dunia pendidikan Indonesia baru saja dikagetkan dengan suatu pernyataan - ingat, ini pernyataan bukan keputusan - yang diucapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud RI) Muhadjir Effendi. Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang tersebut mengusulkan sebaiknya ada larangan bagi siswa SMA untuk mengambil jurusan kuliah yang tidak sejalan dengan bidangnya di SMA. 

Misalnya, siswa IPA akan dilarang untuk kuliah hukum, ekonomi, dan lain-lain. Menurut beliau, ini terjadi karena di bangku SMA rasio IPA:IPS sebanyak 70:30, namun di bangku kuliah berbanding terbalik menjadi 30:70.

Meskipun fakta di lapangan tidak sesungguhnya akurat dengan peserta yang diterima SNMPTN/SBMPTN baik di saintek maupun soshum hampir berimbang pada umumnya.

Banyak sekali masukan dan komentar masyarakat terhadap hal ini, namun mayoritas kurang setuju dengan ide ini. Apalagi di masyarakat kita, seorang anak begitu diharapkan untuk mengambil SMA di jurusan IPA. Seringkali ada komentar orang tua berbunyi "kamu masuk IPA saja, nanti kalau kamu mau kuliah ekonomi silahkan saja. Kan IPA peluangnya luas". 

Ada stereotipe di masyarakat yang menganggap SMA IPA identik dengan anak-anak cerdas, kreatif dan "baik-baik" sedangkan IPS dengan cap berandalan dan ala kadarnya. Meskipun lagi-lagi ini tidak benar, di SMA saya dulu, IPA dan IPS sama bandelnya hahaha. Di sisi lain, ada yang setuju dengan gagasan ini karena sejak SMA kita dituntut untuk mencari passion kita yang dalam jangka panjang akan menuntun langkah kita dalam meneruskan pendidikan dan karir kedepannya. 

Ada satu hal yang perlu diperhatikan disini. Di dunia pendidikan modern yang "serba cepat", biasanya seorang remaja akan masuk SMA pada usia 14-15 tahun. Di usia tersebut, seorang remaja sudah mulai membentuk pola pikir yang cukup dewasa, namun mungkin mereka masih belum matang dalam menentukan keputusan apa yang mereka inginkan dalam hidupnya kelak. 

Tak sedikit siswa SMA mengubah bidang minatnya setelah menjalani masa SMA. Berdasarkan pengalaman saya sendiri, banyak teman saya masuk IPA dengan cita-cita dokter. Namun pada akhirnya jumlah siawa yang berkuliah di rumpun kesehatan (kedokteran, farmasi, dll) bisa dihitung dengan jari satu tangan. Apalagi banyak siswa masuk SMA belum punya gambaran penuh tentang ilmu yang akan ditekuninya, IPA di SMP sangat berbeda dengan IPA di SMA, dan banyak yang akhirnya tidak kuat dengan pelajaran IPA di SMA. Oleh karena itu, menurut pendapat pribadi saya kebijakan ini kurang cocok untuk diterapkan dalam pendidikan Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun