Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Entrok: Potret Premanisme oleh Negara terhadap Rakyatnya

17 Mei 2025   09:37 Diperbarui: 17 Mei 2025   09:37 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Entrok karya Okky Madasari (dok. pribadi).

Marni berusaha menerimanya dengan lapang dada. Hanya ia tak habis mengerti mengapa orang-orang yang menuduhnya justru kerap meminta bantuannya. Pak Waji, misalnya, guru agama itu gemar berceramah tentang kejelakan seorang lintah darat yang mendapat azab dari Allah. Namun, diam-diam Pak Waji gemar meminjam uang kepada Marni.

Entrok karya Okky Madasari (dok. pribadi).
Entrok karya Okky Madasari (dok. pribadi).

Kemakmuran hidup Marni ternyata tak sepenuhnya membawa ketentraman. Marni mulai sering didatangi orang-orang berseragam dari kecamatan dan koramil. Mereka meminta Marni membayar uang keamanan jika ingin usahanya lancar tanpa gangguan.

Awalnya Marni menolak memberikan uang kepada mereka. Marni merasa tidak punya musuh dan tidak melanggar aturan. Ia bekerja secara wajar dengan memeras keringat, tidak menipu, apalagi membunuh.

Namun, Marni segera mendapat intimidasi. Aparat menuduhnya sebagai orang komunis yang melawan negara. Marni diancam akan dipersulit usahanya dan bisa masuk penjara. Marni akhirnya menuruti kehendak aparat. Sejak saat itu, setiap dua minggu atau sebulan sekali, beberapa tentara datang untuk mengambil uang keamanan dari Marni.

Tak hanya tentara yang meminta jatah uang keamanan. Beberapa pihak mulai RT, lurah, hingga camat pun mengutip uang dari hasil kerja keras Marni. Alasan yang mereka sampaikan tak jauh berbeda, bahwa keberhasilan Marni merupakan berkat kebaikan negara sehingga ia perlu berterima kasih kepada negara. Jika menolak memberikan kepada negara, Marni dianggap sama dengan orang-orang PKI dulu.

Para kaki tangan negara menawarkan keamanan. Sementara ketakutan dan intimidasi juga mereka ciptakan. Kegilaan itulah yang membelenggu kehidupan Marni dan penduduk lainnya.

Mereka  memeras warga yang dianggap memiliki kemakmuran. Pak Tikno, seorang tetangga Marni harus mengalami nasib tragis karena menolak menyerahkan tanahnya kepada tentara. Pak Tikno dipenjara dan tentara secara sepihak menggunakan tanah tersebut untuk membangun pos keamanan. Tentara kemudian merekrut beberapa orang warga biasa untuk menjaga pos tersebut. 

Orang-orang sipil itu diberi seragam yang mirip militer dan memberi laporan kepada tentara. Mereka pun berlagak seperti tentara dan meminta uang keamanan kepada penduduk.

Usaha Marni terus berkembang. Ia  mampu membeli sebuah sepeda motor, mobil pick up dan tanah yang ditanaminya dengan tebu. Namun, tentara dan aparat pemerintah juga meminta jatah uang keamanan yang jumlahnya semakin besar sesuai kemajuan usaha Marni. Mereka selalu punya celah dan cara untuk memeras uang dari orang-orang seperti Marni.

Suatu kali mobil Marni yang disewa orang mengalami kecelakaan. Mobil itu bisa dibawa pulang untuk diperbaiki asalkan Marni membayar sejumlah uang kepada polisi. Setelah mobil diperbaiki, polisi ternyata masih meminta uang lagi. Alasannya polisi telah memeriksa hasil perbaikan mobilnya agar sesuai standar keselamatan dan pemeriksaan tersebut membutuhkan biaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun