"Bersama laju kereta api, orang-orang yang tak saling kenal bisa dengan mudah dan akrab bertukar cerita. Seperti di antara mereka telah lama ada rasa saling mempercayai".
Dalam dunia yang semakin bergerak cepat, pulang ke kampung halaman menjelang lebaran Idulfitri menjadi oase bagi jiwa-jiwa yang merindukan makna pertemuan. Meski perjalanan mudik  seringkali tidak murah dan mudah, orang-orang akan selalu berjuang dan mengupayakannya. Maka ketika akhirnya harapan itu bisa terwujud, bahagia tak bisa disembunyikan lagi, terpancar dari wajah-wajah yang memimpikan pertemuan dengan orang-orang terkasih.
Selasa, 26 Maret 2025, saya merasakan dan melihatnya dari sorot mata orang-orang di ruang tunggu dan keberangkatan Stasiun Besar Yogyakarta. Kalau bisa diterjemahkan dalam lisan, sorot mata dan rona wajah mereka mungkin bersuara: "Aku pulang, Bu, Pak", "Ayah mau otw pulang, Nak", "Sebentar lagi Papa berangkat, Ma", "Sampai di stasiun jam satu, jemput  di tempat biasa ya", dan sebagainya.
Saya pun demikian. Dalam hitungan jam akan segera berkumpul dengan keluarga di kampung halaman. Bertemu wajah-wajah yang selamanya tidak akan tergantikan dan terlupakan.
Di kursi ruang tunggu saya bersender menahan kantuk. Itu karena semalam sebelumnya saya dilanda gelisah hingga kurang tidur. Bukan gelisah belum mendapatkan tiket kereta. Saya sudah mengamankan tiket Taksaka jauh-jauh hari.
Â
Memang selalu begini rasanya setiap hendak mudik lebaran. Gelisah karena bercampur banyak rasa yang membuat jantung berdebar. Rasa tidak sabar memulai perjalanan, rasa khawatir ada barang yang belum masuk tas, khawatir terlambat bangun, dan lain-lain.Â
Namun, semua gelisah akhirnya  sirna pagi itu. Suasana stasiun seolah memberi janji dan kepastian bahwa tidak terlalu lama lagi kampung halaman sudah akan saya injak kembali.Â
Suara pengumuman kereta yang akan memasuki stasiun maupun yang akan segera berangkat disusul demi satu langkah kaki memasuki kereta bagai alunan kehidupan yang terasa hikmat untuk disaksikan. Sementara petugas keamanan, prami, prama dan relawan tak henti membantu penumpang dengan segala kebutuhannya. Â Ada yang menanyakan letak toilet, letak jalur, posisi nomor gerbong kereta, hingga jam keberangkatan. Â Semua itu sebenarnya sudah terpampang pada papan informasi maupun petunjuk di area stasiun. Namun, sudah menjadi perilaku wajar setiap pemudik sering menanyakan lagi kepada petugas di stasiun.Â
Para petugas selalu tidak keberatan untuk menjawab pertanyaan penumpang. Mereka sepenuh hati melayani orang-orang yang hendak mudik walau pada saat bersamaan mereka justru belum bisa mudik karena harus bertugas. Melihat orang-orang yang bekerja di stasiun dan kereta membuat saya menyimpulkan bahwa mereka pastilah orang-orang yang memiliki kesabaran, keikhlasan dan kelapangan hati yang amat besar.Â