"Lihat, betapa sudah cerah Hindia..."
Begitu sesumbar Gubernur Jenderal penguasa Hindia Belanda suatu kali. Politik Etik dijanjikannya hendak membawa negeri Hindia menuju masa depan yang cerah. Lewat pendidikan manusia-manusia Hindia akan semakin berilmu dan beradab. Dengan irigasi pendapatan negara akan bertambah. Melalui emigrasi akan dibuka perkebunan-perkebunan baru.
Namun, Minke segera mengetahui bahwa Politik Etik hanya manis kata-kata. Â Bangsanya justru akan semakin gelap karena pendidikan hanya mencetak priyayi-priyayi yang tunduk dan bekerja pada kehendak pemerintah dan penguasa. Penduduk Hindia Belanda kebanyakan tetap dibiarkan tertinggal dan terasing dari kemajuan ilmu pengetahuan. Sedangkan pertanian dan perkebunan tak lain adalah penindasan dan perampasan hak-hak petani serta pemilik tanah.Â
Bahkan, ketika Gubernur Jenderal berganti dari Van Heutsz ke Idenburg, watak penguasa tak jauh berbeda. Di mana-mana penguasa selalu ingin merentangkan kekuasaannya sebesar mungkin. Sekali seorang penguasa mendapatkan keinginannya, ia akan melanjutkan pada ambisi-ambisi lain yang lebih besar. Seolah sudah menjadi watak alami kekuasan yang tak pernah puas, penindasan dilakukan dengan melangkahi hukum.
Penguasa Hindia Belanda menumpukan kekuasaannya pada kekuatan perang dan pengerahan militer. Dianggapnya hanya dengan kekuatan militer, ketertiban dan keutuhan negara dapat terjaga.Â
Begitulah Gubernur Jenderal penguasa Hindia memiliki hak dan wewenang untuk berbuat lebih di luar ketentuan hukum. Dan setiap hak yang berlebihan adalah penindasan.Â
Dengan penguasa yang sewenang-sewenang, pemerintah berubah menjadi organisasi kriminal.
Berorganisasi
Keprihatinan pada kondisi bangsanya serta kebencian pada watak dan perilaku penguasa mendorong Minke menempuh upaya-upaya. Ada yang gagal, ada pula yang berhasil meski lamban lajunya. Semua dilakukan untuk memajukan bangsanya dan membebaskan rakyat dari penjara ketertinggalan.
Dengan dorongan dan pencerahan dari beberapa orang penyokong Minke memulai langkah dengan membentuk organisasi. Turut dipengaruhi oleh mekarnya nasionalisme di Tiongkok, serta upaya serupa yang telah ditempuh lebih dulu oleh golongan Arab, sebuah persyerikatan priyayi didirikannya.Â
Jiwanya meletup-letup, optimisme membumbung tinggi melihat banyaknya anggota yang bergabung. Sayangnya, Minke salah perhitungan. Organisasi yang berisikan para priyayi tersebut tak cukup progresif untuk bisa didorong memajukan bangsanya. Sebab para priyayi itu tidak lain adalah pegawai pemerintah yang mengabdi pada penguasa Hindia. Mereka telah merasa cukup dengan gaji dan memilih untuk bertindak aman. Tak ada kemauan lebih untuk memajukan rakyat sebangsanya yang masih tertinggal dan tertindas.Â