Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Polisi Baik, Polisi Nakal, dan Polisi Netral di Pusaran Pembunuhan Polisi

8 Agustus 2022   08:13 Diperbarui: 8 Agustus 2022   08:16 821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kasus pembunuhan polisi di rumah polisi (ilustrasi: youtube kompastv).

Terjadi peristiwa pembunuhan. Korbannya polisi, pelakunya polisi, kejadiannya di rumah polisi, melibatkan istri polisi, yang memeriksa polisi, yang menjelaskannya pun polisi.

Tidak kurang alasan untuk mengatakan peristiwa tersebut bak tsunami bagi korps kepolisian. Begitu besar gelombangnya hingga kehebohan yang terjadi di masyarakat sebenarnya tak seberapa dengan guncangan yang dialami oleh institusi polisi.

Meski media memberitakannya 24 jam dengan berbagai narasi, spekulasi, dan konspirasi paling menarik sekalipun, tetap tak sedramatis situasi di dalam markas polisi.

Detik ke detik, jam ke jam, hari ke hari tak ada yang lebih genting dibanding pertaruhan yang harus dihadapi polisi usai terbunuhnya ajudan polisi di rumah seorang jenderal polisi.

Bukan jenderal biasa. Sebab ia punya bintang dua dan kuasa. Memimpin satgas khusus sekaligus mengepalai divisi yang merupakan "polisinya polisi" dengan tugas menindak polisi yang nakal.

Namun, kini ia diduga terlibat dalam salah satu perbuatan paling nakal yang terlarang untuk dilakukan oleh polisi. Siapa yang berani menindaknya? Sebab ia sendiri yang punya kuasa menindak polisi.

Maka pada hari-hari pertama tersiarnya peristiwa berdarah yang menewaskan sang ajudan, publik disuguhi oleh penjelasan-penjelasan aneh seputar kejadian. Kemungkinan itu adalah periode di mana polisi nakal mengambil peran.

Seolah telah ada penyidikan menyeluruh, ada pejabat polisi yang membeberkan alasan penembakan karena terjadi pelecehan seksual terlebih dahulu yang dilakukan oleh sang ajudan kepada istri jendral. Lalu ada adu tembak antara sopir jenderal dengan sang ajudan. Karena sang sopir disebut sebagai penembak terbaik di kesatuannya, ia pun berhasil melumpuhkan sang ajudan.

Penjelasan dengan skenario yang tampak meyakinkan. Apalagi pada hari-hari pertama setelah kejadian memang kental terasa adanya upaya untuk meyakinkan publik bahwa ajudan yang tewas tertembak merupakan pihak yang bersalah. Pejabat polisi yang tampil di media pun berusaha meyakinkan publik bahwa tak ada yang aneh dari insiden tersebut.

Tentu cerita hanya dari satu sisi. Sebab sang ajudan yang telah meninggal dunia tak bisa membela diri.

Beruntung masyarakat sangat kritis. Lebih-lebih lagi dalam beberapa tahun terakhir institusi polisi sedang dalam sorotan.

Datang pula momentum sebuah penting. Presiden buka suara memerintahkan polisi menuntaskan kasus ini secara benar, cepat, dan sejujur-jujurnya. 

Instruksi itu pun direspon oleh kepala polisi. Tim khusus dibentuk. Inspektorat khusus pun dikerahkan. Sejak saat itulah polisi-polisi baik memasuki arena.

Mereka yang mungkin sudah menantikan kesempatan untuk mengungkap kebenaran, bergerak cepat. Selain mengungkap fakta, juga untuk mengidentifikasi dan menangani polisi-polisi nakal yang diduga terlibat.

Hanya dalam hitungan hari setelah polisi-polisi baik turun tangan, penanganan kasus mengalami kemajuan pesat. Tersangka ditetapkan, alasan pembelaan diri pun terbantahkan.

Lalu giliran kepala polisi yang buka suara. Dikatakan olehnya ada 25 polisi yang diperiksa. Tak tanggung-tanggung mereka berasal dari 4 kesatuan yang berbeda. Semakin nyata bahwa polisi-polisi nakal memang terlibat dalam kasus ini. Sekarang mereka "disisihkan" untuk memutus rantai jaringan yang bisa menghambat penyidikan. Sebagian diberhentikan dari jabatannya. Sebagian lagi dimutasi. Beberapa yang berpangkat lebih tinggi juga dibawa ke tempat khusus untuk diperiksa lebih mendalam.

Penanganan kasus pembunuhan sang ajudan pun memasuki babak baru yang penting sekaligus genting. Tembok-tembok di markas polisi dipastikan menjadi saksi bisu bagi tahap-tahap paling menentukan.

Hadirnya puluhan brigade mobil bersenjata lengkap yang mengamankan kantor reskrim menandakan bahwa apapun bisa terjadi di markas polisi. Apalagi sedang diperiksa seorang jenderal yang punya pengaruh dan pengikut setia.

Maka sementara polisi-polisi baik bekerja, kubu yang terusik tak mau diam menunggu nasib. Skenario jalan tengah coba disisipkan dengan alasan agar tak lebih banyak kepentingan yang dirugikan.

Kini adu kekuatan dan pengaruh antar kelompok di markas polisi sedang terjadi. Tarik menarik kepentingan tak bisa dihindari. Dinamika di dalamnya sangat tinggi.

Tentu polisi-polisi baik punya pendirian. Satu keinginan mereka yakni menegakkan kebenaran. Mereka tak ingin kehormatan institusi semakin tercoreng. Tak mau wibawa korps kepolisian terus menerus tergerus.

Polisi-polisi baik juga ingin ada keamanan dan ketenangan. Tak ingin tersandera oleh oknum-oknum nakal yang kapan saja bisa menciptakan masalah. Bagi polisi-polisi baik, membiarkan kelompok-kelompok nakal sama artinya membuka celah bahwa mereka pun mungkin bisa menjadi korban dari intrik-intrik kotor di kemudian hari.

Namun, sebenarnya tidak hanya polisi nakal dan polisi baik yang ada di pusaran kasus ini. Di antara keduanya ada banyak polisi netral yang sedang menyaksikan.

Polisi-polisi netral pada dasarnya merupakan polisi-polisi baik. Akan tetapi mereka memilih untuk menunggu dan diam. Walau di hati mereka juga ada kecamuk.

Besar harapannya polisi-polisi netral ikut berperan juga. Agar polisi-polisi baik semakin kuat. Sebab menjadi polisi baik tak ringan beban dan tekanannya. Jika tak teguh dan kuat, polisi-polisi baik pun bisa mengendur dan akhirnya memilih netral.

Kalau sudah demikian agaknya kita perlu bersiap seandainya ada akhir yang antiklimaks dari kasus pembunuhan ajudan polisi oleh polisi di rumah polisi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun