Kesan kuno memang menonjol di Museum Radya Pustaka. Selain bangunannya yang sudah berusia ratusan tahun, keberadaan arca Durga Mahesasuramardhini di teras depan seolah memberi sambutan kepada siapa pun yang hendak memasuki museum. Arca di sisi pintu masuk tersebut seakan-akan berkata, "selamat datang dan selamat mengintip masa lampau".
Arca Durga Mahesasuramardhini diperkirakan berasal dari abad VII-X. Ditemukan  di Prambanan, arca tersebut mengambarkan seorang dewi yang sedang menaiki lembu  saat melawan Raja Asyura yang menyerang istana Dewa Shiwa.
Ada banyak arca, patung, dan bebatuan candi di Radya Pustaka. Sebagian besar diletakkan di sisi samping museum dan terpisah dari ruang pamer utama. Beberapa di antaranya terkesan diletakkan begitu saja. Entah apa alasannya. Mungkin sedang dilakukan perawatan atau karena ruang pamer yang tidak mampu lagi menampung banyak koleksi.
Bangunan seluas 523 meter persegi ini memang berisi sejumlah koleksi yang bernilai. Ada aneka macam senjata seperti tombak, pedang, keris, dan senapan. Ada koleksi wayang, gamelan, dan uang kuno. Berbagai benda logam dan keramik seperti gelas, mangkuk, dan cawan juga tersimpan di sini.
Salah satu yang menarik perhatian saya ialah Canthik Rajamala. Canthik merupakan hiasan pada haluan perahu istana. Sedangkan nama Rajamala diambil dari tokoh pewayangan Raden Rajamala.
Canthik Rajamala berbahan kayu jati yang diambil dari Hutan Danalaya. Pembuatnya ialah Raden Mas Sugandhi, putera mahkota Paku Buwono IV yang berkuasa pada 1788-1820. Sayangnya, Canthik Rajamala yang disimpan di Radya Pustaka saat ini hanya replika atau duplikatnya.
Lalu ada sebuah mesin jam panggung yang berukuran cukup besar. Usianya cukup lawas karena berasal dari tahun 1740. Dahulu mesin jam ini diletakkan di sisi timur Keraton Kartasura.
Satu yang paling istimewa menurut saya ialah piala porselen yang diletakkan di ruang pamer paling depan. Begitu melewati pintu masuk dan menengok ke sisi kiri, piala tersebut langsung terlihat.
Ternyata memang bukan piala biasa. Sebab merupakan hadiah dari Kaisar Napoleon Bonaparte untuk Raja Paku Buwono IV pada tahun 1811.