Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jokowi Takkan Memilih Susi Lagi karena Malu dan Gengsi?

26 November 2020   08:25 Diperbarui: 26 November 2020   08:30 4081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Susi Pudjiastuti (dok. pri).

Dengan dalih penenggelaman kapal menghabiskan banyak biaya dan kapal-kapal itu bisa dihibahkan kepada nelayan, Edhy mencoba menghapus jargon "tenggelamkan" yang merupakan salah satu kebijakan utama pendahulunya.

Dampak dari keputusan Edhy langsung terlihat. Kapal-kapal asing ilegal kembali ramai memasuki laut Indonesia. Bahkan, kapal-kapal itu berani melakukan pengusiran dan intimidasi kepada para nelayan lokal.

Pelonggaran demi pelonggaran terus dilakukan oleh Edhy. Di antaranya mencabut surat edaran menteri sebelumnya yang membatasi ukuran kapal serta izin terkait penangkapan dan pengangkutan ikan. Padahal surat edaran tersebut berguna untuk melindungi kekayaan laut serta menjamin keberpihakan pada nelayan kecil.

Edhy juga mengizinkan kembali operasional cantrang yang sebelumnya dilarang. Di bawah kendalinya, cantrang diperbolehkan lagi sebagai alat tangkap eksploitatif.

Tak berhenti sampai di situ. Edhy lagi-lagi menelurkan kebijakan yang melawan prinsip pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan, yakni membuka keran ekspor benih lobster.

Saat negara-negara lain menjaga benih lobster sebagai kekayaan yang tak ternilai, Edhy justru beralasan Indonesia perlu menjual benih lobsternya agar nelayan bisa mendapatkan banyak uang dan tak kelaparan.

Ironisnya, Presiden Jokowi selama ini membiarkan sepak terjang dan kebijakan-kebijakan Edhy tersebut. Presiden Jokowi seolah menutup mata saat sejumlah pihak mengirimkan sinyal peringatan "laut Indonesia sedang diobral" sebagai dampak pelonggaran yang dilakukan oleh Edhy.

Bahkan, pada sejumlah kebijakan, seperti ekspor benih lobster, Presiden justru terkesan merestui dan memberi lampu hijau untuk kebijakan tersebut.

Orientasi Presiden Jokowi dianggap telah berubah drastis dan kontradiktif. Pengangkatan Edhy sebagai menteri dan pengabaian terhadap sinyal-sinyal peringatan memperlihatkan bahwa Jokowi cenderung tidak lagi melihat sektor kelautan dan perikanan sebagai prioritas yang perlu diurus maksimal. Lebih khusus lagi, Presiden Jokowi sepertinya memang mulai lupa pada mimpinya tentang kejayaan sektor kelautan Indonesia.

Nasi telah menjadi bubur. Kini Presiden Jokowi dengan kedua mata dan telinganya mendapati pembantu pilihannya menjadi yang terdepan sebagai pesakitan KPK. Urusan lobster menjadikan Edhy sebagai pesakitan kasus suap.

Presiden pun telah mendapati kenyataan bahwa keyakinannya rupanya salah. Presiden Jokowi bukan hanya menyadari bahwa keputusannya memilih Edhy merupakan kesalahan besar buah dari kompromi politik, tapi juga telah mendatangkan risiko kerugian tak ternilai atas ancaman kekayaan laut Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun