Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Jangan Egois dalam Beragama, Jangan Mempersulit Ibadah

17 Mei 2020   21:47 Diperbarui: 17 Mei 2020   22:01 880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Agung Jami Kota Malang (dok. pri).

Puasa Ramadan di tengah pandemi Covid-19 menghamparkan banyak pelajaran. Salah satunya menyeret kita ke dalam perenungan  tentang hubungan dengan Allah dan sesama manusia. Masalahnya, sejauh mana kita menyerap makna ibadah tersebut?

Sudah berapa kali kita berjumpa dengan Ramadan? Tidak sulit menghitungnya. Anggaplah sejak kecil ketika pertama kali kita belajar puasa. Namun, apakah kita telah mengoptimalkan setiap perjumpaan dengan Ramadan untuk mengubah diri menjadi lebih baik?

Jangan-jangan kita telah melewatkan banyak kesempatan memperbaiki diri sebanyak kita menjumpai Ramadan. Selama ini kita selalu bersuka cita menyambut Ramadan, tapi hanya dengan sedikit perbaikan. Padahal, kita tahu Ramadan bulan penuh berkah dan bulan ampunan.

Dari Abu Hurairah RA Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa berpuasa di bulan Ramadan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya terdahulu".

Pasti sudah sering pesan kebajikan itu masuk ke telinga kita. Banyak orang yang hafal di luar kepala. Seperti halnya menghafal Surat Al Baqarah Ayat 183: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa"

Akan tetapi boleh jadi tanpa disadari berpuasa justru membuat manusia jadi lupa diri. Seolah-olah dengan berpuasa otomatis kita menjadi yang paling beriman dan bertakwa. Dengan itu kita merasa telah menggapai kesempurnaan. Lalu kita merasa berhak untuk menilai orang lain.

Kerendahan hati yang perlu dipetik saat berpuasa, justru digantikan dengan kesombongan dan sikap egois yang diam-diam berkecambah dalam hati. Kita merasa layak dihormati dan dihargai lebih dari biasanya.

Banyak di antara orang yang berpuasa menganggap warung-warung yang tetap buka sebagai pelaku kejahatan. Kita mengumbar kemarahan pada mereka, padahal puasa mengharuskan kita untuk menahan amarah.

Ego dalam beragama membuat seseorang kelewatan menghakimi sesamanya. Menganggap orang yang tidak berpuasa sebagai golongan tersesat yang tak berhak atas surga. Dengan berpikir demikian sesungguhnya kita telah lancang mendahului kuasa Allah dalam menentukan surga atau neraka untuk orang lain.

Selain egois dalam beragama, kita juga sering terlalu kelewatan dalam memaknai ibadah. Banyak orang yang merepresentasikan ibadah hanya ritual-ritual yang diukur secara kuantitatif. Semakin sering berpuasa, semakin baik. Semakin cepat datang ke masjid, semakin baik.

Padahal, ibadah lebih penting dimaknai secara kualitatif. Bukan hanya dibatasi dalam ruang dan mimbar masjid. Ibadah berarti tunduk dan bersikap rendah di hadapan Allah. Dan salah satu bentuk ketundukan kita terhadap Allah perlu diwujudkan dengan sikap welas asih kepada sesama manusia.

Oleh karena itu, ibadah, apalagi di bulan Ramadan, mestinya bisa membakar ego dalam diri kita. Sayangnya, kita justru sering menampakaan sikap egois dalam beragama saat berpuasa.

Lalu datanglah Pandemi Covid-19 yang mungkin Allah hadirkan untuk meruntuhkan segala kesombongan dan ego manusia. Itu pun masih banyak kita jumpai segolongan orang yang menantangnya.

Agama telah memberi petunjuk bagaimana cara menghindari wabah dengan tetap berada di rumah. Namun, orang-orang semacam itu kehilangan ketundukkannya terhadap ajaran agama dengan dalih beribadah.

Keringanan-keringanan yang disediakan dalam agama kepada kita di tengah pandemi sama sekali tidak mengurangi nilai manfaat ibadah. Seperti misalnya saat sakit kita diperbolehkan tidak puasa, salat sambil duduk atau tiduran.

Bahkan, ibadah di rumah selama pandemi, apalagi di bulan Ramadan boleh jadi jauh lebih tinggi pahalanya. Sebaliknya meloncati pagar masjid dan memaksa salat tarawih berjamaah adalah cerminan ketidakpatuhan dan egoisme dalam beragama. Lebih dari itu, menganggap bahwa Corona tidak perlu ditakuti sama saja melawan Allah karena virus Corona merupakan bagian dari kekuasan Allah.

Dalam Islam menghindari kemudaratan, termasuk mencegah penyebaran wabah jauh lebih penting dan harus didahulukan daripada mengejar manfaat dan kebaikan yang lain. Sayangnya utopia, egoisme, dan pendangkalan ibadah telah membentuk jalan buntu bagi keterbukaan hari serta pikiran sebagian umat.

Kesadaran kita tentang beragama dan beribadah yang mestinya berfungsi sosial secara luas cenderung dikuasai oleh pemahaman ritual-ritual dalam konteks yang sempit. Banyak di antara kita mengira Allah akan menjaga umatnya yang beribadah di masjid dari serangan Corona.

Padahal, keyakinan tersebut harus didahului syarat dan sandaran usaha, yakni menghindari wabah. Tanpa sandaran usaha semacam itu, kita justru akan berdosa jika karena ego kita dalam beragama membuat orang lain terkena musibah.


Fungsi puasa untuk meredam ego dan mengeliminasi pendangkalan ibadah yang selama ini kita sepelekan telah terangkat kembali karena Covid-19. Oleh karena itu, menjelang akhir Ramadan ini mari memperkuat doa dan usaha untuk membakar egoisme kita dalam beragama sekaligus membasmi pandemi Corona secepatnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun