Covid-19 membuat banyak orang yang sebelumnya tidak pernah menggunakan masker mendadak jadi pemburu masker. Mereka yang sebenarnya tidak terlalu membutuhkan masker kini merasa wajib menggunakannya.Â
Termasuk mereka yang sebelumnya senantiasa menyiapkan masker untuk tujuan tertentu, misalnya mengurangi paparan polutan, semakin merasa perlu untuk mengenakannya.
***
Akibat panic buying masker yang paling terlihat adalah meroketnya harga masker. Keberadaannya pun semakin langka.Â
Efeknya bisa sampai menyusahkan orang-orang yang sebenarnya sangat membutuhkan masker, seperti pasien kanker dan korban bencana.Â
Beberapa hari lalu hujan abu erupsi Gunung Merapi terjadi di beberapa tempat di Solo, Klaten, dan Boyolali. Pada saat itu orang-orang kesulitan mendapatkan masker.Â
Efek lain dari penggunaan masker yang meningkat drastis saat ini ialah terkait sampah atau limbah masker. Kemungkinan besar jumlah sampah bekas masker di tengah-tengah masyarakat akan bertambah. Sayangnya perhatian terhadap masalah ini cenderung kurang.Â
Himbauan waspada Covid-19 yang secara masif menekankan pentingnya menjaga kebersihan, mencuci tangan, meningkatkan daya tahan tubuh, dan sebagainya sebenarnya perlu diikuti dengan edukasi mengenai penanganan masker bekas pakai pada tingkat awal, yakni dari orang yang baru saja menggunakannya.
Ada 3 hal yang perlu diperhatikan secara lebih serius terkait kemungkinan lonjakan limbah masker
Pertama, masker bekas pakai, terutama dalam situasi pencegahan dan penanganan wabah bisa dikategorikan sebagai limbah klinis atau perlu diperlakukan layaknya limbah klinis.
Dalam situasi normal masih belum diketahui pasti kapasitas dan kesiapan fasilitas pengolahan limbah di setiap daerah di Indonesia. Apalagi di tengah kondisi waspada Covid-19 saat ini. Pantas jika kita bertanya lebih serius bagaimana penanganan limbahnya?
Penanganan limbah klinis, termasuk masker bekas pakai, sudah semestinya menjadi bagian penting dari upaya melawan wabah seperti Covid-19.